08

488 52 3
                                    

Hanbin panik. Dia ingat malam itu di depan rumah Zhang Hao hanya bisa berteriak tidak jelas.

Hanbin tidak takut terhadap hubungan sesama jenis. Ingat, dia bahkan bersahabat dengan Gyuvin yang pernah berpacaran bersama perempuan maupun laki-laki. Hanbin panik karena dia gugup dan tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak pernah mengalami hal-hal romansa.

Dia bahkan belum yakin dengan dirinya sendiri. Terlalu lama hanya menjadi penonton kisah asmara Gyuvin membuatnya sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana jika dirinya yang mengalami langsung.

"Kalau begitu kenapa gak coba?"

"Sekedar coba? bukannya itu jahat ... " jawab Hanbin.

Gyuvin menghela napas. "Kak, ingat waktu lo agak uring-uringan ketika kak Zhang Hao gak pernah lagi nitipin barang ke lo? Gue rasa itu titik awalnya."

Hanbin memberi lirikan horor setelah pernyataan itu keluar dari mulut Gyuvin. "Saat itu ... gue cuma kepikiran, penasaran."

"Memangnya kenapa mesti kepikiran?"

"Vin, dia awalnya naksir sama lo."

Gyuvin tampak hilang kesabaran. "Menurut gue, suatu saat lo mesti tanya sama kak Zhang Hao alasan sebenarnya dia menitipkan barang-barang itu. Kebiasaan lo berspekulasi tanpa memikirkan faktanya."

"Apa lagi yang bisa gue simpulkan, sih. Bertahun-tahun berhadapan dengan para pengagum lo yang selalu menitipkan hadiah melalui gue. Lo berharap gue berasumsi apa selain mereka naksir lo?"

Lagipula, sebelum segalanya seperti sekarang, interaksi Hanbin dan Zhang Hao biasa saja, layaknya kenalan yang meminta dan memberi bantuan perihal menitipkan barang. Sebelumnya Hanbin juga pernah menjadi dekat dengan pengagum Gyuvin di SMP setelah beberapa kali dititipkan barang, maka wajar dengan Zhang Hao hanya akan Hanbin anggap seperti pengagum sebelumnya.

"Kenapa gak mau coba berpikir dan menerima kalau kemungkinan kak Zhang Hao naksir lo?" tanya Gyuvin.

Hanbin semakin merinding. "Gue gak mau kegeeran, ya."

"Dia perhatian sama lo, kak. Menitipkan hadiah buat gue tapi dia juga ngasih lo sesuatu, kan. Gue gak lupa waktu itu."

Sebuah notifikasi dari ponsel Hanbin menjeda obrolan mereka.

Zhang Hao
Siang, Hanbin
Tentang kejadian semalam, sekarang lo gak papa?

You
Gue oke, kok
Ada apa?

Zhang Hao
Gue cuma nanya aja krn khawatir jg
Pr nya gimana? Sudah selesai

You
Sudah, amann
Thanks udah nanyain

"Denial mulu tapi nyaman banget chat nya." Celetuk Gyuvin di samping Hanbin.

"Lo diam, gak usah banyak komentar."

"Lo tahu gak sih kak kalau sering dicie-cie in, seseorang bisa suka beneran."

Hanbin mencubit lengan Gyuvin. "Belum lo cie-cie in aja udah bikin gue pusing Gyuvinn. Ini semua gara-gara lo."

Bunyi notifikasi ponsel Hanbin lagi-lagi menjeda aktivitas dua sejoli itu.

Zhang Hao
Anyway
Besok mau berangkat sekolah bareng? Gue bisa jemput

"HUUUAAAAA!" teriak Hanbin, kemudian refleks melempar ponselnya ke ranjang.

"Kenapa sih? Ngagetin." Gyuvin beranjak mengambil ponsel Hanbin, matanya melebar membaca pesan dari subjek yang sedang mereka bicarakan. "Wow ... kak Zhang Hao bisa seberani ini."

Him | HaoBin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang