12. Mencari Sang Ayah

42 12 0
                                    





<Happy reading>



(12)

"Mencari Sang Ayah"






"Nar!... dengarin gue dulu!" Sentak Pelita.

Sinar tidak menghiraukan, ia terus saja berjalan dengan Amarah yang bergemuruh hebat dalam hatinya.

Ia sungguh tidak terima di perlakukan seperti tadi apa lagi banyak yang nontoni dirinya disana.

Sinar malu? Jelas ia Malu.

Lentera mencengkal lengan Sinar dengan kuat hingga Sinar terhenti.

"Lepasin!"

"Kita ga nyalahin Lo Nar, plis deh jangan gini." ucap Lentera.

"Terus di lapangan tadi apa? Jelas jelas Lo nambah mempermalukan gue!"

"Okey gue salah, gue minta maaf sama Lo soal itu"

"Tapi asal Lo tau, gue bilang begitu biar Lo berhenti marah marah sebelum Bu Elevia datang dan memberi Lo skor atau bahkan bisa sampai di keluarin dari sekolahan ini!" 

"Benar Nar, apalagi tadi Lo mau ngajakin Rain ribut, coba aja Rain bergerak, udah mati Lo di tangan dia" seru Pelita.

Sinar terdiam memikirkan ucapan dua sahabatnya ini. Benarkah seperti itu?

"Ceweknya aja tuh alay!, rasanya tapi gue mukul tuh bola ga kencang amat dah."

"Ya gitu Nar, Rain itu pelindung Bulan, jadi ga salah jika ada yang mau nyakitin Bulan, Rain akan bertindak dan akan membalaskan sakit yang di rasakan Bulan dua kali lipat" jelas Lentera.

"Apa jangan-jangan Rain itu suka Bulan ya?" Ucap Pelita berpikir.

"Mungkin" Balas Lentera dengan ragu.

"Mungkin lah!... orang dia sampai begitu. Sangat jelas kan?"

Lentera dan pelita pun saling bertatapan akan ucapan Sinar.


(e•/•e)


"Apa rasa sakitnya masih terasa?" Tanya Rain, Bulan mengangguk.

"Masih sakit ka, berdenyut."

Rain memeluk tubuh Bulan dengan mengelus pelan kepala cewek itu, ia merasa gagal sekarang jika Bulan merasakan sakit atau bahkan terluka.

"Maaf" lirih Rain semakin memperkuat pelukannya.

"Kaka kenapa minta maaf? Kaka ga salah" Bulan melepas pelukan Rain dengan menatap wajah cowok itu.

"Kaka jangan merasa bersalah seperti ini, aku baik baik aja, sungguh" Bulan tersenyum lebar, sebagai bentuk bahwa dirinya itu memang lah baik-baik saja lagi pun ia hanya terkena bola, tidak akan membuatnya geger otak juga kan.?

(e•/•e)

2 Minggu berlalu.

Akhir-akhir ini Sinar lebih suka diam di dalam kelas, ia tidak mau mendapatkan masalah di luar.

Ribet soalnya.

Belum lagi jika mengingat dirinya yang ingin berkelahi dengan Rain. Itu sungguh membuat emosi-nya naik turun di buat cowok itu.

Memilih untuk bodo amatan sekarang, itu lah dirinya, dengan begitu masalah tidak akan datang.

Tapi jika melakukan fisik, sungguh Sinar tidak akan tinggal diam. Untuk mental si sinar tidak peduli karna perasaannya yang sekeras batu.

Saat pelajaran dimulai, Sinar di buat ingin pipis sekarang.

Rasanya menyiksa jika menahan seperti ini, sungguh tidak nyaman.

"Bu, saya ijin ke toilet." setelah mengatakan itu sinar langsung bangkit dari kursinya sembari berlari kecil sebelum sang guru itu menjawab.

Bersamaan dengan Bulan, mereka bertemu di arah yang berlawanan. Yaitu menuju pintu toilet yang sama.

Sinar terhenti bersamaan dengan Bulan, mereka saling bertatapan, tapi tatapan Bulan terlihat takut padany

"Kalo gue langsung terobos, apa ini bisa di katakan gue lagi cari masalah?"

"Tapi kan lebih duluan gue, bodo lah, gue udah kebelet banget ini!"

"Eh Lo! Menjauh 3 meter dari pintu, gue duluan, habis itu elo!" ucap Sinar kenapa ia malah seperti takut pada Bulan?

Tanpa persetujuan, Bulan pergi begitu saja dengan raut yang tidak bisa di artikan.

"Lah, kejauhan itu!" Teriak sinar dengan heran.

Bulan benar-benar pergi sangat jauh, bahkan tubuhnya menghilang dari balik tembok.

"Dia kenapa? Gue kan cuma suruh 3 meter bukan menyuruh pergi."

"Apa jangan-jangan dia mau ngadu sama benteng nya lagi?"

"Wah gawat nih, niat ga ada mau mencari masalah, jadi malah seperti ini"

"Ah bodo lah" dengan tergesa Sinar masuk kedalam toilet karna merasakan gesakan yang ingin di keluarkan sekarang juga.


(e•/•e)


Sepulang dari sekolah Sinar tidak langsung pulang ke apartemen-nya, melainkan ia akan menjalankan misinya yang ia buat dari jauh jauh hari.

Yaitu mencari sang ayah.

Cukup sudah bersenang-senang nya karna tabungannya mulai menipis, apalagi waktu 1 minggu yang lalu, ia sangat banyak memakai duit hanya untuk bersenang-senang dengan dua sahabatnya itu.

"Harus mulai dari mana nih?" Ucap sinar Bingung sendiri.

"Ga ada petunjuk!" Rasanya sinar ingin menangis sekarang, tersadar jika ia tidak memiliki petunjuk satupun mengenai sang ayah.

"Apa harus gue masuk tv dulu buat ngumumin, kalo gue ini anak CEO yang sedang mencari ayahnya disini?... Ya kalikan? Ga nyambung!"

Melihat sebuah cafe di sebrang sana membuat sinar jadi merasakan lapar, apalagi aroma nya tercium masuk ke dalam hidungnya.

Tanpa menunggu Sinar pun melangkah menuju cafe tersebut untuk mengisi perutnya yang terasa lapar.

Hingga menjelang malam pun Sinar menyudahi pencariannya tentang sang ayah, hanya berujung sia-sia karna ia yang tidak memiliki sedikit pun petunjuk mengenai sang ayah.

Sinar memilih pulang saja, semua badannya terasa begitu capek, apalagi kakinya yang terasa pegel karna ia yang berjalan berjam-jam tanpa henti kesana kemari tidak jelas.



(e-e)


Jadi dari tadi sinar itu ngapain aja?🤔

Hanya berjalan-jalan dengan mencari tau di internet tentang seorang CEO.

Gaje? Udah pasti😁


Lanjut part 13

Garis Takdir (Sinar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang