Kasyaira Maharani.
Kasyaira bukan tipe manusia yang suka ikut campur urusan orang lain. Katanya, buang-buang waktu sekali, hidupnya saja sudah repot, untuk apa mengurusi hidup manusia lainnya. Sialnya ia hidup bersama manusia-manusia yang suka sekali mencampuri hidup orang lain. Tentu, siapa lagi kalau bukan teman-temannya sendiri? Jangan tanyakan bagaimana mental Kasyaira, terimakasih.
Bukan tipe yang menunjukkan kasih sayang secara terang-terangan, namun peduli tanpa harus dunia tau. Bukan tipe yang bisa di ajak bermanis-manisan juga, catat!
Tapi, walau sebenarnya Kasyaira itu orang waras, pernah dengar pepatah kalau batu yang terkena air terus-menerus bisa berlubang, 'kan? Meski benci mengakui, tapi puan berambut pendek tersebut nyatanya sudah terkontaminasi.
Ya, mau bagaimana lagi, satu banding lima 'kan tidak setimpal, dong!
Baiklah, mari lanjut membahas mengenai dirinya. Satu manusia lainnya yang suka menghitung, Kasyaira mengambil jurusan akuntansi. Tentunya, bersyukur juga di berkahi otak nan pandai menghitung uang, namun ia bukan tipe yang perhitungan, ya! Tolong di ingat.
Berbekal ilmu memasak karna dahulu pernah ikut les dalam bidang tersebut, Kasyaira jelas menyombong mengenai betapa mahirnya ia memasak. Pagi ini anak pertama yang memang sudah tertanam jiwa seorang kakak itu rampung memasak nasi goreng untuk semua orang. Tolong apresiasi saja apapun masakannya.
Menata piring sebelum menarik nafas. "LAVANYAA! CEPETAN TURUN, KATANYA LO KE KAMPUS LEBIH PAGI?!"
Lavanya menuruni tangga dengan grasak grusuk sekali, Kasyaira geleng-geleng kepala. "Hati-hati, lo jatoh siapa yang repot, ha?"
"Iya-iya elah, nanti lo pada yang repot, saking sedihnya kalo gue kenapa-napa. Makasih." Balasnya sambil duduk, kemudian membalikkan piring guna mengambil nasi.
Kasyaira merotasikan bola mata. "Masih pagi banget, gue gak mau muntahin isi perut."
Lavanya tak akan membalas, kalau tidak ingin energinya habis duluan sebelum sampai di kampus.
Yeah, mereka berdua memang suka berdebat dan jarang menunjukkan kasih sayang pada satu sama lain. Alasannya? Entah, mungkin karna sama-sama gengsi. Seperti kamu dan gebetanmu, hehe.
Usai membuat Lavanya menandaskan nasi goreng dan melambaikan tangan sebagai salam perpisahan, Kasyaira masuk ke dalam rumah setelah menutup pintu. Ini masih jam tujuh lebih tiga menit, dan ia hanya ada kelas jam tiga sore nanti. Jadilah ia kembali masuk ke dalam kamarnya, yang lain juga sepertinya belum ada yang bangun karna tidur lagi sehabis subuhan, namun sang gadis yang salah lihat atau ia memang benar-benar melihat Tavisha sedang memasukan kepala ke dalam freezer kulkas, sih? Entahlah, ia tetap melanjutkan langkah menuju kamarnya.
Puan itu menghempaskan diri ke atas ranjang, sejenak bingung harus melakukan apa, setelahnya meraih ponsel dengan lookscreen wajah Renjun dan membuka game. Hey, jangan salah, Kasyaira jago bermain game tembak-tembakan, lho. Dan partner terbaiknya adalah Tavisha, dua manusia itu bisa saja lupa dunia kalau sudah bermain game bersama, dan jelas Lavanya harus meneriakkan mereka barulah mereka berhenti.
"Invite siapa, ya?" bibirnya kemudian tertarik kala membaca username seseorang, aktif sekitar tujuh jam yang lalu, berarti orang itu terakhir bermain jam satu dini hari. "Masih tidur kali ya, dia? Gue main solo aja, deh."
Game di mulai, tidak mau sombong tapi Kasyaira memang jago bermain. Dua kali bermain tanpa teman, ia tetap menang-menang saja, tuh. Tapi lama-lama ia mulai bosan, baru saja hendak keluar dari game, seseorang mengajaknya bergabung, diam-diam bersorak dan menyetujui ajakan orang tersebut.
"Pagi-pagi udah main aja, nih." Orang itu menyalakan micnya untuk menyapa.
Kasyaira ikut menyalakan mic, ia terkekeh. "Iya, nih. Gabut soalnya. Oh iya, bukannya terakhir main jam satu, ya? Pagi-pagi kok udah main lagi sih, Dhaf?"
Terdengar suara tawa dari seberang, Dhafian tertawa ringan. "Gak tau, kak. Arahan hati kayaknya."
Waduh!
©️woopy_mom
KAMU SEDANG MEMBACA
home, est 2018.
Teen Fiction"Persahabatan yang di landasi kasih Tuhan, akan menumbuhkan iman dan juga karakter." - homies, 2018.