"Hm, mengapa Tito tidak pernah terlihat ya akhir-akhir ini?" tanya Andhini.
Udin seketika terdiam menatapnya.
"Hm, ia sepertinya tidak ada kabar sama sekali! Kemana ya dirinya?" beribu tanya yang terlontar dari bibir manis Andhini setiap kali ia bertemu dengan Udin.
"Entahlah! Aku tidak tahu! Yang jelas, ia akan ikut dengan agenda mendaki gunung yang kita buat, Dhini!" kata Udin.
"Iya! Aku tahu kok, Din! Tapi mengapa?" kata Andhini.
"Mengapa? Apa?" Udin sedikit sinis.
"Tapi mengapa, agenda itu dijadikan tempatnya untuk melamar Tita?" Andhini nampak kesal.
"Hm, aku tidak tahu, Dhini!" Udin sedikit cuek.
"Huft! Jujur, Udin! Aku sangat menyayangi dirinya! Tapi, mengapa bukan aku yang ia pilih? Padahal, dari segi effort! Aku berusaha yang terbaik untuknya!" jelasnya.
"Sabar, Dhini! Nanti akan aku sampaikan padanya agar ia mau mencintai dirimu!" Udin mulai jutek.
"Heh? Maksud kamu? Tidak! Jangan, Din!" Andhini menutup bibirnya dan spontan menepuk pundak Udin.
"Hah? Kenapa? Apakah kamu tidak mau jujur padanya?" Udin seolah-olah menanggapinya dengan nada cuek.
"Bukan! Bukan seperti itu, Din!" wajah Andhini memerah.
"Lalu? Kamu mau berharap dan makan hati sendirian?" Udin mulai kesal.
"Bukan seperti itu!" Andhini mengacak pinggang.
"Lantas? Apakah kamu akan mengeluh setiap harinya, makan hati seorang diri hanya karena kamu tidak mau jujur padanya?" Udin sedikit membentaknya.
"Maksud kamu, Din?" Andhini mulai menyadarinya.
Seketika Udin terdiam. Andhini menatapnya.
"Mengapa kamu marah padaku?" tanya Andhini merendah.
"Sudahlah! Aku mau pulang! Aku harus membeli sayuran untuk Ibuku masak makan siang!" Udin beranjak pergi meninggalkan dirinya sendiri.
Andhini terpaku menatapnya.
"Udin!" jeritnya.
Kali ini, Udin tidak mendengarkan perkataannya. Andhini nampak bingung dan merasa aneh dengan apa yang Udin lakukan padanya.
Beberapa hari kemudian, telah berlalu. Agenda mendaki gunung itupun lambat laun memasuki H-7.
Mereka nampak berusaha memantapkan diri untuk pendakian itu.
Gunung Semeru, mungkin ini adalah kali pertamanya untuk Andhini mendaki gunung didalam hidupnya.
Sudah begitu banyak latihan fisik yang ia lalui bersama dengan Udin, Tito, Tita atau dirinya sendiri.
Meski begitu, sikap Udin seolah-olah berubah entah apa yang terjadi padanya.
Apakah perkataan Andhini selama ini membuatnya tersinggung atau tidak, Andhini hanya bisa terdiam.
Ia berusaha memendam perasaannya sendiri. Sementara itu, Tito nampak baik pada Andhini, namun tidak pada Udin.
Ia kebingungan seorang diri. Sampai suatu ketika, di sebuah ruangan bernama kelas. Terlihat sosok Udin yang tengah berbincang dengan beberapa temannya.
Tiba-tiba seseorang datang menghampiri dirinya dan menepuk meja begitu kuat. Semuanya terkejut.
Benar saja, sosok Tito begitu emosi menghadap dirinya. Dengan kuat, Tito mengangkat kerah Udin dan mereka terlibat adu bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan (TAMAT)
Romance"Kata orang-orang, mendaki gunung adalah perjalanan untuk meninggalkan kesombongan diri." "Dengan mendaki gunung, kita akan mengerti siapa yang menjadi teman, siapa yang menjadi lawan. Karena, gunung tidak pernah mengajarkan kita untuk mempunyai dua...