Episode 17

0 0 0
                                    

Benar saja, bayang-bayang itu adalah sosok Udin yang tengah tersenyum manis dihadapannya. Andhini terdiam.

Sontak hatinya tersentuh akan senyuman itu. Pemuda itupun membalikkan badannya kemudian dan menatap ke depan.

Pemuda itu menoleh keatas sembari menutup kedua matanya yang indah. Perlahan, angin pun berhembus menerpa mereka.

Beberapa helai rambut pun beterbangan. Andhini terus menatapnya.

"Dalam dekapan hangatmu, persahabatan kita takkan pernah luntur! Akan tetap kekal abadi selamanya! Sampai maut memisahkan kita. Ku tunggu dirimu disana hanya untuk mendekapmu kembali!"

"Udin!" bisik Andhini.

"Sampai jumpa, Andhini..!"

Tubuh pemuda itu perlahan menghilang tersentuh hembusan angin menjadi kepingan cahaya.

"Udin!!" teriak Andhini sembari mengejar bayang-bayangnya.

Seakan waktu berjalan begitu lambat. Sebuah cahaya pun bersinar sehingga menyilaukan mata yang melihat.

Sampai tiba masanya, sebuah tempat yang begitu tenang dan damai. Hening dan hanya ada suara ranting pohon yang bergesekan tertiup angin.

Beberapa helai daun pun beterbangan dan jatuh secara perlahan. Terlihat dari kejauhan, sesosok tubuh wanita paruh baya yang tengah menaburkan sesuatu diatas tanah.

Tangannya seakan bergetar menggenggam beberapa helai kelopak bunga yang berwarna-warni. Hatinya tertegun menatap kedepan.

Sampai akhirnya datanglah sosok pemuda dengan tangan yang terikat di depan dada. Tangan kirinya seakan menggenggam sebuah buket bunga tanda penyesalan.

Melihat kehadirannya, wanita paruh baya itu bergegas berdiri dan menatapnya. Langkah kaki pemuda itu seketika terhenti sejenak menatapnya.

Sampai akhirnya, wanita paruh baya itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Angin berhembus menerpa rambut pemuda itu.

Dalam hatinya begitu banyak penyesalan dan duka yang begitu mendalam. Perlahan, langkah kakinya menuju ke depan.

Matanya tak kuasa menahan air mata yang sebentar lagi akan meluncur tanpa permisi.

Perlahan, tangan kirinya pun meletakkan buket bunga tersebut diatas tanah. Kedua matanya menatap ke depan.

Terpampang 2 buah nama yang begitu membekas dihatinya. Air matanya mengalir begitu saja.

"Aku menyesal!" bisik batin Tito yang menyayat hati.

Tangannya pun mengusap air mata yang terus mengalir melalui pipinya. Perlahan, ia bangkit dan berjalan menjauhi tempat tersebut.

Angin pun berhembus. Disini, kita bisa melihat 2 buah nama yang tertulis diatas batu nisan tersebut.

"M.C. Choirudin"


"Andhini Bintang Bestari."

"TAMAT"

Dekapan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang