Kehadiran Genta mengagetkan Satria, pasalnya Satria tidak tahu sejak kapan Genta ada di sebelahnya. Lelaki itu memegang ponsel, ponsel di tangannya dia acungkan ke udara. Di sana berisi video kedekatan Satria, dan Vani.
Namun, Satria tak akan dengan mudahnya tersulut emosi karena akan membuang-buang tenaganya saja.
Dingin, begitulah raut wajah Satria melihat tamu tak diundang. Ketika dia hendak meninggalkan Café, Genta segera menahan lengannya seperti menantang Satria. Sebagai manusia memang kita mempunyai batas kesabaran, tapi tak mungkin juga terus-menerus kita bersabar menghadapi orang menyebalkan.Tangan Genta yang berada di lengan Satria dihempas oleh Satria cukup kuat, membuat lelaki itu hampir saja kehilanga keseimbangannya. Langkah Satria semakin cepat meninggalkan area keramaian, sampai akhirnya dia sengaja mengarah ke sebuah tempat yang sepi. Jalannya berubah menjadi mundur, dengan kedua tangan dilipat di depan dada.
Merasa ditantang oleh Satria, Genta melayangkan satu tinjuan di wajah Satria, tapi Satria seperti tak merasakan sakit sama sekali, justru dia membalas perbuatan Genta dengan memberikan pelajaran yang lebih dari perbuatan yang baru saja Genta lakukan padanya. Kerah baju Genta ditarik oleh Satria dengan kasar, Genta sudah lemah saat ini.
Berbeda dengan Satria, ketika aksi perkelahian itu terjadi dia sengaja tidak menghabiskan tenaganya supaya bisa menghabisi Genta diakhir. Tidak ada orang yang melihat kejadian itu, sehingga sulit untuk menghentikan aksi perkelahian jika bukan Satria yang sadar hari sudah mulai malam.
Lagipula dia takut ada orang yang melihatnya di sana, sehingga akan tersebar kabar tentang itu di sekolah.“Ga usah ngerasa sok jago, Genta. Lo ketos seharusnya lo kasih contoh yang baik buat anak-anak di sekolah,” bisik Satria. “Dan jangan nyesel ya, kalo lo bakalan kehilangan sesuatu yang paling berharga di hidup lo,” ancamnya.
Pikiran Genta sekarang dipenuhi tentang Nichole, karena di hidupnya yang paling berharga hanyalah Nichole. Ancaman yang Satria berikan bukanlah ancaman sungguhan, melainkan supaya Genta sadar bahwa perbuatannya selama ini sangat jahat, dan sangat membahayakan orang lain. Satria melepas tangannya dari kerah baju Genta secara kasar, kemudian meninggalkan Genta seorang diri di sana.
Berjalan pun Genta sudah sempoyongan, dia tidak memperhatikan sekelilingnya. Hampir saja Genta tertabrak jika Vani tidak dengan sigap menolongnya. Tepat sekali Vani sedang menunggu Galang membeli sesuatu di supermarket. Pandangan Vani mengedar ke sekeliling jalan raya, dan manik matanya tanpa sengaja menangkap sosok Genta yang sedang berjalan dengan sempoyongan.
Jika tidak ada Vani, mungkin Genta sudah mati.“Kak Genta! Lo ngapain jalan sempoyongan, hah!? Habis mabok lo, kak?” omel Vani.
Genta menjauhkan dirinya dari Vani, dia malu. “Gue habis di hajar orang.”
“Siapa? Lo buat ulah, kak?” tanya Vani.
“Ada aja, intinya orang terdekat gue. Btw thanks udah selamatin gue, kalo ga ada lo mungkin gue udah mati, gue hutang budi sama lo,” jelas Genta.Senyum tipis terangkat dari kedua sudut bibir Vani, “Ya elah santai aja, kak. Gue mau bantu lo karena gue mikir kejahatan ga mungkin dibalas dengan kejahatan,” tuturnya.
Galang sudah selesai membeli pesanan Zee, dan Shireen. Sebuah kantung kresek berukuran cukup besar dibawanya ke arah motor. Matanya menyipit saat melihat Vani tengah bersama Genta, tak mau Vani bergaul dengan Genta, Galang cepat-cepat menaruh belanjaannya di motor kemudian menghampiri Vani, dan mengajak gadis itu untuk langsung pulang.
“Ayo pulang! Tinggalin dia di sini! Biarin aja dia mati sekalian!” paksa Galang.
