Sengaja up jam segini biar nggak buru-buru bacanya.
Vote, comment! Jangan lupa di follow biar nggak ketinggalan info!
Typo tandai!
.
.
Beberapa saat sebelumnya...
"Sudah dimulai."
Casius menatap bulan yang sepenuhnya telah berwarna merah darah.
Pemuda itu menutup jendela kamarnya, lalu mengambil sesuatu dari bawah tempat tidurnya. Sebuah pedang. Hanya pedang biasa tentunya, itupun ia 'pinjam' dari aula latihan prajurit.
'Lu yakin itu doang cukup?'
Casius mengayunkan pedang di tangannya beberapa kali, lalu menjawab dengan ringan, "Cukup atau tidak, kita lihat nanti."
Alter mendengus, namun Casius menghiraukannya. Pemuda itu pergi ke luar paviliunnya dengan langkah gontai. Ketika ia berdiri di halaman depan, barulah Casius merasakan keanehan.
'Mereka tidak keluar?'
Makhluk-makhluk yang harusnya berbondong-bondong keluar dari permukaan tanah tak terlihat dimanapun. Kewaspadaan Casius naik satu tingkat. Dahinya berkerut dalam. Manik matanya meliar, mengamati setiap sudut area yang seharusnya telah menjadi 'dimensi lain'.
Menunggu dan menunggu, Casius tiba-tiba meragukan pikirannya. Apakah ia benar-benar telah terpisah dari dunia nyata sekarang?
Mengetahui pikiran Casius, Alter berkata dengan nada jengah.
'Bulannya merah, berarti kita udah 'dikurung'. Orang-orang di dunia nyata nggak akan pernah ngeliat pemandangan ini kecuali mereka berhasil masuk kesini.'
Benar juga. Bulan darah hanya bisa dilihat dari dimensi ini. Sementara dari luar, bulan ini hanya akan tampak seperti bulan biasa dengan ukuran yang tidak normal.
Tapi, justru karena itulah situasi ini lebih aneh.
"Kenapa tidak ada satupun makhluk dunia bawah yang muncul-"
'CAKRA! MENGHINDAR!'
"?!!!"
Terlambat. Ketika Casius menoleh, seekor moster raksasa dengan tubuh yang melilit gunung sudah ada di depan wajahnya dengan rahang terbuka seperti mulut goa yang menghampirinya.
GROOAAA-
'CAKRAA!'
Setelah itu, gelap. Casius kehilangan kesadarannya. Hal terakhir yang ia ingat adalah sesuatu mirip tanduk di kepala makhluk itu dan kabut hitam pekat yang menyelimutinya.
Ketika pemuda itu sadar, ia tahu bahwa dirinya berada di tempat yang jauh berbeda.
***
Casius berdiri di sebuah tebing. Di sekitarnya adalah barisan pegunungan yang tak diketahui ujungnya. Casius mendongak, matahari bersinar di atasnya. Tidak panas, hanya hangat. Dan itu nyaman.
Duk.
Casius tersentak.
Ia reflek memasang sikap waspada, kepalanya tertoleh ke sumber suara. Namun yang ia dapati adalah pemandangan seorang gadis yang mematung sambil menatap kearahnya. Di samping kaki gadis itu ada seikat kayu bakar yang diperkirakan adalah sumber kebisingan tadi.
Casius membeku. Bukan karena kedatangan sosok itu, melainkan karena Casius bisa melihat warna mata yang sama dengannya di mata sang gadis. Mata yang 'mengubah' Casius menjadi bajingan di kehidupan pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Bajingan Duke Adalah Seorang Psikolog
FantasyKetika ia datang ke desa, seorang penduduk memujinya, "Bagaimana bisa Anda tahu apa yang dipikirkan para kriminal itu?! Anda sangat luar biasa! Mungkinkah Anda seorang peramal?" Ketika ia datang ke gereja, seorang pastor mendatanginya dan berkata, "...