15. Curiga

48 3 0
                                        

“Tante Shireen bilang hp kamu dijambret, kok bisa?” tanya Galang.

Malam sudah larut, tapi ketika Vani hendak tidur, Galang tiba-tiba saja masuk ke kamarnya tanpa permisi membuat Vani ketika sudah memejamkan matanya kembali terduduk. Vani tidak mau menambah beban pikiran Galang, biarkan kejadian sore hari tadi dia lupakan dengan sendirinya. Lagipula tidak terjadi sesuatu yang serius padanya.

Tidak ada mood untuk berkomunikasi dengan orang sekitarnya, rasanya begitu lelah hanya sekedar menjawab sepatah duapatah kata pun. Vani hanya menggelengkan kepalanya saja sebagai bentuk jawaban, tapi Galang tak mengerti apa maksud Vani. Jawaban Vani seperti itu justru membuat Galang semakin memaksanya agar mau menjawab.

Galang tidak berpindah tempat dari posisi duduknya, dia tetap berada di samping Vani. Lelaki itu baru akan meninggalkan kamar gadis berusia tujuh belas tahun itu setelah mendapat jawaban yang menenangkan baginya. Sebelum meninggal, Ayahnya sudah menitipkan pesan agar Galang, dan Vani saling menjaga.

Kehadiran Galang seolah tak dianggap oleh Vani, gadis itu kembali berbaring, dan mulai memejamkan matanya. Hingga pagi hari pun Galang akan tetap melakukan hal seperti itu, dia mengkhawatirkan kondisi Vani. Sebab sebelum-sebelumnya jika sedang lelah Vani tak sampai seperti ini, pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Vani, pikiran Galang benar.

“Kamu tega ya sama abang sekarang?” Galang membuka suaranya kembali. “Kamu mau nambah beban pikiran abang? Iya?” tuduh Galang.

Vani mengembuskan napasnya kasar. “Keluar bang, jangan mikir yang aneh-aneh.”

“Terus? Kenapa gitu? Kamu berubah semenjak masuk SMK, udah abang bilang kalo ada apa-apa cerita, tapi kamu? Sekarang ga mau terbuka banget sama abang,” ungkap Galang.

“Besok pagi aku jelasin bang, capek,” keluh Vani. “Janji, besok pagi aku jelasin asal abang sekarang keluar,” lanjutnya meyakinkan Galang.

Galang memejamkan kedua matanya beberapa saat, lalu bangkit berdiri, “Oke, besok pagi abang tagih,” peringatnya.

Sepuluh menit setelah Galang meninggalkan kamar Vani, gadis itu mulai terlelap memasuki alam bawah sadarnya. Begitu lelah duduk di bangku SMK, berbeda ketika SMP dia tidak merasakan beban seberat itu. Pintu kamar Vani sedikit terbuka, dari celah pintu tersebut Shireen memerhatikan Vani yang sudah tidur pulas.

Begitu berat tugas yang harus dijalankan Shireen, di usianya yang masih terbilang muda dia harus menjaga kedua keponakannya. Usia kedua keponakannya bukanlah anak kecil lagi, sehingga Shireen harus penuh kesabaran mendidik kakak beradik itu. Ditambah anak yang menginjak usia remaja hingga dewasa harus diawasi begitu ketat.

Keesokan paginya seperti biasa Vani sudah duduk di meja makan sejak pukul enam pagi, tapi tampak dari wajahnya gadis itu tidak bersemangat sekolah hari ini. Bukan tanpa alasan Vani malas bersekolah, dia malas bertemu dengan Genta lagi. Jika boleh meminta Vani ingin pindah sekolah, tapi pasti sangat merepotkan Galang maupun Shireen.

“Mana ceritanya?” tagih Galang.

“Iya, hp aku dijambret bang. Pelaku jambretnya pake seragam SMA, dan yang diambil tuh hp aku doang aneh ‘kan?” jelas Vani.

Shireen menggelengkan kepalanya pelan, “Tante curiga deh, jangan-jangan itu orang yang suka kamu tapi kamu tolak ya waktu dia nembak kamu?” tebaknya asal.

“Ish, apa deh tante! Aku ga punya temen cowo yang deket banget kok, masa iya si ada yang suka aku?” elak Vani. “Lagian penampilan aku culun gini ga mungkinlah tan,” katanya dengan sangat yakin.

“Udah ga usah dipikirin, nanti abang beliin kamu hp baru ya dek. Sore nanti kita beli hp kamu,” nasihat Galang.

“Ga usah, biar tante aja ya yang beliin hp Vani. Uang kamu tabungin aja itu,” larang Shireen. “Sekarang kamu anter Vani gih, nanti telat,” titahnya.

***

Baru saja masuk kelas Vani disuguhkan dengan banyak pertanyaan dari teman-temannya, Vani sedikit telat datang ke sekolah tapi kabar baik dia lolos dari Genta. Tidak ada OSIS yang berjaga, sebab para anggota OSIS sedang rapat, begitu pula dengan guru. Rapat tentang sistem, dan peraturan untuk asrama nanti.

Mungkin saja satu minggu ini pembelajaran belum stabil, setelah sistem asrama dilakukan baru bisa stabil begitu prediksinya. Di kelas Vani begitu ricuh, banyak yang bernyanyi tak jelas menikmati jam kosong. Mereka belum tahu bahwa sistem asrama nanti akan lebih mengerikan dari sekarang, dan bisa saja ada yang tak kuat melanjutkan bersekolah di sana.

Wajah Vani tampak kurang bersahabat, hanya senyum tipis yang dia berikan kepada teman-temannya yang menyambut kedatangannya. Vani berjalan gontai menuju meja lalu menelungkupkan kepalanya, tertidur. Semalaman Vani kesulitan tidur, pukul tiga pagi dia terbangun hingga pagi hari matanya benar-benar melek.

“Van, lo kenapa? Hp lo juga ga aktif, ada masalah?” Jesslyn memberanikan diri bertanya kepada Vani.

“Hp gue dijambret,” jawab Vani.

Masih dengan posisi yang sama, Vani tak mengubah posisi tubuhnya sama sekali. Ketiga temannya kaget saat mendengar jawaban Vani, pantas saja ketika mereka menanyakan tentang tugas kelompok di grup tak ada respon dari Vani. Biasanya Vani paling aktif di grup, apalagi urusan sekolah itu sangat penting bagi Vani.

“Tapi lo gapapa kan, Van?” pekik Nia.

Salma melemparkan tatapan tajam untuk Nia. “Bisa ga si suara toa lo kecilin? Nanti ada yang denger!”

“Hehehe, maaf. Habisnya gue kaget banget, mana kondisi Vani ga baik-baik aja.” Cengiran khas tampak di wajah manis Nia.

“Kalo boleh tahu gimana ciri-ciri orang yang jambret hp lo, Van?” tanya Jesslyn, tapi pertanyaan kali ini dia memerlukan kehati-hatian.

Pening sekali begitu banyak pertanyaan dari ketiga temannya, Vani tak dapat tertidur. Dia menatap ketiga temannya bergantian seolah mengatakan kepada mereka semua untuk bersabar. Vani memerlukan waktu agar dapat melupakan kejadian kemarin yang membuatnya shock, tak terbayang bagaimana jika pelaku jambret itu membawa senjata tajam.

“Orangnya pake seragam SMA, aneh ga? Terus yang dia ambil cuma hp gue doang,” jelas Vani.

Penjelasan Vani membuat ketiga temannya merasa curiga, pasalnya akhir-akhir ini Vani sedang bermasalah dengan Genta. Tapi mereka tak ada yang mau menyebutkan siapa orang yang mereka curigai, pasti tebakan ketiganya sama. Sebab ketika Vani memberikan penjelasan itu, mereka langsung saling bertatapan.

Namun mereka hanyalah manusia biasa, belum tentu tebakan mereka benar. Tidak mungkin juga seseorang terpilih menjadi ketua OSIS jika diluar berlaku buruk. Sekarang giliran Vani yang dibuat penasaran melihat gerak-gerik ketiga temannya. Vani kembali berpikir, mungkinkah tadi dia salah memberikan jawaban?

“Kalian kenapa? Gue salah jawab kah?” Vani menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Maaf banget nih kalo kalian ngiranya gue bohong, tapi serius deh pelakunya pake seragam SMA,” tuturnya.

“Kita bukan ga percaya, Van. Tapi …,” jawab Salma dengan suaranya yang tiba-tiba saja menjadi pelan.

Vani mengerutkan keningnya, “Tapi kenapa deh?” tanyanya.

“Kita curiga sama kak Genta, tapi kayaknya salah deh ga mungkin juga dia kayak gitu,” jelas Salma.

Cepat-cepat Salma memperbaiki jawabannya supaya Vani tidak salah paham, dan masalah Vani dengan Genta tidak semakin besar.















Tbc

Biru Merah [E N D I N G]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang