“Pak bukain dong pak! Saya cuma telat lima menit doang loh ini!” teriak Vani.
Tidak ada penjaga sekolah yang mau membukakan gerbang untuk Vani, tanggal sial seseorang memang tidak ada yang tahu. Ini baru hari pertama Vani menginjakan kaki di sekolah barunya, SMK Lima Sila tapi dia sudah menemui hari sialnya. Memang salah sendiri, Vani semalaman nonton Drama Korea hingga habis episode, Vani tertidur pukul satu subuh. Ditambah tadi pagi kedua orangtuanya sudah berangkat kerja.
Tangan seorang lelaki menggapi pergelangan tangan Vani, membuatnya sedikit terkaget tapi tak bisa mengucapkan apa-apa. Vani melihat nama yang terpasang di almamater yang digunakan lelaki ternyata bernama Satria. Almamaternya berwarna biru dongker, sudah dapat diketahui bahwa Satria merupakan anak akuntansi. Vani dibawa masuk melalui gerbang belakang sekolah, sepi tapi ada beberapa siswa siswi yang terlambat juga diam-diam masuk dari sana.
Sampailah keduanya di aula, banyak yang menatap Vani membuat Vani merasa bingung apa yang membuat dirinya ditatap oleh orang-orang seperti itu, tapi dirasa kebanyakan yang menatapnya adalah kakak kelasnya. Satria mengantar Vani ke sebuah barisan yang masih kosong bagian belakangnya. Keadaan mendadak canggung, Satria tak lepas menatap Vani dengan tatapan datar, merupakan ciri khas Satria menatap orang seperti itu.
“M-makasih kak,” kata Vani.
“Hm, jangan kasih tahu siapa-siapa lo bisa masuk di bantu gue, paham? Gue mau anter lo karna ga mau aja kerjaan gue nambah ribet,” bisik Satria dengan suaranya yang sangat pelan, membuat Vani merinding.
Vani menganggukkan kepalanya pelan, “I-iya kak, sekali lagi makasih kak,” jawabnya terbata.
Satria pergi meninggalkan Vani di barisan, cuaca hari ini cukup panas membuat Vani sedikit merasa pusing dengan matahari pagi ini. Vani mencari keberadaan teman SMPnya, tapi tidak ada satupun temannya yang masuk ke SMK tersebut. Vani menyesal, andai saja saat itu dia mengatakan kepada Ayahnya bahwa dia mau masuk ke SMA, mungkin dia tidak akan sendirian seperti sekarang, apalagi Vani tipe orang yang sulit beradaptasi dengan orang baru.
“Aduh, ga enak banget deh jadinya ditatap kayak gitu mulai tadi. Emang salah ya gue dianter Kak Satria?” gumam Vani.
“Hai? Lo kelompok Cicadas?” sapa seorang gadis kepada Vani.
Kebetulan sekali, Vani membutuhkan teman untuk bertanya. Kelihatannya gadis itu ramah, murah senyum juga. Gadis berambut sebahu itu mengulurkan tangannya, mengajak Vani berkenalan. Namanya Salma Calyta Wijaya, sama seperti Vani dia juga belum mendapat teman di hari pertama OSPEK ini. Rasanya seperti anak hilang yang tidak tahu arah pulang, Vani membalas uluran tangan Salma, keduanya mulai berkenalan.
“Kelas kelompok kita di mana ya? Lo tahu ga?” tanya Vani.
Salma tertawa pelan, “Justru itu gue juga tadi mau nanya, kirain lo tahu. Mana gue ketinggalan kakak pembimbing kita,” jelasnya.
“Gimana kalo kita cari bareng aja?” usul Vani, dan disetujui oleh Salma.
“By the way, lo dari SMP mana? Terus mau ambil jurusan apa?” Salma membuka percakapan agar suasana tidak canggung.
Vani mengembuskan napas perlahan. “Gue dari SMP Nusantara, niatnya sih mau ambil jurusan perkantoran aja. Lo sendiri gimana?”
“Gue dari SMP BPK Penabur, soal jurusan gue sama kayak lo si. Semoga kita sekelas deh, asli gue susah banget buat nyari temen. Mana kakak kelasnya tadi pada julid,” ungkap Salma. “Dan denger-denger si katanya kakak kelas kita angkatan biru, katanya bahaya kalo berurusan sama mereka,” jelasnya.
Tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Salma, langkah Vani berhenti sejenak. Dia memposisikan tubuhnya supaya berhadapan dengan Salma, tentang sistem angkatan biru, dan angkatan merah memang Vani sudah tahu dari teman-temannya ketika SMP tapi dia tidak mengerti apa yang dimaksud berbahaya oleh Salma. Vani mengerutkan keningnya, menatap Salma seolah meminta penjelasan dari gadis itu.
“B-boleh jelasin ga maksudnya bahaya itu apa?” Vani menaikkan sebelah alisnya.
“Bahaya yang dimaksud itu mereka suka ngancem, mereka juga suka pake kekerasan. Dan yang lebih parahnya kalo udah sekali buat masalah sama mereka, hidup lo ga akan pernah tenang,” papar Salma.
***
Akibat perkataan Salma pagi tadi, setiap berpapasan dengan kakak kelasnya membuat Vani selalu kepikiran. Bukan karena takut, tapi karena Vani belum paham dengan maksud kekerasan yang dilakukan angkatan Biru. Bagi Vani selagi dia tidak bersalah maka dia tak akan takut melawan kakak kelasnya, mungkin memang untuk sekarang Vani tidak akan takut tapi entah ke depannya apakah dia tetap akan seperti itu atau berubah.
Sekarang anak kelas sepuluh sedang dikumpulkan di lapangan untuk menonton acara demo ekskul, Vani menyaksikannya dengan seksama, dia tertarik ketika melihat ekskul bela diri. Menurutnya jika dia bergabung ekskul itu pasti bisa lebih menjaga dirinya, perlu dibuktikan bahwa perempuan bukanlah manusia lemah. Vani tidak sendirian, dia bersama Salma dan satu teman barunya lagi, yaitu Vania Fenameliza.
Ketiganya memang baru kenal, tapi sudah terlihat sangat akrab. Ekskul yang ditampilkan cukup banyak, ditambah hari semakin siang membuat keringat bercucuran di kening hingga leher para murid. Vani mulai merasa bosan, dia mengambil kaca yang ditaruh di saku roknya kemudian berkaca, mengekspresikan wajahnya dengan senyuman di kaca kecil berwarna biru itu. Ternyata sejak tadi ada anggota OSIS yang memperhatikannya.
“Siniin kaca lo.” Seorang gadis merampas kaca yang sedang dipegang Vani secara paksa.
“Kak, ih tapi itu cuma kaca. Masa dirampas si kak? Itu bukan hp loh kak,” protes Vani.
Katty Ananda Alexander namanya, wakil ketua OSIS yang dikenal tegas oleh anak-anak SMK Lima Sila, sorot matanya tajam, suaranya cukup keras, banyak anak-anak mengira bahwa dia galak, padahal itu bentuk sifat tegas. Katty tak menerima protes dari Vani, dia memasukkan kaca milik Vani ke saku almamaternya. Biasanya barang sitaan yang didapat akan dikumpulkan di ruang OSIS, setelah itu diberikan pada guru.
Hari pertama OSPEK membuat Vani bete, ada saja hal yang membuatnya sial. Vani melangkahkan kakinya ke kelas bersama kedua temannya dengan tidak bersemangat sama sekali, padahal sebentar lagi jam pulang akan tiba. Vani duduk di bangkunya dengan wajah lesu, sementara kedua temannya hanya bisa saling memandang satu sama lain menunggu Vani tidak bete lagi. Kaca yang dirampas oleh OSIS tadi merupakan kaca kenang-kenangan dari sahabatnya ketika SMP dulu.
“Sial banget deh gue hari pertama OSPEK ini,” keluh Vani.
“Ya mau gimana lagi, Van. Kenapa lo juga pake acara keluarin kaca segala? Udah tahu lagi di lapangan,” omel Nia.
Vani memanyunkan bibirnya. “Tau deh ah, semoga besok bukan tanggal sial gue lagi. Belum apa-apa udah ada masalah aja, gimana ke depannya coba?”
“Ke depannya ya gimana nanti aja, jangan mikirin itu dulu. Pikirin barang bawaan buat besok, gimana kita bahas ini di rumah gue aja? Biar kita tahu apa aja barang bawaannya,” saran Salma.
“Oke setuju, gimana lo Van?” Nia menaikkan sebelah alisnya, menatap Vani.
“Iya boleh,” jawab Vani seadanya.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Merah [E N D I N G]
Подростковая литератураAngkatan merah, dikenal sebagai angkatan yang mudah sekali ditindas, sementara angkatan biru dikenal sebagai angkatan pelaku penindasan tersebut. Bagaimana jika kamu ditempatkan di angkatan merah? Apa yang akan kamu lakukan? Membalas penindasan ters...