kesal

9.9K 796 54
                                    

Semuanya sedang berkumpul di ruang tengah. Nampak serius membicarakan perang yang akan mereka hadapi melawan sebuah kelompok bernama 'Seifong'.

''Jadi, ada yang mau nambahin?'', Rion Kenzo, ketua dari TNF memberi kesempatan pada yang lain untuk berbicara.

Yang lain menggeleng membuat semua berdiri bersiap menuju lokasi yang telah disepakati.

''Pembagian mobil kaya biasanya, sebisa mungkin jaga jarak aman, jangan sampe lengah, usahain buat jangan ada yang down'', semua mengangguk. Dengan segera masuk mobil seperti biasa.

'Hitung dulu, Rion 1'

'Caine 2'

'Gin 3'

'Riji 4'

'Mako 5'

'Mia 6'

'Key 7'

'Jaki 8'

'Krow 9'

'Garin 10'

'Echi 11'

'Selia 12'

'Elya 13'

'Enon 14'

'Oke, lengkap, kita berangkat'

Mobil mulai bergerak dipimpin oleh Rion dan Caine yang ada di posisi paling depan. Disusul mobil lain dan terakhir ada mobil dengan 4 seat yang berada paling belakang.

Ketika sampai di lokasi, nampak orang dengan jumlah yang sama sudah menunggu. Tanpa babibu Rion keluar dari mobilnya dan menembak kearah langit menandakan perang dimulai.

Suara tembakan menggema disana sini. Sudah banyak musuh yang down terkena tembakan. Garin dan Elya sudah diamankan kedalam mobil oleh Selia. Semua masih aman sampai ketua dari Seifong jatuh tertembak oleh Rion yang artinya mereka menang dalam perang kali ini. Tembakan perayaan diluncurkan ke langit 3x oleh Rion dan Caine untuk meresmikan kemenangan mereka kali ini.

Semua segera masuk ke mobil masing-masing saat mendengar sirine mobil polisi mendekat. Makoto hampir mencapai mobil Mia sebelum akhirnya kakinya tertembak oleh seorang polisi.

''Kakak!!'', Mia segera turun. Tubuhnya yang kecil tak mampu mengangkat berat badan Mako yang jauh melebihinya.

''Adek, kamu pergi aja, biar kakak aja kalau sampe ketangkep sama polisi. Bilangin ke Papi kalau kakak ga papa, nanti kakak pulang sendiri aja'', Mia hanya bisa mengangguk sambil menangis. Tangan Mako terus mendorongnya untuk pergi kearah mobil dan pulang.

Mobil yang dikendalikan oleh Mia akhirnya menjauh. Mako meringis beberapa kali karena yang tertembak tak hanya kakinya, tapi juga bahunya. Tapi itu adalah luka tembakan dari Seifong saat perang tadi.

''Aduh, hitam kan ya ini, gimana? Menang ga?'', Agil, salah satu polisi yang juga teman Rion mendekati Mako.

''Menang lah, udah gausah banyak bacot ya, sakit ini'', Mako berkata dengan ketus. Ntahlah, ia menjadi sangat emosian ketika berada didekat anomali kanpol yang satu ini.

''Iya tau kok neng, santai aja ya, tahan dikit, abis ini kita keluarin pelurunya'', Agil merangkul Mako untuk berdiri.

''Aghh'', erang Mako saat Agil memegang pundaknya untuk membantunya berdiri.

''Eh, loh? Maaf maaf, gatau tadi'', Agil segera memindahkan tangannya ke pinggang ramping Mako.

''J-jangan di-disitu tangannya'', Mako sedikit bergetar karena kegelian saat tangan Agil tidak sengaja meremas pinggangnya.

''Gimana lagi? Atau kamu mau saya gendong aja? Kasian ini sakit'', Mako langsung menggeleng ribut mendengar itu.

''G-gini aja, ga papa'', suaranya melirih di akhir. Beberapa kali meringis merasakan sakit di kakinya. Agil berdecak karena Airuma memarkirkan mobil terlalu jauh.

Tanpa meminta izin langsung mengangkat tubuh Mako ala bridal style dengan hati-hati.

''Maaf ya? Mobilnya jauh, saya ga tega liat kamu jalan tertatih gini'', Mako hanya mengangguk pasrah. Memandang kosong ke langit biru. Tubuhnya sudah sangat lemas, ia ingat 2 tembakan di pundak kanan, 1 di lengan kiri, dan terakhir di kaki kiri oleh Agil. Sepertinya ada bius di salah satu tembak yang membuatnya kehilangan kesadarannya. Mako pernah berjalan menahan tembakan yang lebih dari ini tanpa kehilangan kesadaran sebelumnya.

Melihat Makoto tak lagi banyak bergerak dan bersuara, Agil menjadi panik. Seketika berlari kearah mobil polisi dan masuk dengan Mako di pangkuannya.

''Kita balik duluan, Ai'', Airuma yang melihat Makoto memejamkan matanya di pangkuan Agil langsung tancap gas kearah rumah sakit. Tak banyak bicara dijalan.

''Ko, Mako, bangun dong. Mako, hei'', Agil berulang kali berusaha membangunkan Mako.

Saat sampai di rumah sakit, Agil langsung turun masih dengan Mako di gendongannya.

''EMS cepet, 4 luka tembakan di tempat yang tidak fital namun kehilangan kesadaran'', Miraie langsung menyuruh Agil membaringkan Mako di brankar.

Operasi dilakukan dengan cepat. Agil menemui Airuma yang baru saja masuk. Membawa 2 cup kopi dan menyerahkan 1 untuknya tanpa berkata apa-apa. Ia tau Agil khawatir dengan salah satu anak Rion itu.

Ting

Hpnya berdering, menampilkan nama ''Bapak tol kiri''.

''Hallo'', Agil tak dapat menutupi suaranya yang lemas.

''Anak gue ga papa kan, Gil?'', suara khawatir Rion terdengar.

''Masih di operasi, kayanya ada peluru yang ada biusnya'', bisa Agil dengar Rion menghela napas di sebrang.

''Yaudah, nitip ya, jangan di apa-apain'', Rion berbicara dengan nada memperingatkan.

''Iye iye, dah, bye bapak camer'', Agil sedikit tertawa setelahnya.

''Kaga ada, hust'', sebelum langsung memutuskan sambungan telponnya.

''Pak Agil'', Agil langsung berdiri menghampiri Meraie.

''2 peluru memang memiliki bius, pasien baik-baik saja seperti sudah biasa tertembak. Untuk saat ini masih tidur karena pengaruh bius pasca operasi'', Agil mengangguk mengucapkan terimakasih.

''Mau bebasin apa mau di tahan?'', Airuma menghampiri sambil bertanya.

''Tahan dulu aja sih kayanya, sampe dia pulih baru dipulangin'', Agil menandatangani dokumen administrasi Mako sambil bicara.

''Nahan apa jagain tuh'', Airuma tersenyum meledek. Agil yang tak tau mau berbicara apa hanya menggaruk alisnya yang tak gatal.

''Permisi, pasien akan kami pindahkan ke ruangan inap'', salah satu perawat berkata pada Agil.

''VVIP ya mba'', perawat itu hanya mengangguk. Agil mengikuti ranjang Mako sambil memperhatikan wajah damai tidurnya.

'Cantik'

How? | MagilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang