Semakin bersemangat, mereka keesokan harinya—tepat minus satu hari sebelum Quidditch Cup, Andri dan tim Quidditch inti lainnya berlatih agak pagi, sangat pagi, dan embun tebal bukan lagi halangan bagi mereka.
Awalnya mereka berniat latihan hanya hingga mata pelajaran pertama berakhir, namun suasana yang masih mendung kini, membuat mereka selesai latihan hingga hampir memasuki jam makan siang.
Semua berjalan dengan sangat bergegas, dengan jubah yang agak basah, untungnya beberapa di antara mereka sudah mengeringkannya lebih dulu. Mereka saling menyapa sebelum terbagi lagi menjadi tiga saat di perempatan, sebagian menuju ke ruang Astronomi, sebagian ke ruang Herbology dan sebagian lain sisanya menuju ke ruang Sejarah.
"Tunggu aku." Pinta seorang perempuan yang hampir tertinggal tiga meter dari rombongannya yang hendak mengarah ke ruang Sejarah. Dia sedikit merogoh kantung celananya. "Apa kita tidak membutuhkan sebuah rencana?" Tasya mengeluarkan segenggam permen sembari mendekat.
"Apa itu?" Tanya Ariana melihat segenggam permen warna-warni di tangan Tasya.
"Permen anti kejujuran, kalau tidak salah. Ambil satu orang satu." Semua rombongan mengambilnya.
"Apa? Kau harus yakin." Andri mengambilnya satu, dan sedikit menelitinya dengan mata.
"Baiklah teman-teman, kita sudah terlambat lumayan lama, sebelum Lekuey berkeliling sebaiknya kita bicara sambil berjalan." Ajak Mei. Mereka kembali berjalan dengan agak cepat.
"Tapi Mei, Mrs. Ghina sangat... kau tahu? 'garang'." Tasya menambahkan.
"Tidak terlalu, kurasa." Potong Zizi. "Tapi ada perlunya juga memakan ini, entahlah, kalian latihan, tapi aku tidak, kurasa aku yang akan mendapatkan detensi terberat." Zizi menelan permen yang di pegangnya.
"Apa kau memakannya?" Tanya Andri kepada Zizi.
"Ya, tentu." Jawab Zizi singkat. Jawaban itu membuat wizard yang lain di rombongan itu ikut menelan permen anti kejujuran.
Mereka berbelok di perempatan depan, kemudian agak bergegas. Andri dan Wahyu berada di depan, kemudian Tasya, Mei, dan Zizi berjalan beriringan, disusul Ariana, satu-satunya wizard Huffle di rombongan.
"Stop!" Wahyu menahan Andri dengan tangannya ketika dia hendak membuka pintu ruangan Sejarah. "Apa kalian tidak berpikir?"
"Apa?" Tanya Mei.
"Tasya, apa kau memakan permen ini lebih dulu dari pada kami?" Tanya Wahyu.
"Tidak, aku memakannya bersama kalian di perempatan tadi."
Wahyu menepuk keningnya. "Kacau!"
"Ha? Kenapa?"
"Ini bukan permen anti kejujuran, ini permen anti kebohongan." Jelas Wahyu.
"Apa? Tidak kau benar. Ini adalah permen anti kebohongan." Tasya menutup mulutnya, dia terkejut mendengar perkataannya yang tidak sesuai dengan apa yang dia ingin katakan. "Maaf mungkin aku salah ambil."
Pintu besar kecoklatan itu tiba-tiba berderak terbuka perlahan, dan mereka tidak berkutik hingga wajah-wajah di kelas itu melirik ke arah mereka.
"Dari mana kalian?" Mrs. Ghina menurunkan kacamatanya sedikit. "Apa itu Andri?"
"Iya, um, kami—baru pulang dari..."
"Latihan Quidditch." Potong Mei. Semua melirik ke arah Mei, padahal jelas hatinya ingin berkata mereka baru pulang dari perpustakaan, namun mulutnya tiba-tiba berbicara begitu. "Maaf."
"Bagus... Temui Albus, sekarang!"
Semua wizard di dalam kelas terkikik setelah mereka berbalik dan hendak pergi. "Tunggu!" Sergah Mrs. Ghina. "Kecuali Ariana... Ariana silahkan duduk, aku yakin kau baru saja pulang dari perpus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Slytherin (SHI)
FanfictionWhat if a Magical World is real? What if Wizards School is in Indonesia? Keinginan untuk memenuhi hasrat pribadi Mengabaikan apa yang terjadi demi tujuan Buta hingga mengacaukan semuanya Perasaan negatif terhadap seseorang Prasangka buruk yang menga...