Bagian Empat.

10 3 0
                                    

Falisha Anasera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Falisha Anasera.

Arti hidup bagi Anasera adalah tentang menikmati dan menghargai, mendengarkan, melihat, serta memahami. Gadis itu suka memberikan nasihat dan sangat terbuka untuk di ajak berbicara serius mengenai perasaan. Orang bilang, ia pandai menenangkan. Anasera cukup bersyukur untuk itu. Barangkali, itu juga salah satu alasan mengapa ia mengambil jurusan psikologi.

Sekarang baru pukul delapan kurang, dan Anasera sudah terbangun akibat pertarungan sengit antara Tavisha dan Kaylasha. Huh, semoga Tuhan mengampuni dosa mereka dan di tempatkan pada tempat yang baik. Aamiin.

Tapi, ada baiknya juga ia sudah bangun karna hari ini Anasera punya banyak jadwal. Seusai membersihkan diri, ia duuk di depan cermin sambil mengepang rambut panjangnya, tak lupa di temani lagu.

Asahi x Haruto – Thank you.

Salah satu lagu favorit sang puan pencinta warna biru itu, karna liriknya dalam sekali.

Selesai mengepang rambut, ia mulai memasukkan banyak barang ke dalam tas berwarna biru laut, yang di belikan oleh Lavanya saat ulang tahunnya tahun kemarin. Yang terakhir masuk adalah airpods, sambil menutup tas, kakinya melangkah menuju ruang makan, baru saja hendak membalikkan piring, suara Arneyva menginterupsi dari belakang. "Kata Aira lo sarapan di luar aja, atau kalo lo mau ya, masak mie atau masak apa gitu, tadi abis sama Kayla yang abis bertarung soalnya." Katanya dan Anasera mencebik. "Monyet, mereka yang ribut, gue yang di rugikan, tai!" makinya kesal.

Arneyva tertawa. "Sabar, orang sabar jodohnya Arsena lho, AHAHAHAHA–IYA IYAAA MAAP JANGAN NGANGKAT PIRING!" lalu berlari entah kemana.

"Semua orang di dunia ini memang seperti monyet–kecuali jeongwoo." Gumamnya, menarik nafas panjang lalu melirik jam di pergelangan tangan, jam setengah sembilan, dan ia ada kelas jam setengah sepuluh. "Beli bubur ayam aja kali ya di depan? Iya, deh." Meninggalkan tas di kursi, kakinya pun meninggalkan ruang makan.

Berdiri di depan gerbang, sesekali juga menyapa ibu-ibu yang lewat, ia refleks membayangkan. "Kayaknya gue sama yang lain kalo tua juga bakal kayak gitu, deh." Dan berhenti membayangkan masa tua ketika melihat tukang bubur ayam.

Sembari menunggu buburnya di buat, gadis yang suka sekali menulis dan merangkai kata itu membuka ponsel, di ponselnya tidak ada pesan dari siapapun yang akan membawa afeksi menyenangkan seperti Tavisha, sih. Huft, terakhir kali Anasera merasakannya untuk sejenak, tapi setelahnya ia justru seperti di dorong ke dalam jurang.

Apa ada perasaan yang lebih menyakitkan, daripada di paksa melepaskan orang yang sebenarnya tak mau Anasera lepaskan?

Entahlah, Anasera enggan membahasnya lebih dalam, lagi.

"Neng, ini buburnya."

Lamunannya buyar, puan itu menerima sebungkus bubur ayam sambil menyerahkan uang. "Oh, iya mang. Kembaliannya ambil aja, makasih, ya." Sang penjual juga mengucapkan terimakasih lalu menghilang di belokan, dan Anasera kembali masuk.

Sebelum mulai makan, Anasera mengaduk buburnya. Maaf, Anasera tim bubur di aduk, sejujurnya gadis itu masih bertanya-tanya, apa enaknya bubur tidak di aduk? Pernah mencoba sekali, dan ia tak mau lagi, apa-apaan, rasanya bahkan tidak merata.

Anasera yakin sekali kalau ia tidak akan bersedih atau bahkan menangis pada waktu sepagi ini, namun mengapa chat dari temannya sukses menggagalkan seluruh niatnya?

Sesil

|Ra
|Emg lo udah gak deket sama Arsena lagi?

Anasera bahkan bingung, memangnya ia dan Arsena begitu saling mengenal sampai bisa di sebut dekat?

Sial.

©️woopy_mom

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©️woopy_mom

home, est 2018.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang