hah?

5.9K 684 44
                                    

Mako berada di rumah sakit selama 4 hari. Disaat itu pula Agil menjaganya 24 jam penuh. Menemani, merawat, menjadi teman mengobrol. Meskipun ia tidak sendiri menginap di ruangan Mako. Ada Gin dan Riji yang juga menginap menemani. Rion dan Caine sendiri memiliki kunjungan luar negeri selama seminggu setelah terakhir kali berkunjung. Anak-anak yang lain hanya akan berkunjung di siang sampai sore hari atas permintaan Mako.

Saat ini Mako telah bersiap untuk pulang ke rumah. Agil akan mengantar bersama Gin, dan Riji. Agil akan mengikuti dengan motornya.

Sampai di Mansion TNF, Agil membantu mendorong kursi roda Mako. Riji membawakan barang Mako bersama Gin.

''Kakinya sudah enakan, Mako?'', Agil bertanya. Mako melirik sebentar kearah kakinya, pergelangan kakinya.

''Masih agak sakit kalau harus nopang  berat badan. Apalagi kalau dipake buat jalan. Mungkin bakal pake tongkat atau kursi roda aja'', Mako menjelaskan bagaimana kakinya.

''Itu kan harusnya cuma lecet?'', Agil heran. Ia sudah membuat peluru yang ditembakannya meleset dan hanya melukai kulit Mako.

''Kata dokter Miraie dislokasi, Pak. Sebelum di tembak juga saya dah pincang di papah Mia'', Agil hanya ber-oh ria.

''Jadi itu kenapa harus bed rest'', Mako mengangguk.

''Iya, ga bisa cari duit saya pak'', Mako menghela napas. Ia tak akan mendapat uang bersih maupun kotor hahh.

''Ngapain cari duit lagi? Kamu udah kaya loh meskipun cuma tidur'', Mako mengerling malas. Ia tipe orang yang tak bisa diam saja seharian di rumah saat banyak pekerjaan bisa dilakukan.

''Ya iya sih, tapi kan biasanya aktif ini itu jadi cuma rebahan? Kalau ketembak doang sih berapa hari dah bisa salto lagi pak. Ini ngapa sampe geser ya?'', Mako kembali melihat kakinya.

''Kayanya kamu di selengkat sama Fong?'', Agil sendiri tak yakin. Ia tau seberapa aktif anak-anak Rion yang sering bercanda untuk saling selengkat jika tak ada kegiatan.

''Oh iya! Kemarin ada gelud tangan kosong dikit, saya jatuh karena di selengkat sama dia, kayanya itu'', Agil mengangguk mengerti. Mereka sudah sampai di kamar tamu yang ada di lantai 1. Kamar yang ditempati Mako sementara, ia tak bisa naik tangga untuk saat ini.

''Saya bantu ke kasur ya'', Agil meminta izin. Mako hanya mengangguk mengizinkan.

''E-eh'', ia tak tahu Agil akan langsung mengangkatnya ke tempat tidur.

''Pak Agil jangan sering-sering gendong saya, Pak. Saya berat'', Agil mengernyit.

''Kamu ngga berat loh, Mako. Kamu tinggi tapi ringan, mengerti?'', Mako tak tau ingin berkata apa lagi.

''Saya pulang dulu, ya? Mau ke kanpol sebentar. Oh iya, kamu tadi bilang gabut kan?'', Mako mengangguk menjawab.

''Iya, mana Mia lagi di luar kota'', tak sadar mempout di depan Agil yang hanya bisa menggigit pipinya di bagian dalam.

''Saya temenin deh, mau ngapain aja'', Mako melirik sebentar sebelum menunduk lagi.

''Mau ngga?'', Agil kembali bertanya. Meskipun sifatnya ramah, Agil sebenarnya kurang suka membantu orang lain secara berlebihan. Tapi, ia menikmati waktu saat bersama dengan Mako yang terkadang akan berteriak kesal padanya.

''Izin ke si papi deh, Pak. Tapi saya ngga maksa'', akhirnya Mako mengatakan hal yang mengganjal di pikirannya.

''Owalah, itu urusan saya. Aman'', Mako hanya mengangguk.

''Saya balik dulu ya, kalau butuh apa-apa jangan sungkan bilang ke saya ya cantik'', Agil mengerling centil sambil menoel dagu Mako.

''Bapak mau saya lempar vas? Ini berat loh'', tangan Mako sudah menggenggam vas bunga yang ada di nakas siap untuk melempar.

How? | MagilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang