.
.
.
"Ku kira kau tak mau datang" ujar Jeongin kegirangan saat melihat Felix datang menghampirinya di cafe untuk sekedar berbincang bersama.
"Seleramu bagus juga" puji Felix, ia duduk di sebrang Jeongin. Kali ini mereka berdua berada di salah satu cafe tepatnya di bagian balkon dari cafe tersebut.
Gaya minimalis dan tak begitu banyak hiasan yang di pajang cukup membuat balkon di lantai 3 dari cafe itu terlihat nyaman dan sejuk tentunya.
"Terimakasih" jawab Jeongin.
Pelayan datang sembari memberi daftar menu pada mereka berdua dan Jeongin memutuskan untuk menyamakan pesanannya dengan Felix karena ia juga bingung harus memakan apa.
"Fel, menurut mu aku baik tidak?" Jeongin memulai pembicaraan, mengalihkan atensi Felix yang sedari tadi asik memandang pemandangan di bawah mengamati lalu lalang kendaraan yang memenuhi jalan raya.
Felix mengendikkan bahunya, ia tak pandai menilai seseorang apalagi dengan orang yang baru di kenalnya sebab menurutnya wajah selalu kontras dengan kepribadian seseorang.
"Entahlah, aku tak bisa menyimpulkan sekarang" sahutnya kemudian.
"Kau benar, don't judge a book from the cover. Sebenarnya banyak sekali iblis kejam yang bersembunyi dalam diri manusia. You know what i mean?"
"Yeah, dan kau tau Jeongin? Aku pernah bertemu salah satu dari mereka"
Jeongin terkekeh pelan.
"Siapa? Temanmu?"
Gelengan ribut Felix berikan sebagai jawaban. Ia tak pernah mau menyebut Hyunjin sebagai temannya sampai kapanpun.
"Aku rasa tidak penting membahas nya, jadi coba ceritakan kehidupan mu saja bagaimana?" Celetuk Felix mengganti topik pembicaraan.
Hembusan napas panjang Jeongin keluarkan, ia meraih minumannya yang baru saja di antar oleh pelayan tadi.
"Yahh tidak ada yang menarik, orang tuaku berpisah saat umurku masih 10 tahun. Aku memilih untuk hidup dengan Eomma dan tahun lalu dia pergi karena sudah terlalu lama melawan penyakitnya" jelas Jeongin, ia tak mau bersedih hati sebab semua kejadian pahit dalam hidupnya berhasil ia lalui meskipun mengalami kesulitan.
"Oh maaf aku tak—"
"It's okay dia sudah tenang sekarang" potong Jeongin cepat.
"Di saat semua temanku melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, aku harus bekerja keras hanya untuk bertahan hidup di dunia kejam ini"
Felix mendengarkan secara seksama setidaknya kisah Jeongin sedikit membuatnya bersyukur.
"Oh ya, rencananya bulan depan aku akan pergi ke busan" lanjut Jeongin membuat Felix terkejut selama beberapa saat.
"Hah? Untuk apa?" Tanyanya penasaran.
Suara tawa Jeongin terdengar, pemuda itu menatap Felix dalam seraya tersenyum teduh.
"Kembali pulang. Aku tak mau berada di sini lebih lama lagi terlalu menyakitkan. Hampir semua tempat menyimpan kenangan yang tak bisa ku lupakan" ujarnya, ia tak mau pikirannya terbebani melihat tempat-tempat yang sering ia dan Hyunjin kunjungi saat mereka masih bersama. Lagipula sudah lama sekali ia tak pulang ke kampung halamannya tersebut.
Tiba-tiba saja Felix menjadi murung walaupun baru bertemu dengan Jeongin, ia sudah merasa nyaman dengan pemuda yang notabenenya lebih muda setahun darinya.
"Tapi Jeong—"
"Tidak usah sedih seperti itu aku pasti akan selalu mengabari mu" sanggah Jeongin kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate to love [Hyunlix]
FanfictionPerjodohan yang tak pernah Felix harapkan akan terjadi di hidupnya. Ketika ia terpaksa menikah dengan Hyunjin yang merupakan orang paling ia benci waktu mereka masih di bangku sekolah. Keduanya saling membenci satu sama lain. Apalagi Hyunjin, pria i...