|27 • Sekawan

51 30 36
                                    

Pagi ini sebelum berangkat ke sekolah, Zayn seperti biasa mulai menyalakan mesin motor dan akan berangkat sendiri tanpa ada orang yang menemani.

"Zayn udah mau berangkat, Nak?"

Dirja bertanya yang kebetulan hari ini kantor sedang libur. Sesekali pria itu menghirup napas pagi-pagi di halaman rumah setelah sekian lama.

Zayn menoleh. "Iya, Om, ini bentar lagi, saya mau manasin motor dulu," balasnya. Dirja mengangguk, meletakkan secangkir teh hangat di atas meja.

Setelah cukup memanaskan mesin otomotif itu, Zayn berbalik menghampiri Dirja di sana.

"Zayn, berangkat dulu ya, Om."

"Sudah pamitan sama Marin?" tanya Dirja saat Zayn melepaskan tangan.

"Sudah, tadi sebelum ke sini saya udah pamitan. Kata Tante Marin berangkatnya nanti sama Syila."

Dirja mangut-mangut, menyesap teh hangat sedikit.

"Duluan ya, Om," ujar Zayn dengan tersenyum.

"Iya, Nak. Hati-hati di jalan."

Zayn memberikan satu jempol ke arahnya, dia sudah siap untuk melajukan motor ke bahu jalanan. Dirja menatap lama, hingga motor keluar dari halaman an hilang dari pandangan.

Tidak membutuhkan waktu yang begitu lama, Zayn telah sampai ke sekolahan. Motornya seperti biasa di letakkan di parkiran yang ada.

"Oi, Nal!" panggil Zayn setelah melepas helm yang terpasang.

Nalha yang mendapati dirinya dipanggil, segera menoleh. "Oi, bro. Pagi!"

Nalha mencabut kunci motor segera dan menghampiri Zayn di ujung. Zayn tersenyum, keduanya bertos ria sebagai sapaan.

"Hari ini gue agak seneng. Nanti pas istirahat, gue mau traktir ke kalian semua," ujar Nalha dengan riang. Wajah lelaki itu tampak berseri-seri di pagi hari.

Zayn menarik bibir terpaksa. "Nanti kita yang dikibulin lagi kaya kemarin, lo bilang mau traktir, tapi apa? Gue juga yang harus bayar."

Nalha menyengir. "Tapi gue udah ganti, kan? Pas itu dompet gue nggak kebawa. Hari ini beda, gue bawa dompetnya, no fake fake, deh, suer." Telunjuknya terangkat bergoyang ke kanan ke kiri.

"Gaya lo."

Keduanya tertawa bersahabat, melewati para siswi yang tengah berbisik-bisik, tapi mereka tidak mempedulikan. Keduanya menuju koridor kelas yang sudah cukup ramai.

Sudah menjadi ciri khas dari Zayn yang selalu mengenakan jaket hitam yang menutupi seragamnya ditambah lagi pagi ini style rambut laki-laki itu yang dibiarkan berantakan. Menambah aura ketampanannya terpancar hingga menyilaukan mata.

Zayn lantas duduk di kursi saat dirinya telah menginjakkan kaki di dalam kelas. Yang berbeda dari hari pertama masuk, Ragas sudah ada di sebelahnya berdiri sebal. Samping Ragas ada Bima, yang paling ujung ada Nalha yang duduk di sebelah Bima. Bangku belakang secara otomatis terisi oleh keempat lelaki itu. Ketiganya mengusir para penghuni kursi, dengan menyogok jajanan. Ada satu yang membuat ketiganya cukup sulit untuk dibicarakan.

Pemilik kursi sebelah, dari tempat duduk Zayn berada. Perempuan itu sangat bandel diberitahu, tetap tidak mau pindah walau disogok dengan jajanan maupun uang.

"Lia, lo pindah sana. Semuanya aja pada nurut ke kita-kita. Lo doang yang susah ini!" ujar Bima sedikit mendumel.

"Nggak mau! Lo aja sana yang pindah. Lagian kalian ngapain sih ngerombak kursi segala, gue udah di kursi ini sejak dulu," tegas perempuan itu, tidak mau kalah.

Senandika ZensiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang