"Hm, aku ikut saja!" katanya singkat.
"Hm, baiklah! Lalu, setelah olahraga kita laksanakan mungkin sebulan penuh, maka kita akan menyiapkan logistik dan alat pendukung lainnya!" kata Tito.
"Ya! Benar! Soal benda logistik yang akan dibawa, biar aku saja yang mengurusnya!" ucap Udin.
"Ya! Bagus, Din! Sebab dirimu lebih berpengalaman daripada aku! Haha!" Tito tertawa.
"Ah! Kamu juga sama kan, To!" Udin tersenyum.
Andhini kembali terdiam sembari menikmati minumannya.
"Oh ya, satu hal lagi! Aku mau kalian membantuku saat di puncak nanti!" ucap Tito.
"Hah? Membantu apa?" Udin kebingungan.
"Kalian membantuku memberikan kejutan untuk Tita! Sebab aku mau memberikan cicin tunangan ku di atas puncak bersamanya!" jelas Tito.
Seketika Andhini terkejut dan menyemburkan minumannya. Udin dan Tito terkejut menatapnya.
"Heh! Andhini, apakah kau baik-baik saja!" Udin terkejut.
"Ah! Maaf! Maafkan aku! Aku hanya terkejut! Rasa minumannya ini sedikit panas!" Andhini mengusap bibirnya.
"Apakah kau benar baik-baik saja?" tanya Tito.
"Hah? Panas! Yang kamu pesan itu es teh, Dhini!" Udin mengangkat gelas minuman Andhini.
"Hah? Oh iya! Maaf!" Andhini gagap dibuatnya.
"Haha! Kamu ini, Andhini! Lucu sekali!" Udin tertawa.
"Hahaha! Andhini selalu membuat kita tertawa! Andhini, Andhini!" kata Tito.
"Maaf! Maaf!" Andhini tersipu malu.
"Tidak apa! Oh ya, bagaimana? Apakah kalian bisa membantuku?" Tito melanjutkan rencananya.
"Hm, boleh! Baiklah! Apa itu?" Udin penasaran.
"Begini!" Tito mulai menjelaskan.
Wajah Andhini nampak murung saat menatap Tito yang begitu berbahagia ingin bertunangan dengan Tita, kekasihnya.
Setelah itu, mereka pun kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran. Akhirnya, mereka pulang ke rumah masing-masing. Sore pun tiba.
Udin dan Andhini pun berjalan bersama menuju panti asuhan setelah seharian mengikuti kegiatan belajar mengajar di kampusnya.
"Oh ya, Dhini! Apakah kamu mau memulai olahraga esok hari? Besok kan kita libur? Aku boleh tidak ke panti untuk bertemu denganmu? Aku ingin mengajakmu untuk berlari di sekitaran rumah atau panti demi menjaga perfoma tubuh sebelum mendaki!" kata Udin.
Andhini tidak mendengarkannya. Ia tetap terdiam dengan tatapan kosong berjalan berdampingan dengan Udin.
"Andhini!" kata Udin.
Andhini tidak mendengarkannya.
"Andhini!" jerit Udin kemudian.
"Tiiinnn..!!"
"Astagfirullah! Andhini!" Udin terkejut bukan main.
Benar saja, Andhini terserempet mobil yang membuat dirinya jatuh terjungkal menabrak aspal.
Terlihat begitu banyak darah yang mengalir di keningnya dan hal tersebut membuat dirinya tak sadarkan diri.
Samar-samar, kedua matanya tertutup perlahan. Beberapa saat kemudian.
"Tapi dok? Apakah tidak ada jalan lain selain donor darah?" tanya seseorang.
"Ada apa dengan Andhini, Din?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan (TAMAT)
Romance"Kata orang-orang, mendaki gunung adalah perjalanan untuk meninggalkan kesombongan diri." "Dengan mendaki gunung, kita akan mengerti siapa yang menjadi teman, siapa yang menjadi lawan. Karena, gunung tidak pernah mengajarkan kita untuk mempunyai dua...