18

767 44 3
                                    

Gana berkeliling menyusuri setiap sudut rumah hangat keluarga Jinadhammo. beberapa foto dirinya dan Naka sejak kecil terpampang menghiasi setiap sudut ruangan. Gana tersenyum kala melihat foto dirinya yg di gendong di atas leher Mile dengan tawa mereka. kalau Gana tidak salah ingat foto itu di ambil saat pertama kali Gana menemani Mile bermain golf

"abang Gana, belum tidur? kok ga istirahat bang?" suara Mile berhasil menginterupsi nya.

"belum dadd. daddy belum? pappo?"

"pappo lagi keluar beli keperluan buat besok. sini temani daddy main catur yuk?"

kini keduanya berada di ruang tengah, Gana dan Mile sama-sama fokus pada papan catur mereka. "Daddy ikut senang bang, selamat yah. akhirnya abang bisa tau dimana rumah abang" ucap Mile seraya memajukan kuda catur berwarna hitam itu

"makasih daddy. ini semua juga berkat daddy"

"jangan lupa dimana rumah kamu ya bang. kamu itu tetap anaknya daddy, tetap bagian dari Jinadhammo. kalo abang butuh daddy atau mau pulang kesini. pintu rumah ini akan selalu terbuka lebar"

"iyah dadd. Skak"

"Aduh daddy ga pernah bisa menang lawan abang main catur nih, berarti kita harus tanding lagi nanti ya"

Gana menanggung seraya menatap ke arah Mile. "ah daddy jadi mau nangis  nih bang. abang gak bisa disini aja yah?"

Gana memilih mendekat ke arah Mile, mengusap pelan punggung Mile agar pria itu berhenti menangis. "maaf dad."

"nanti yg temani daddy main catur siapa bang?"

"nanti abangkan pulang. abang janji deh mulai saat ini abang akan kembali ke bandung seminggu sekali. gimana?"

"janji?"

"iyah janji. abang sayang daddy. jangan nangis"

"iyah abang. daddy juga sayang abang"

Al tersenyum kala melihat dua manusia kesayangannya tengah asik tertawa bersama dengan sebuah catur di tengah mereka.

"wah Abang sama daddy lagi main catur? siapa yg udah menang? pasti abang kan" Al mendudukan dirinya tepat di samping Gana, meledek Mile adalah hal favorit nya jika sudah bersama suami dan putra sulungnya itu.

"jelas dong ppo, daddy masih cemen ah main caturnya" sambung Gana

"ih ini tuh karena abang terlalu jago, da abang mah mainnya pakai taktik taktik apa itu daddy ga paham"

keduanya hanya tertawa kala melihat Mile yg masih pusing memikirkan jalan mana yg harus ia pilih. Al tersenyum ke arah Gana, mengusap lembut surai hitam putra yg begitu ia banggakan

"abang. terimakasih sudah menjadi anak Pappo"

"ppo. Abang akan tetap jadi anak pappo kan? sama seperti yg sering pappo dan daddy bilang?"

"iyah, selalu. makannya jangan lupa pulang lagi yah? sering-sering kesini nginep disini temenin pappo sama daddy yah?"

"iyah pasti"

"oh iya. kamu udah bicara ke Adek?"

Gana menggeleng pelan. sudah hampir 2 hari Gana tak melihat Naka, lebih tepatnya pria mungil itu mengurungkan diri di kamarnya. Gana merasa begitu bersalah pada si bungsu

"bicara abang. biar gimanapun adek sukanya di bujuk, sanah gih pakai mobil pappo ajak adek jalan-jalan"

"boleh ppo?"

"boleh. hati-hati pulangnya jangan kemaleman, besok kamu ke Jakarta pagi kan?"

"iyah pappo makasih ppo, dadd. Gana pergi dulu ya?"

Semesta Untuk Naka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang