“Gue minta maaf atas kesalahan gue selama ini,” ujar Genta.
Kejadian tak terduga, Genta mau menurunkan egonya hanya untuk meminta maaf kepada seorang Gizca Vanila Anastasia. Kali ini Vani tak akan tertipu dengan mulut berbisa Genta. Tidak mudah untuk kembali percaya bahwa semua yang Genta lakukan kali ini benar-benar tulus, tidak ada dendam sedikit pun.
Karena Vani telah menyelamatkannya dari kecelakaan maut yang hampir saja menimpanya, jika tidak ada Vani, mungkin saat ini Genta sudah tiada akibat tertabrak truck. Malam-malam, di halaman rumah Vani tepatnya Genta mengakui semua kesalahannya. Hampir saja dia berlutut di hadapan Zee, tapi Zee melarangnya.
Sebagai seorang Ibu, melihat bagaimana anak lelaki di hadapannya meminta maaf dengan tulus membuat hati Zee terenyuh. Terbukti dari raut wajah Genta melukiskan beribu penyesalan atas apa yang telah diperbuatnya bulan kemarin. Vani, dan Galang tidak berkutik dari tempatnya menyaksikan Genta tengah meminta maaf kepada Zee saat ini, setelah tadi meminta maaf kepada Vani.
Pintu maaf terbuka bagi orang yang mau mengaku kesalahannya, selagi itu tulus. Genta sedikit merasa lega telah dimaafkan oleh Zee. Namun, hatinya entah mengapa belum terasa lega sebab Vani belum menjawab apakah dia memaafkan Genta atau tidak. Genta kembali melirik ke arah Vani dengan tatapan memelasnya.Kelihatannya Vani seperti berat hati memaafkan dirinya, Genta akui memang kesalahan yang sudah dilakukannya cukup fatal. Masih baik saat ini dia dapat kembali beraktivitas seperti biasa tanpa adanya status sebagai mantan narapidana. Vani melipat kedua tangannya di depan dada, kedua matanya menatap ke arah bawah.
“Gimana, sayang? Kamu maafin Genta,
‘kan?” tanya Zee.Vani tetap terdiam ketika Zee bertanya, dia memang sudah memaafkan tapi trauma akan kejadian satu bulan lalu. Hampir saja Vani kehilangan Zee, itu semua gara-gara Genta.
“Emangnya dia tulus minta maaf?” Giliran Galang membuka suaranya.
“Aku mau maafin dia ma, tapi …,” jawab Vani ragu.
Dua alis Zee saling bertautan. “Tapi kenapa, nak?”
Jawabannya hanya berupa gelengan kepala pelan yang Vani berikan, lalu dia masuk ke rumah untuk menghindari pertanyaan serupa diberikan semakin banyak oleh Zee. Mereka yang ada di halaman rumah itu tak ada satu pun yang dapat menahan Vani supaya tidak menghindar. Membiarkan Vani menjernihkan pikirannya.
Dari rumahnya, diam-diam ternyata Satria memerhatikan ketika Genta tengah meminta maaf kepada Zee. Senyum tipis terangkat dari kedua sudut bibirnya, senyum merendahkan seolah tidak percaya bahwa Genta mau melakukan hal seperti itu. Wajar saja banyak orang yang tak percaya Genta, kelakuan Genta sendiri yang membuat orang-orang berprasangka buruk padanya.
“Ngapain kamu di sini malem-malem, nak?” tegur Mega.Sedikit kaget, tapi Satria sebisa mungkin menormalkan ekspresi wajahnya, “Oh, gapapa bunda. Aku lagi cari angin aja ini,” bohongnya.
“Hm, yang bener? Lagi liatin itu ya? Jangan kepo, ayo masuk!” ajak Mega.“Apa bunda? Aku lagi cari angin aja kok ini.” Alasan apapun tak akan Mega percayai, sebab dia tahu bagaimana sifat anaknya.
Mega menggelengkan kepalanya pelan. “Dosa lho kamu kepo gitu, ayo masuk!”
Ajakan Mega kali ini tak dapat Satria tolak, lagipula dia sudah puas menyaksikan Genta melakukan hal seperti itu. Satria bersyukur, setidaknya karena masalah bulan lalu membuat Genta dapat merubah dirinya. Agar mata hati Genta juga terbuka, bahwa tidak pantas notabennya sebagai ketua OSIS malah melakukan hal buruk.
“Iya bunda, aku masuk,” jawab Satria patuh.
***
Sekolah kembali seperti biasa, Vani sudah mengenakan seragam sekolahnya dengan rapi sedang menunggu Galang di halaman rumah. Udara pagi ini benar-benar sejuk, beberapa kali Vani menghirupnya membuat pikiran lebih tenang. Terdengar suara klakson motor ketika Vani sedang menunggu Galang.
Ternyata ada Satria berada di depan gerbang kediaman Vani, tersenyum hangat sebagai bentuk sapaan tanpa ucapan. Vani membalas senyuman itu, lalu berlari kecil menghampiri Satria. Gerbang masih digembok, dapat dikatakan Vani sangat dijaga seperti telur oleh Zee, Shireen, dan Galang.Sehingga sampai detik ini Vani belum pernah merasakan apa itu pacaran.
Vani juga tidak penasaran bagaimana pacaran, melihat lelaki saja sudah membuatnya merasa ketakutan, bagaimana jika harus menjalin hubungan? Pernah suatu kali Vani membayangkan memiliki seorang kekasih, tapi Vani rasa tak semudah itu untuk dirinya berpacaran. Jaman sekarang jarang sekali Vani menemukan lelaki baik.
“Pagi, Van,” sapa Satria.“Pagi juga, kak. Mau berangkat ya? Hati-hati ya kak!” balas Vani.
Satria mengangguk, senyuman masih belum luntur dari wajahnya. “Iya nih, bareng ga?”
“Engga deh, kak. Gue sama abang aja, lain kali ya,” tolak Vani.Pemandangan indah Zee saksikan dari balik jendela rumahnya, ternyata dia sudah mempunyai anak gadis. Anak gadis yang dulunya masih Zee berikan susu, Zee gendong, sekarang mulai mengenal apa itu dunia cinta. Zee melangkah pelan mendekati Vani, gadis itu sedang memperhatikan Satria yang mulai menjauh dari pandangannya.
“Anak mama udah gede ya,” goda Zee.Mata Vani seketika membulat, dia menggaruk rambutnya yang tak gatal setelah itu berputar badan sehingga posisinya sekarang berhadapan dengan Zee. Senyum Vani kikuk, gadis itu sengaja mencairkan suasana dengan merentangkan kedua tangannya, kemudian berhambur ke dalam pelukan Zee.
Usapan lembut Zee berikan di kepala Vani, hal itu sangat Vani sukai sebab membuatnya mengantuk. Kapan lagi Vani dapat merasakan hal seperti ini dari Zee? Umur Zee semakin menua, jika Zee tua nanti giliran Vani yang merawat Zee. Membalas seluruh jasa Zee yang telah berjuang melahirkannya, dan merawat hingga sebesar ini meskipun pernah meninggalkan selama tujuh tahun.
“Udah gede lah ma, sebentar lagi juga pasti ada gandengan,” goda Galang.
“Aduh udah paling bener sama anak cowok tetangga kita itu aja, yang satu sekolah sama kamu,” timpal Shireen.
Vani memanyunkan bibirnya, “Ih apa deh! Aku ga kepikiran buat pacaran! Mau sekolah dulu biar sukses!” ketusnya.
Rasanya Vani ingin sekali menghilang, dia malu jika sudah digoda seperti itu. Walau tidak ada perasaan suka sama sekali terhadap Genta, justru hal itu membuatnya malah main perasaan. Jika dipikir, Satria selain tampan, tapi juga baik hati. Kacau sudah Vani pagi ini, Vani memaksa Galang untuk segera mengantarnya ke sekolah.Sepanjang perjalanan Galang, dan Vani asyik bersenda gurau hingga Galang tak menyadari bahwa ada mobil hendak berbelok berlawanan arah dengannya di depan. Motor yang dibawa Galang oleng, sehingga Galang tak dapat mengendalikannya. Terjadilah kecelakaan pagi ini di sekitar jalan Muhammad Toha Bandung, sebelum memejamkan matanya Vani sempat melihat ada sosok Genta bersama beberapa warga hendak menolongnya.
Parahnya, Vani tidak memakai helm. Kebiasaannya karena Vani pikir jarak antara sekolah dengan rumah tidak terlalu jauh, dan pagi hari masih belum ada polisi. Kecuali siang hari, mau tak mau Vani memakai helm atas paksaan Galang. Kepala Vani terbentur aspal cukup kuat, darah segar mengalir dari belakang kepalanya.
Tuhan, selamatkan Vani.Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Merah [E N D I N G]
Ficção AdolescenteAngkatan merah, dikenal sebagai angkatan yang mudah sekali ditindas, sementara angkatan biru dikenal sebagai angkatan pelaku penindasan tersebut. Bagaimana jika kamu ditempatkan di angkatan merah? Apa yang akan kamu lakukan? Membalas penindasan ters...