05. Teka-Teki Malam Kehancuran

27 11 18
                                    

"Three..."

"Two..."

"One..."

"Sekarang!" Ellara tersenyum lebar seraya menjentikkan jarinya.

BOOM!!

Detik itu juga daerah hutan dekat persimpangan jalanan sepi menuju pusat kota hancur dalam satu jentikan jari milik Ellara.

"Kota Hiroshima sudah hancur. Selanjutnya, gue butuh Nagasaki untuk dihancurkan" ujar gadis Raslend itu tersenyum senang.

Teman-temannya memandang takjub sekaligus ngeri. Gadis Raslend ini benar-benar berbahaya.

"Sekarang jam berapa?" tanya Zen pada Justin yang berdiri di sebelahnya.

Lelaki Kanada itu melirik arloji yang melingkar indah di pergelangan tangan kirinya. "Jam satu lewat sepuluh menit" jawabnya.

"Oke, masih ada waktu kita buat ngerayain the first war, kan?" tawar cowok Italia itu menaikkan sebelah alisnya.

"Harus dong! Ini kita kolaborasi dalam satu tim baru aja dimulai. Harus ada pesta kelahiran Bellerophon, anak Raja Zeus, kan?" timpal Herin langsung disetujui oleh teman-temannya.

"YOK GAS!" girang Zee semangat.

Justin memandang Zee kemudian menggeleng kecil. "Zee, itu tangan lo baru aja ditembak loh. Apa gak istirahat aja dulu?"

"Lo ngeremehin gue? Cuma luka kecil mah bukan apa-apa. Gue 'kan strong!!" serunya percaya diri.

Mereka mencibir mendengar seruan Zee yang sangat percaya diri sampai menepuk dadanya bangga.

Ditengah yang lain sibuk membicarakan perihal acara party mereka malam ini. Athalla justru hanya diam sembari memandang wajah Ellara yang berseri melihat hasil kerjanya.

Cantik.

Selalu begitu, Athalla selalu berkata begitu didalam hatinya. Gadis Raslend ini benar-benar berhasil menguasai hati pikiran bahkan mimpi indahnya.

"Ngapain lu liatin gue kayak gitu?!" sinis Ellara tajam. Merasa risih dengan tatapan Athalla yang tidak pernah lepas darinya.

"Cih! Pede bener dah, lo. Itu baju lo kotor sama itu rambut bisa dirapihin gak? Risih gue liatnya" balas Athalla tak kalah sinis.

"Dih! Baju, baju gue. Rambut, rambut gue! Gue aja gak risih ngapain lo yang repot?!" sensi Ellara.

"Sensi banget. Pms?!" balas Atha membuang muka malas.

"Kalo iya kenapa, hah?!" tantang Ellara dengan nada kesalnya. Tak mempedulikan teman-temannya yang menatap mereka dengan tatapan 'menyebalkan'.

"Cowok tuh sama aja semuanya! Nyebelin, nyinyirannya melebihi emak-emak! Bisanya ngomong doang padahal gak tahu apa-apa. Modal mulut manis asem pahit doang mah gak bakal bisa beli BMW!"

Herin dan Zee tertawa lepas mendengar Ellara yang mencerocos tiada henti. Keduanya menghampiri Ellara dan menepuk bahunya cukup keras.

"Udah, heh! Lo juga bacot banget. Jangan-jangan lo suka ya, sama Atha?" tuding Zee memicingkan matanya.

"Ngaku lo!" titah Herin seraya menyenggol lengan Ellara yang mencebik kesal.

"Keknya bukan Ella yang suka, tapi Atha. Gue perhatiin daritadi tatapannya gak lepas dari Ella" sahut Justin enteng seraya melirik Athalla yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam bak elang.

"Bener!" seru Zen menyetujui. "Kalau Ella ketawa dia ikut senyum. Beneran deh, ngaku lo, Tha!"

"Apasih enggak! Sok tahu kalian!" tukas Athalla sinis kemudian mengambil langkah meninggalkan teman-temannya menuju lift.

BELLEROPHONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang