"Maaf, Dhini!" Udin menundukkan kepalanya.
"Sudah! Jangan terlalu merendah seperti itu di depanku!" Andhini memegang kedua pipi Udin.
"Eh?" seketika detak jantung Udin berdegup kencang.
"Hihihi!" Andhini benar-benar tersenyum manis dihadapannya.
Begitu hangat dan manisnya senyuman itu.
"Hehe! Dhini! Kau menyentuh pipiku!" pipi Udin memerah.
"Ah! Kamu ini lebay sekali!" kata Andhini tersenyum.
"Hehe! Terimakasih loh! Kamu buat aku bahagia!" Udin nampak senang.
"Ih! Aneh sekali kamu ya! Siapa juga yang mau membuatmu bahagia?" Andhini meledeknya.
"Hadeh! Kamu ini tidak bisa sedikit romantis padaku?" Udin mengajaknya bercanda.
"Hahaha! Kamu ini, Din!" Andhini tertawa.
"Oh ya, Dhini! Aku boleh ngomong sesuatu tidak padamu?" Udin bertanya.
"Hm? Apa?" Andhini menatapnya.
Seketika Udin terdiam sejenak.
"Eh?" Udin nampak gugup.
"Ada apa, Din?" Andhini mengerutkan dahinya.
"Andhini, aku! Aku!" Udin nampak gagap.
"Kenapa?" Andhini kebingungan.
"Aku! Aku!" Udin kikuk.
"Ada apa, Din? Katakan saja!" kata Andhini.
"Andhini! Aku!" Udin berusaha mengatakannya.
Andhini mengangguk pelan sembari fokus menatap Udin yang hendak menyampaikan sesuatu padanya.
"Aku suka padamu!" ungkap Udin.
Seketika Andhini terkejut bukan main. Kedua matanya melotot menatap Udin.
Udin benar-benar kikuk kali ini. Tubuhnya bergetar dan detak jantungnya berdegup kencang.
"Udin!" bisik Andhini.
"Aku!" Udin menundukkan kepalanya dan memainkan jari jemarinya.
"Din! Ayo kembali ke tenda! Kita akan segera turun dari puncak!" jerit seseorang dari kejauhan.
"Eh?" Andhini terkejut.
"Aa! Ya! Baik, Pak!" Udin nampak kikuk.
Andhini terdiam menatap Udin.
"Hm, ya sudah! Ayo, Dhini! Kita harus segera turun dari puncak!" Udin mengalihkan pembicaraan.
Andhini hanya mengangguk. Akhirnya, mereka kembali menuju tenda. Perlahan, mereka membereskan semua logistik yang mereka bawa.
Sesekali Andhini menatap sosok Udin yang salah tingkah sedari tadi. Tak lama kemudian, mereka selesai membereskan barang bawaan mereka.
"Ah! Akhirnya sudah siap untuk dibawa!" gumam Udin.
"Din!" jerit Andhini.
"Hei, Dhini!" Udin menoleh.
"Apakah kau sudah selesai?" tanyanya.
"Sudah! Kau bagaimana?" Udin tersenyum.
"Ya! Aku juga sudah!" Andhini menatapnya.
"Oh ya, bagaimana dengan!" Udin belum selesai bicara.
"Udin! Andhini! Kemarilah! Kita harus mengambil gambar bersama, bukan?" jerit seorang mahasiswa pada mereka.
"Eh? Hm!" Andhini menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan (TAMAT)
Romance"Kata orang-orang, mendaki gunung adalah perjalanan untuk meninggalkan kesombongan diri." "Dengan mendaki gunung, kita akan mengerti siapa yang menjadi teman, siapa yang menjadi lawan. Karena, gunung tidak pernah mengajarkan kita untuk mempunyai dua...