Saat itu hujan turun lebih lebat dari sebelumnya. Bulan oktober adalah bulan awalan Hujan turun, mereka menjadi saksi dimana Namja Manis dengan bulu mata lentik ini tengah berdiri menatap seseorang di balik kabut tebal yang menghalangi wajah Pemuda tersebut.
Tatapannya gugup saat ingin mulai bicara, air yang turun mengenai kepala merambat di daerah wajahnya hingga terjun ke bawah. Hatinya berdebar keras ketika sosok pemuda itu mendekat.
"L-Lee Jeno!"
Suara itu tampak terbata-bata saking gugupnya. Na Jaemin menatap netra mata itu dengan tulus, pemuda itu tersenyum lalu memincingkan kepalanya menunggu ucapan si manis.
"A-Aku Menyukaimu"
Pemuda yang dia sebut dengan nama Lee Jeno itu tersenyum lalu berjalan menghampiri dan mendekap tubuh Jaemin dengan erat. Keduanya sama-sama berdebar dengan hebat, rasanya ada banyak kupu-kupu yang bersarang di perut mereka.
"Kita bertemu" Jeno masih mendekap tubuh kecil itu, walau udara sangat dingin, tapi dekapan itu menghangatkan mereka berdua.
Angin berhembus dengan kencang dan dedaunan berguguran saat Jeno menjawab perasaan Jaemin, seolah-olah alam merestui hubungan mereka.
Tak pernah terbayangkan, Jeno pertama kali bertemu dengan senyum indah Jaemin saat mereka di bangku sekolah menengah dulu, mereka berdua memang sudah lama saling jatuh cinta, namun gengsi mengubah segalanya hingga sampai perasaan itu tak kunjung tersampaikan sampai mereka lulus pendidikan dan bekerja.
Beruntung sebelumnya, Jeno tak sengaja bertemu dengan Jaemin saat dia kehujanan dan memilih berteduh di salah satu cafe. Melihat Jaemin berteduh di bawah pohon, entah kenapa Namja Manis itu menatapnya dengan sendu dan menyatakan perasaan secara tiba-tiba.
Tidak bertemu selama lima tahun, perasaan keduanya masih sama, yaitu saling cinta. Kalau di tanya kenapa Jeno menyukai pemuda manis itu, jawabnya adalah mata, mata cantik dan lentik serta lembut tutur katanya ketika berbicara, tatapan itu mendominasi perasaan yang muncul.
Sungguh bukan seperti kebetulan, tapi ini memang takdir yang mempersatukan mereka berdua hingga akhirnya bertemu tak sengaja, bagaikan bintang yang di takdirkan untuk bulan yang bertemu jika malam hari tiba.
"Kenapa kau bisa sampai di sini?" Jeno melepas tanganya, lalu tanganya memegang pundak Jaemin dengan khawatir.
Setau Jeno, tempat tinggal Jaemin berada di belakang kota, pemuda itu hidup bersama keluarga yang cemara dan selalu bergantung kepada orang tua, heran saja Jeno yang sedikit kaget melihat Jaemin berada di sini.
"A-Aku tinggal di sini" tubuh Jaemin bergetar, dia sekarang merasakan dingin yang tiba-tiba menerpa tubuhnya.
"Tubuhmu menggigil, ayo kita ke dalam cafe" Jeno merangkul Jaemin dengan sigap, lalu keduanya berjalan menuju kedalam cafe yang tak jauh dari mereka.
Jeno sudah membawa Jaemin masuk kedalam cafe, pemuda itu memesan dua coklat panas untuk menghangatkan tubuh mereka. Jeno masih bisa melihat wajah Jaemin yang me merah akibat kedinginan, pemuda itu menahan rasa malu dan dingin.
"Jaemin, tadi..."
"Maaf membuat mu terkejut tadi, aku benar-benar ingin menyatakanya setelah bertemu denganmu" Jaemin memotong perkatan Jeno dengan menunduk dan malu, butuh keyakinan juga dan melawan rasa canggung.
"K-Kau belum menjawabnya" sambungnya sembari menunduk, Jeno terkekeh mendengarnya lantas si manis hanya bisa memincingkan kepala.
"Tentu saja aku juga menyukaimu, selama lima tahun perasaanku padamu tidak berubah. Aku tadinya memang terkejut setelah melihat wajahmu dari kejauhan, itu benar-benar seperti mimpi" Jeno tersenyum, dia tidak tau harus mengekspresikan apa lagi setelah menyatakan perasaanya.