Matahari menuruni garis, dan bintang menggantikan kedudukannya. Setelah makan bersama di Great Hall, pandangan-pandangan aneh itu sudah agak berkurang, dan Quidditch Pitch kembali ramai. Quidditch Pitch berubah seakan menjadi sebuah taman bermain penuh lampu kelap-kelip yang melayang-layang dari lorong hingga ke lapangan. Tiang-tiang lorong juga dikelilingi lampu ajaib yang tidak bisa dipegang.
Tasya, dan Nadia duduk di pinggiran lorong, dibantu oleh Arul, dan Hana, mereka membuka lapak makanan-makanan kecil aneh, dan beberapa aksesoris pendukung.
Sisa dari mereka ada di ruang rekreasi. Wida dan Yuni bersandar di sofa panjang. Wahyu duduk di dekat perapian. Dee, Syifa, Alex, dan Adit duduk berdekatan di sebelah kiri perapian. Rini duduk di dekat Christ di tangga bawah, Ridho di atas mereka. Sedangkan Andri sedang menahan sakit di lengan kirinya, dan tangan kanannya memegang segelas minuman. Ryo tidak ada di sana, dia masih beristirahat di ruang medis bersama Mei dan teman medisnya yang lain. Melvin mengomentari jalannya pertandingan antara Gryffindor, dan Hufflepuff. Kaito menonton pertandingan. Vandi, dia sedang membeli beberapa minuman.
Satu kemenangan, yang mungkin bisa membuktikan kepada mereka semua kalau apa yang mereka perjuangkan bukan sebuah kecurangan.
"Apa tanganmu tidak apa-apa?" Tanya Wahyu, sembari menghidupkan perapian.
"Bludger itu keras, aku sudah berkali-kali terhantam oleh benda itu." Kiki ikut nimbrung.
"Aku dan Wida memukulnya setiap pertandingan." Yuni yang bersandar di kursi kecil, ikut bicara. "Kau tahu, sepertinya kalau Beater kita adalah laki-laki, mungkin kita berpeluang lebih besar untuk menjatuhkan lawan dengan Bludger."
"Yuni benar, sulit memantulkan kembali bola yang datang dari pukulan laki-laki." Wida merebahkan tubuhnya. "Aku tidak tahu kenapa Ravenclaw malah mengganti posisi dan formasi tahun lalunya yang sudah mantap."
"Jangan mengeluh, kita masih harus bertanding satu kali lagi, dan pastikan kali ini selisih kita lebih banyak dari pada selisih dari pertandingan yang kedua, atau kita akan tanding ulang." Ujar Wahyu.
"Yang benar saja, aku tidak ingin bertanding seperti tahun lalu. Cedera terparahku selama bermain Quidditch." Kiki menunjukkan kepalanya. "Beruntung kita tidak berhadapan dengan Gryffindor."
"Terserah kau saja, Andri? Kau tidak ingin ke ruang medis? Aku bisa mengantarmu."
"Tidak usah yu. Ini cuma cedera biasa." Jawab Andri acuh.
"PESTA!!" Vandi membuka pintu rekreasi dan datang dengan membawa banyak botol whisky api di lengannya. "Silahkan ambil, aku yang mentraktir." Beberapa anak laki-laki menyerobot minuman itu.
"Ini yang aku tunggu!" Adit tersenyum. "Ini punyamu Ridho." Dia melempar botol itu ke arah Ridho di tangga atas.
"Oke, dari pada kita berpesta, kenapa kita tidak berpikir bagaimana caranya agar kita menang di pertandingan selanjutnya?" Christ berdiri dan mendekati Vandi. "Kalau kalian tidak keberatan."
"Um, kurasa nanti saja." Potong Wahyu. Semua melirik ke arahnya. "Andri masih cedera, kita harus mengetahui kebijakan panitia malam ini, iya kan?"
"Siapapun yang menang, kita tetap tidak boleh meremehkannya."
"Ya kau benar."
"Ya setuju."
"Baiklah, di sini." Andri mengajak semua berunding ke meja lonjong di tengah ruangan itu. Semua tentu saja mengikutinya.
-
"Ehm, Mei?"
Dia tidak menghiraukannya, napasnya kukuh, dia masih membaca buku itu dengan sangat serius. Jemarinya masih penasaran dengan isi dari sebuah halaman di sana. Satu-satunya halaman dengan kertas berwarna kuning, dari mayoritas hijau kehitaman, kebetulan? Mungkin ini bukan hanya sebuah kebetulan, mungkin ini sebuah kebetulan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Christ menemukan ini di kamar mandi lama tepat beberapa jam setelah sidang mengenai kehilangan patung yeti di sana. Pada buku itu, pada halaman sembilan belas, sebuah halaman janggal mengenai patung yeti tertera, isi lengkapnya begitu panjang, namun di tengah halaman itu, terdapat satu huruf yang berwarna kuning, tepat di huruf P pada patung yeti. Isi kalimatnya; "Cahaya pada patung yeti? Yang benar saja..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Slytherin (SHI)
FanficWhat if a Magical World is real? What if Wizards School is in Indonesia? Keinginan untuk memenuhi hasrat pribadi Mengabaikan apa yang terjadi demi tujuan Buta hingga mengacaukan semuanya Perasaan negatif terhadap seseorang Prasangka buruk yang menga...