Vani menatap Galang memelas. “Bang, tap—“
“Udah ayo!” Galang menarik paksa Vani supaya mau pulang, Vani tak dapat berbuat apa-apa sebab tenaga Galang lebih besar darinya.
Vani hanya dapat berharap, semoga Genta baik-baik saja.
***
“Wajah kamu babak belur, nak. Ga mau bunda obatin?” tawar Mega.Mega adalah bundanya Satria, wanita itu telah menjanda sejak lima tahun silam. Perceraian yang dialaminya akibat ulah orang ketiga, sehingga mantan suaminya lebih memilih selingkuhannya dibanding dirinya. Dan hak asuh Satria jatuh ke tangan Mega, Satria sebagai anak lelaki tentu membela Ibunya yang telah berjuang melahirkannya.
Selama lima tahun pula, Mega bekerja sebagai penjual kue di ruko yang telah disewanya berkat tabungan dulu. Melalui jualan kue itu, Mega dapat menghidupi Satria, dan menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbilang cukup mewah. Kue buatan Mega sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Bandung maupun luar Bandung.
Lebam di wajah Satria tak membuat Satria kapok berurusan dengan Genta, dia malah semakin tertarik untuk membawa Genta berubah dari sikap buruknya. Jabatan yang dimiliki Genta mmebuat dia menyombongkan diri. Padahal dari caranya bersikap, serta caranya bisa menang menjadi Ketua OSIS bukanlah hal yang baik untuk ditiru.
Satria meringis pelan saat sebuah kain yang baru saja dimasukan ke dalam air hanga tepat mengenai dagunya. Dari hidung Satria juga mengalir darah, mungkin akibat tonjokan cukup kuat yang diberikan Genta tadi. Satria menyesali dirinya mengapa tidak membuat Genta sampai pingsan supaya Genta tak dapat pulang.
“Sakit bunda,” adu Satria.
“Lagian, kenapa kamu malah gini sih? Berantem sama siapa kamu?” komentar Mega.
Satria memejamkan kedua matanya menahan rasa sakit, “Gentala,” jawabnya pelan.
Dua tahun bersekolah, Mega baru tahu ternyata hubungan Satria, dan Genta kurang baik. Padahal seingat Mega, dulu Genta pernah datang ke rumahnya, dan terlihat dari sikapnya bahwa Genta anak baik. Satria menjauhkan wajahnya dari Mega, sebelumnya dia tidak pernah sampai seperti itu jika terlibat masalah dengan temannya.
Lebam di wajah Satria sudah selesai diobati oleh Mega, wanita berusia empat puluh dua tahun tersebut menaruh baskom berisi air hangat ke dapur. Kemudian Mega kembali mendapati Satria tengah melamun menatap ponselnya, sedikit dia lihat wajah seorang gadis di ponsel Satria. Namun, Mega tidak terlalu memperhatikan wajah gadis itu.
“Cie, anak bunda udah gede ya,” goda Mega.
Satria segera mematikan ponselnya, tiba-tiba saja dia gugup, “Apa sih bunda? Aku cuma lagi liat idol aja kok,” bohongnya.
“Kamu ada masalah apa sama Gentala? Jangan bilang karna masalah cewek?” Pertanyaan dari Mega, membuat Satria kebingungan harus menjawab apa.
Benar, tapi tidak benar juga. Satria menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu mengambil kacang yang ada di toples di atas meja. Memikirkan bagaimana cara bisa mengalihkan pembicaraan tentang masalah yang dihadapi Satria. Selagi masih bisa dia hadapi, maka Satria enggan menceritakan masalahnya pada Mega.
Mega sudah lelah berjualan, ditambah harus pusing memikirkannya. Satria kini menundukkan kepalanya.
“Gapapa kok, bunda. Aku sama dia ada masalah karna masalah kecil aja,” jelas Satria.
“Masalah kecil tapi sampe babak belur, namanya itu masalah besar,” cibir Mega.
“Intinya ini masalah laki-laki, bunda. Udah ah bun, aku mau makan laper soalnya,” kata Satria cepat.
Mega menggelengkan kepalanya, “Kalo ada apa-apa cerita ya sama bunda? Biar nanti bunda bantu kamu,” pintanya.
“Iya bunda, ayo makan! Aku laper banget nih bunda,” ajak Satria.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Merah [E N D I N G]
Novela JuvenilAngkatan merah, dikenal sebagai angkatan yang mudah sekali ditindas, sementara angkatan biru dikenal sebagai angkatan pelaku penindasan tersebut. Bagaimana jika kamu ditempatkan di angkatan merah? Apa yang akan kamu lakukan? Membalas penindasan ters...