Apa yang diharapkan jika manusia yang tidak pernah berolahraga, tiba-tiba harus berlarian karena dikejar segerombolan manusia lainnya. Kedua manusia itu seperti dikejar-kejar setan makanya masih kuat berlari, Harsa yang memang beneran takut dan Cakra yang keburu ikut takut karena dikejar seperti maling.
Tak lama, karena setelah itu mereka berdua jatuh dengan tidak bagusnya. Selain malu, kaki mereka juga terasa begitu nyilu karena bergesekan langsung dengan aspal. Cakra sudah hampir menangis, apalagi sang Ayah kini dengan sigap langsung mengangkatnya. Begitu juga dengan Harsa, sang Ayah pula yang mengangkat tubuhnya dengan sangat hati-hati. Untungnya, karena kedua sosok itu mana berani memarahi Putra kesayangannya.
Acara yang tadinya meriah kini sudah kosong, semua tamu sudah pulang karena tuannya tadi tengah mengejar Putra nakalnya. Sebagai yang paling tua, Arga'lah yang membubarkan acara tersebut.
Kembali ke tempat itu, Harsa dan Cakra sekarang tengah duduk di sofa berwarna soft cream yang terasa begitu sesak meski besar ukurannya. Sambil menunggu Arka dan Mahen yang tengah mengambil perlatan medis untuk mengobati luka mereka yang terus mengeluarkan darah.
"Ayah....."
Baik Harsa maupun Cakra sama-sama menatap penuh harap pada Ayahnya. Sebenarnya Cakra tidak takut pada saudaranya, tapi karena sosok kecil yang terus menatap dia dan Harsa dengan sangat tajam membuat Cakra sangat merinding. Apalagi pemuda di sampingnya itu, Cakra merasa pemuda itu tengah menahan amarahnya jauh dibanding yang pendek itu.
"Sakit, 'kan?"
Keduanya menggeleng, kemudian mengangguk lalu menggeleng lagi. Biasanya Cakra akan langsung menangis saat terjatuh apalagi ditatap seperti itu, namun sekarang entah apa yang membuatnya terlihat kuat. Mungkin ikut-ikutan yang di sampingnya. Cakra merasa gengsi saja jika mengeluarkan air matanya.
"Kalo mau minum ambil aja sepuasnya. Ngapain ngumpet."
"Mau Abang beliin sebotol? Apa lima botol sekalian biar makin puas."
"Kenapa diem?"
Cakra mulai menatap yang di sampingnya, dia berasa ikut dimarahin namun sekaligus kasihan. Dia juga menatap sang Ayah yang tengah mengipas-ngipas lukanya namun Ayahnya itu seperti memberi intruksi agar dirinya tetap diam.
"Marahnya nanti aja, obatin dulu lukanya."
Arka langsung berjongkok di depan sang Adik, sementara Johnny sebagai Ayahnya Harsa yang dari tadi berjongkok di depan Putranya itu kini ikutan untuk segera mengobati luka yang ada di lulut serta tulang kering yang nampak tergores cukup panjang. Johnny hanya diam karena dia lebih memilih untuk mengurangi rasa sakit yang tengah dirasakan Putranya tersebut.
"Tahan bentar." Johnny berucap sangat lembut, tangannya terlihat gemetar. Yoona juga ikut mendampingi, tangannya menggenggem erat telapak dingin Harsa yang kini tengah menahan perih di kakinya.
"Belain aja terus Putra kesayangannya."
"Dari kemarin buat ulah terus. Terlalu dimanja, kali-kali harus ditegesin. Apa mau kaya gitu terus? Sampai kapan? Ayah mau Asa kaya gitu terus?!"
Kini giliran Jovan yang mengeluarkan suaranya, namun terdengar lebih kejam dari Raka. Yang ada di ruangan sana sontak menatap pada Jovan yang terlihat sangat emosi. Yang tidak tahu permasalahan keluarga Abhivandya merasa heran, mereka yang tengah fokus pada Cakra seketika merasa teralihkan.
"Tahan emosi kamu." Mahen menggenggam tangan sang Adik yang sudah mengepal dari tadi.
"Ngga bisa, Bang! Dia udah keterlaluan. Udah Mahasiswa harusnya mikir. Dia udah nyelakain orang. Liat, dia yang ngga tau apa-apa malah ikut terluka gara-gara kelakuannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Today | Nct 127
FanfictionDaily life Cakra, sebagai bungsu di keluarga Birawa. Copyright by, Nyyzfn, 2022.