Episode 7

1 0 0
                                    

"Haha! Iya! Baik Andhini!" Udin tertawa.

Akhirnya mereka bercerita berdua di teras depan panti. Udin bercerita sembari tertawa. Sementara itu, Andhini hanya terdiam mendengarkannya.

Tiba-tiba.

"Eh! Andhini! Mengapa kamu menangis? Apakah kamu baik-baik saja? Ada apa?" Udin menatap wajah Andhini.

"Ah! Tidak! Tidak ada! Huft! Mungkin mataku terasa sedikit sakit!" Andhini mengusap air matanya yang mengalir.

"Jangan bohong, Andhini!" Udin memastikan.

"Ih! Iya! Aku tidak bohong! Mataku sedikit sakit!" Andhini berpura-pura.

"Coba kemari! Aku lihat!" Udin langsung sigap memegang wajah Andhini.

Tiba-tiba Andhini terpaku. Jarak Udin dan dirinya begitu dekat. Wajahnya memerah seketika.

Terasa hangatnya hembusan napas Udin saat kedua matanya tengah sibuk menatap mata indah Andhini.

"Hm! Tidak terlihat sedang sakit! Kamu kenapa? Ceritalah!" Udin kembali duduk.

Andhini terpaku sejenak. Udin menatapnya.

"Andhini!" jerit Udin.

Andhini tetap terdiam.

"Andhini!" katanya lagi.

"Aa! Ya! Ya Udin!" Andhini terkejut.

"Kamu kenapa? Ceritalah! Jangan seperti itu!" Udin menatapnya.

"Tidak! Aku tidak apa kok!" Andhini berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Andhini! Katakan padaku!" kata Udin.

"Aku bilang tidak ada, ya tidak ada, Udin!" Andhini nampak sedikit membentak Udin.

"Apa yang membuatmu sakit hati?" kata Udin tiba-tiba dengan suara agak meninggi.

Andhini seketika menoleh dan mereka saling bertatap satu sama lain. Udin terpaku.

Seketika hening. Tak ada yang berani memulai pembicaraan. Semuanya diam. Udin nampak tertunduk sesekali mengangkat dagunya dan menatap Andhini.

"Udin!" jerit Andhini perlahan.

Udin menoleh.

"Maafkan aku! Aku tidak bermaksud melukai hatimu dengan perkataan atau sikapku!" katanya sembari menundukkan kepalanya.

"Tidak apa! Jangan merasa bersalah seperti itu! Aku hanya heran! Ada apa sebenarnya denganmu? Aku tidak mau melihatmu menangis, sedih atau gelisah! Yang aku tahu, Andhini itu adalah sosok bidadari kampus yang kuat, ceria dan periang!" jelas Udin.

"Maaf!" singkat Andhini.

"Apalagi kalau tertawa! Suara TOA masjid atau sound system kondangan kalah dengan suara tawamu!" Udin berusaha mencairkan suasana.

"Hahaha! Kamu ini, Udin!" Andhini seketika tertawa terbahak-bahak.

"Tuh kan! Tertawa juga dia!" Udin ikut tertawa.

"Kamu ini! Dasar manusia aneh!" Andhini menepuk pundak Udin.

"Haha! Begitu dong! Kan manis kelihatannya, sayang!" kata Udin sembari mencubit kedua pipi Andhini.

"Eh!" seketika Andhini menatapnya.

Perlahan, Udin yang tertawa ikut pula menatapnya. Udin menurunkan kedua tangannya dan nampak sungkan.

Mereka saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba muncul suatu rasa dibenak Udin saat menatap sosok gadis polos itu.

"Hm, Andhini! Lebih baik sekarang kamu beristirahatlah!" kata Udin kikuk.

Dekapan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang