"Kamu udah suka aku belum?"
Hanbin mengedarkan pandangan, pada apapun selain Zhang Hao yang masih terus menatapnya. Ramen milik lelaki itu bahkan diabaikan, atau mungkin memang sudah habis.
Sejak mereka duduk di sini, Hanbin merasakan ketegangan. Apapun yang dikatakan Zhang Hao, bukan seperti dirinya di awal mereka mengenal. Namun tetap saja ketika respon yang Hanbin berikan tampak rancu, Zhang Hao tidak bisa menyembunyikan gugup dan kecewanya, seolah di matanya, Hanbin menghindari pertanyaan terakhirnya.
Helaan nafas berasal dari Zhang Hao, membuat Hanbin mendongak. "Lupain aja. Sorry, mungkin pertanyaan gue terlalu cepat." Wajahnya merah sampai ke telinga.
"Gak." Hanbin mencegah, khawatir dia akan melepaskan Zhang Hao. "Bukannya gue gak suka sama lo, gak ada yang salah dari pertanyaan itu ... "
Selanjutnya hanya keheningan mengisi relung mereka. Zhang Hao memperhatikan apapun yang selanjutnya akan Hanbin katakan. "Tolong ... tunggu gue." Kali ini Hanbin memberanikan diri menatap, agar lelaki itu percaya bahwa ia serius dengan ucapannya.
Zhang Hao menjilat bibir, ada senyum di wajahnya yang nampak ditahan. Mengedarkan pandangan ke sekitar agak menghindari mata Hanbin untuk sementara, seolah masih mencoba menyadarkan dirinya sendiri bahwa apa yang dikatakan Hanbin ialah nyata. Wajahnya senang dan Hanbin merasakan kehangatan merengkuh dadanya.
Anggukan Zhang Hao beri dengan senyum yang sama sekali tidak turun dari wajahnya. Dia tidak berkata apapun, namun bahasa nonverbalnya menunjukkan bahwa dia bersedia.
"Gue punya seluruh waktu buat lo."
Hanbin ingin meminta Zhang Hao untuk diam daripada bicara hal-hal yang memberi efek kejut bagi jantungnya. Tidak ingin tampak semakin salah tingkah, Hanbin berniat mengganti topik obrolan mereka, namun dirinya juga lupa kebiasaannya memutuskan hal secara impulsif sering terjadi ketika ia sedang gugup.
"Mau mampir ke rumah?" ajak Hanbin. Asal bunyi dan dia tidak sempat menarik ucapannya ketika Zhang Hao mengangguk perlahan, wajahnya bingung dan merah.
***
Hanbin membuka pintu depan dengan kuncinya. Di dalam rumah tampak sepi, tidak ada entitas apapun. Zhang Hao mengikuti di belakangnya, seperti anak ayam.
"Langsung duduk aja." Hanbin mempersilahkan pemuda Zhang di ruang tamu. "Mau air putih atau minuman manis?"
"Manis boleh."
Rumah Hanbin luas, bernuansa biru langit. Tidak begitu penuh dengan perabotan. Sedikit masuk ke dalam dari tempatnya duduk di ruang tamu, Zhang Hao dapat melihat sepetak ruangan tanpa sofa dengan televisi dan karpet bulu yang tampak lembut. Melirik ke sekitar, ada satu bingkai foto di samping anak tangga. Terlihat potret Hanbin dan kedua orang tuanya, juga ada lelaki lain, tampak lebih tua, kemungkinan saudara Hanbin.
Zhang Hao belum mengetahui tentang Hanbin dan keluarganya. Dia menunggu waktu yang tepat dan ketika mereka telah ke tahap lebih dekat, dirinya akan menggunakan kesempatan itu untuk mencari tahu. Namun hanya tidak menyangka kesempatan itu datang secepat ini, dari tawaran Hanbin sendiri.
Hanbin kembali membawa nampan dengan gelas di atasnya. Duduk di samping Zhang Hao sembari meletakkan gelas pada meja di hadapan mereka. "Suka sirup jeruk?"
Zhang Hao mengangguk, "Gue gak pemilih." Meraih gelas dan meneguk minuman itu. Tersenyum saat tenggorokannya dingin dan segar. "Sendirian di rumah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Him | HaoBin ✔
FanfictionTidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Hanbin untuk menjalin hubungan non-platonik di masa remajanya. Apalagi jika berteman dengan Gyuvin yang tebar pesona sana sini, Hanbin hanya selalu menjadi penonton kisah asmara sahabatnya yang tidak serius. ...