Chapter 7: Out Of The Blue

72 19 14
                                    


"Rhyne! Rhynessa!"

Rhyne memejamkan mata gusar begitu mendengar suara Caesa mendekat ke arahnya namun Rhyne enggan menoleh kebelakang. Gadis itu tetap menggenggam tangan Diego, mengajaknya berlarian meninggalkan kedai bakso milik Bento meski mereka ada janji makan bersama disana tadi dengan challenge siapa yang paling tahan makan bakso pedas level 50 buatan Bento.

"Rhyne, tunggu Rhyne!" hingga Caesa berada disebelahnya dan menjajari langkah keduanya dengan nafas yang ngos-ngosan.

"Cepet banget sih, jalannya?"

"Ngapain sih, nyusul kita kesini?! Kita mau pulang, Cae"

Diluar dugaan, Caesa terkekeh. "Jutek amat sih, si Eneng. Lagi PMS ya?" Dan berakhir dengan tangan Caesa yang tiba-tiba mengaitkan gelang ke tangan Rhyne. Rhyne hanya terdiam begitu saja juga Diego yang hanya menonton apa-apa yang ingin Caesa lakukan untuk Rhyne.

"Dulu, kata Rey gelang ini ia buat khusus buat kamu. Sengaja, sebagai kenangan terakhir darinya. Bukannya Rey nggak berani ngasih ini ke kamu nya langsung, tapi dia paham kalau kamu pasti nggak mau ketemu dia setelah ucapan terakhirnya yang buat kamu kecewa ..."

Rhyne menyempatkan diri untuk tersenyum ke arah sahabatnya itu. "Gue benci sama dia yang tiba-tiba sok manis gini. Gue nggak mau usaha gue buat ngelupain Rey gagal hanya karena gelang pemberiannya ini ..." jawab Rhyne sembari melepas gelang itu dan menyerahkannya ke Caesa.

"Rhyne?"

"Cae, cukup. Gue nggak pernah kepo sejauh mana kedekatan lo sama Rey selama ini. Gue sama Rey cuma kejebak friendzone, Cae, gue nggak ada hak apapun buat cemburu apalagi sampai benci karena perasaan gue sama Rey yang nggak setara_"

Rhyne memaki dalam hati. Caesa tersenyum sedih. Sedangkan Diego memeluk kedua bahu Rhyne dengan pelan, menenangkan gadis itu.

"Jangan kebanyakan cemas, Rhyne. Rey sama sekali nggak ada niat buruk sama lo, dia hanya ngasih lo gelang ini. Udah itu aja, gelang sebagai kenangan darinya. Lo terima ya?"

Diego yang mendengar pernyataan itu berdeham sekali. Cengiran gugupnya tanpa sadar tercipta. Baru pertama kalinya, lelaki itu mengkhawatirkan Rhyne lebih dari biasanya. Diego khawatir akan perasaan Rhyne yang sebenarnya karena yang selama ini ia tahu, sepupunya itu begitu baik menafsirkan rasa sesuka hatinya.

"Logika dong, Cae!" bantah Rhyne. Nafasnya di hembuskan kasar, "kalau lo di posisi gue sebagai cewek yang gampang banget tersentuh dengan hal-hal kecil yang bikin gue balik jatuh cinta lagi dengan seseorang, apa lo mau usaha lo melupakan seseorang itu gagal? Apa lo mau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun lamanya lo nggak buka hati lagi karena masih ngarepin orang lama?"

Terdengar suara seseorang terkekeh sinis dari arah belakang. Membuat Rhyne dan Diego menoleh penasaran.

"Karena lo ketika jatuh cinta, lo takut kehilangan diri sendiri kan? Maka dari itu , bentuk apapun yang menyisakan kenangan lo soal cinta itu sendiri lo nggak pernah berani buat berdamai ..."

Rhyne memejamkan mata begitu tahu siapa yang datang. Sekalipun Rhyne masih sering dibayangi kenangannya bersama Rey, Rhyne sama sekali tidak berharap apapun pada semesta yang memunculkan Rey secara nyata_ dengan gaya rambut yang masih sama juga senyum tipis khasnya itu yang menawan. Dan diantara tempat menarik yang tersebar di penjuru kota, kenapa laki-laki itu yang harus menemuinya di tempat ini?

Bisa nggak sih, tuh cowok nggak usah ikutan ngomong? Rhyne menggerutu dalam hati.

Rhyne tertawa sumbang sembari menatap Rey.

"Lo kenapa bisa ngomong- lo nggak akan ngerti Rey apa yang gue rasain"

"Apa? Gue nggak ngerti apa?" nada bicaranya Rey tiba-tiba naik satu oktaf, membuat Rhyne refleks mundur satu langkah.

Beautiful Feeling ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang