|22 • Pertama Kalinya

24 13 0
                                    

Zayn memang berangkat terlebih dahulu dari Rasyil menggunakan motor sport hitam yang diberi Dirja yang katanya mengganti motor lama miliknya. Zayn sebagai pemilik pun tidak tahu bagaimana bentuk motornya dulu. Dia tidak ingat, tepatnya belum.

Lelaki berseragam putih abu yang terbalut oleh jaket hitam, mengendarai motornya di bahu jalanan yang cukup sepi.

Zayn harus melihat sebentar ke arah ponsel yang ada ditangan kiri, terbuka aplikasi maps di sana. Zayn tidak mengerti jalanan menuju SMA nya. Begitu bodohnya Zayn, berlagak mengajukan diri untuk naik motor, tapi tak mengerti arah. Tadinya ikut saja dengan Marin biar Rasyil yang naik taksi.

Motornya melipir ke pinggir jalan, menatap kembali ponsel. "Oh ... berarti habis ini belok ke kiri."

Motor sport kembali melaju dengan kecepatan normal. Seusai berbelok sesuai maps, ternyata ada pertigaan lagi, motornya melipir kembali, menatap ponsel. Beruntung jalanan masih sepi, hanya satu atau dua kendaraan yang lewat. Zayn bisa enak menghentikan motor sesukanya.

Zayn melakukan berulang-ulang dari melaju, melipir, melaju, lalu melipir lagi dan seterusnya.

"Nyari sekolah kayak nyari harta karun, serius mulu bawaannya," ujar Zayn kesal sebab tidak menemukan sekolahnya.

Setelah sekian lama menghentikan motor sebentar. Matanya melihat tulisan nama sekolah yang terpampang di depan.

"Nah, ketemu juga akhirnya."

Zayn menarik gas di tangan kanan, menyebrang ke bahu jalanan.

SMA N 1 GAJASA NUSANTARA

Sialnya, pagar sudah ditutup oleh penjaga. Zayn langsung melepas helm, turun dari motor, mendekati pak satpam sekolah, memohon-mohon.

"Pak, kenapa ditutup gerbangnya?" tanya Zayn basa-basi. Tangannya menggenggam besi-besi berjarak itu. Pak satpam tidak acuh, ia melanjutkan untuk menggembok pagar.

"Pak? Telinganya masih ada, kan?"

Mendadak tatapan sinis oleh pria paruh baya itu mengarah ke Zayn secepat kilat.

"Ya salahmu, Le! Lagian udah jam berapa ini," balas Pak Satpam dengan amarah sembari menunjuk jam yang tertempel di dinding pos.

"Kamu boleh masuk setelah jam pelajaran ke lima, baru kamu diizinkan untuk masuk ke dalam."

"Jam kelima, jadi saya harus nunggu sampai istirahat pertama dulu, Pak? Tolonglah, Pak, hari ini ... aja beri saya keringanan," ujar Zayn merapatkan kedua tangan.

"Pak, saya mohon baru telat lima menit doang, izinin saya buat masuk, ya."

"Nanti saya traktir apapun apa yang bapak mau. Saya janji." Zayn berucap lagi tapi Pak Satpam hanya diam.

"Pak saya mohon ..."

Pak Satpam tidak menggubris. Setelah gembok tergantung di pagar, terkunci. Pria paruh baya itu meninggalkan dirinya. Lebih memilih pergi ke tempat pos berjaga.

"Pak, saya mohon, Pak, izinin saya masuk."

Zayn kekeh untuk mengikuti Pak Satpam. Namun, tetap saja tidak dipedulikan. Ia menghembuskan napas kasar. Berbalik badan. Menyandarkannya di pagar. Menatap langit biru dengan mata lesu.

Selang berapa detik, Zayn melirik sejenak saat dirinya mendengar pembicaraan seseorang yang berada di belakang. Zayn hanya melihat sekilas Pak Satpam dengan satu pria di sana. Ia menatap kembali ke depan, arah jalanan kendaraan berlalu lalang.

"Pak, siapa anak laki-laki itu?" tanya pria berstelan pakaian—pegawai, mungkin salah satu guru dari sekolah.

"Dia anak yang terlambat hari ini, Pak."

Senandika ZensiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang