"Vin, sekarang udah jarang banget ada yang nitip hadiah buat lo." Kata Hanbin, di tengah kegiatannya mendribble bola basket. "Gue rasa itu sejak lo dekat sama Ricky."
Gyuvin yang berdiri bersandar pada tiang ring basket hanya tersenyum, tangannya bersedekap dada.
"Kenapa ketawa sendiri?" Hanbin melempar bola basket kepada yang lebih muda, namun berhasil ditangkap dengan cekatan.
"Gue udah resmi sama Ricky." Ucap Gyuvin, bola basket di tangannya sedikit digoyang-goyangkan.
Mendengar pernyataan itu, Hanbin ikut senang walau sebenarnya dia memang memprediksi bahwa sahabatnya itu akan berakhir bersama sang selebriti rambut pirang.
"Kapan?"
Gyuvin tidak bisa menyembunyikan senyumnya meskipun sengaja ditahan. Wajahnya tampak mempertimbangkan haruskah menjawab pertanyaan Hanbin atau tidak. "Last night."
"Oh ... " gumam Hanbin. Memperhatikan Gyuvin yang mulai bergerak, mendribble bola basket sembari berjalan cepat ke depan kemudian berputar dan melemparkan bola ke arah ring untuk mendapatkan hasil bahwa benda bundar berwarna oranye itu meleset. Namun Gyuvin tidak terlena, lemparannya gagal tetapi wajahnya sumringah.
Hanbin yang tahu betul penyebab lelaki itu penuh senyum hanya mencibir geli. "Selamat ya. Gue udah lama gak lihat lo senyum-senyum salah tingkah begitu. Awas aja masih sok tebar pesona."
"Iyaa, kak Hanbinkuuu~"
Tiba-tiba Hanbin juga sumringah mengingat sebuah fakta baru. "Itu artinya gue gak perlu jadi perantara lagi."
Senyum Gyuvin turun. Biasanya dia akan senang dengan godaan dari Hanbin mengenai dirinya dan penggemarnya, namun kali ini dia agak setuju dan bersyukur terhadap apa yang Hanbin katakan.
"Wahh ... lo benar-benar harus langgeng sama Ricky, ya Vin."
"Doain aja."
"Terus gimana? Basket lo aman?" Hanbin mengganti topik obrolan saat matanya mengikuti gerakan tangan Gyuvin memutar bola basket di atas ujung jarinya.
"Kenapa nanyanya gitu?"
Hanbi mengedikkan bahu, "Gue udah jarang nonton lo latihan basket sepulang sekolah. Sudah gak butuh gue yaa~ ada orang lain yang spesial," bergerak maju kemudian menyenggol lengan Gyuvin.
"Buset, kak, iyaaa. Gue sama Ricky kan satu tim, kita latihan setiap pulang sekolah."
"Pantas sudah pacaran, pendekatannya lancar lewat basket."
"Kenapa? Lo mau belajar dari gue?"
Memutar bola matanya, Hanbin tidak memberi tanggapan. Ia mengambil botol minumnya yang tergeletak di bangku pinggir lapangan, hendak kembali ke kelas sembari diikuti Gyuvin yang masih kekeh.
"Jadi, gimana perkembangan dengan kak Zhang Hao?" tanya yang lebih muda. Tidak sulit mengimbangi langkah Hanbin dengan kakinya yang panjang.
Hanbin menghela napas dan berhenti. "Dia luar biasa."
Gyuvin bersiul menggoda, "Wow ... lo butuh tips dari gue?"
"Gak. Menjauh sana, gue mau balik ke kelas."
"Okee, kapanpun butuh telepon aja, selalu gue angkat, kok." Gyuvin memberikan jempolnya, menunjukkan bahwa dia bisa dipercaya, "tapi kalau lagi sama Ricky ya teleponnya dipending dulu."
***
Tangannya memegang pena, dengan buku tulis terbuka, di samping buku pelajaran tebal yang menampilkan soal-soal yang menjadi objek utama tugas Hanbin. Duduk di hadapan meja belajar, meskipun dengan alat dan perlengkapan yang telah siap, tidak membuat Hanbin langsung menyelesaikan pr nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him | HaoBin ✔
FanficTidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Hanbin untuk menjalin hubungan non-platonik di masa remajanya. Apalagi jika berteman dengan Gyuvin yang tebar pesona sana sini, Hanbin hanya selalu menjadi penonton kisah asmara sahabatnya yang tidak serius. ...