Rhyne punya perasaan rumit terhadap hujan. Baginya, rintikan hujan serupa musik yang tak berirama tapi ketika ia mendengar setiap detak jarum jam yang berpacu dengan waktu disekitarnya itu menciptakan kenangan dan kesepian. Memang benar, titik-titik airnya berhasil membuat genangan namun yang Rhyne lihat dari genangan itu sendiri adalah bayang-bayang wajah yang pernah membuatnya jatuh cinta.
Ketika orang bilang saat turun hujan adalah waktu yang tepat untuk meringkuk dibalik selimut yang tebal dan terbuai dengan mimpi-mimpi, yang Rhyne rasakan justru sebaliknya. Bising-bising kerinduan, ilusi kenangan hingga sayup-sayup sendu yang diringkuk seorang diri.
Orang lain tidak pernah paham kenapa gadis berkacamata minus yang selama ini terlihat selalu baik-baik saja itu menyimpan sejuta pertanyaan dikala hujan, juga rindu tentang pelukan. Dirinya sendiri pun tidak begitu baik menafsirkan perasaannya.
Entah, perasaan semacam itu yang kesekian kalinya Rhyne menghakimi tetesan kesejukan yang turun dari langit. Sesuatu yang belum ia mengerti, mungkin karena ia belum berdamai atas kenangan diri di masa lampau.
Siang hari di langit Jember. Rerintikan hujan membasahi kota. Hari ini seharusnya menjadi momen terbaik untuk Rhyne, setelah sekian lama ia tak jajan buku. Namun yang dirasakan gadis itu malah cemas memikirkan sesuatu.
Sejam yang lalu ia di telepon oleh kepala sekolahnya, Pak Hatta_ ia dimintai tolong untuk menemani istrinya, Bu Anjani ke perpustakaan kota karena ada urusan dengan salah satu penjaganya di sana. Selain itu, Bu Anjani juga ingin membeli beberapa novel di Gramedia.
Wanita cantik yang selalu tampil sederhana. Bu Ita meminta Rhyne untuk kali ini yang menemani berbelanja buku, sebelumnya gurunya itu selalu mengajak putri keduanya yang memiliki selera genre novel yang bagus.
Dulu, Rhyne memang bukanlah bagian dari cewek-cewek famous di sekolah. Bukan juga golongan anak-anak yang rajin ikut beberapa ekstrakurikuler. Gadis itu hanya meminati hal-hal yang membuatnya nyaman dengan dunianya sendiri, seperti saat membaca buku di perpustakaan. Ia menyukai dunia yang menurutnya ia bisa bertahan dalam ruang lingkup itu, seperti saat Rhyne memilih ikut ekstrakurikuler jurnalistik yang dibimbing guru favoritnya.
Mungkin, batin Rhyne ...
Mungkin karena para guru keseringan melihatnya berteman dengan buku-buku ia dipercaya untuk menjadi penjaga perpustakaan sekolah setelah kelulusan. Juga untuk mengisi waktu luangnya karena di antara teman-temannya hanya ia seorang diri yang belum diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
"Kita mampir dulu ke Gramedia yaa, bentar. Nanti kamu bisa pilih tiga buku yang kamu suka, Rhyne, Saya yang bayarin" ucap Bu Ita.
Rhyne tidak terlalu terkejut soal Bu Anjani yang membayari buku-buku yang ia beli, karena sudah menjadi suatu kebiasaan dari dulu bahwa gurunya yang satu itu tidak pilih-pilih terhadap sesama murid ataupun alumnus sekolah. Bu Anjani memang terkenal sangat baik hati dan ramah, bahkan tak jarang guru yang merangkap pelajaran bahasa indonesia dan bahasa inggris itu di anggap sebagai Ibunda oleh anak-anak didiknya.
Rhyne selalu menyukai buku. Namun, untuk pertama kali dalam hidupnya gadis itu ingin menghindari tempat di mana buku-buku itu terpajang rapi dengan bau khas buku baru.
Rhyne termangu, tubuhnya gemetaran begitu ia turun dari mobil, melangkah memasuki sebuah tempat bersama payung. Keringat dingin mengucur tetes demi tetes dari keningnya, Rhyne cemas. Tapi ia berusaha menyembunyikan debaran jantung yang berpacu lebih cepat dari biasanya itu dengan senyuman manis yang biasa ia pertontonkan ke semua orang.
Bu Anjani sudah berjalan lebih dulu menuju Gramedia sehingga tidak menyadari sesuatu yang disembunyikan alumnusnya itu.
Jangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Feeling ( On Going )
Teen Fiction"Rumus dalam sebuah hubungan apapun itu agar tidak merasa saling tersakiti dan menyakiti adalah jangan terlalu berharap dan jangan pula memberikan harapan yang berlebihan" - Kepergian Reynaldi-cowok yang selama in...