Tibalah hari yang dinantikan Genta, hari Senin ini murid-murid SMK Lima Sila bukan datang ke gedung sekolah seperti biasanya, tetapi mereka datang ke sebuah bangunan baru. Lokasinya tidak begitu jauh dari gedung sekolah mereka dahulu hanya berjarak sepuluh bangunan saja. Pembagian kamar sudah dilakukan, Vani tetap satu kamar dengan teman-temannya.
Malam sebelum tidur Vani ke kamar mandi terlebih dahulu untuk buang air kecil, lorong asrama sudah sangat sepi, serta gelap. Bulu kuduk Vani seketika terangkat, di belakangnya Vani merasa seperti ada yang mengikuti. Tapi Vani menepis pikiran negatifnya itu dia mempercepat langkahnya dengan kaki sedikit gemetar.
Pintu kamar mandi ditutup cukup kuat oleh Vani menimbulkan suara yang keras, Vani berdiri di depan sebuah kaca berukuran besar menatap pantulan dirinya di sana. Baru sehari berada di asrama tapi tidak seperti apa yang dibayangkan Vani, atau mungkin karena pikiran Vani yang beramsumsi akan hal-hal horor, maka apa yang dilihatnya, dan dirasanya menjadi menyeramkan.
Terdengar suara benda jatuh dari salah satu bilik kamar mandi, jantung Vani berdebar semakin kencang, telapak tangannya dingin. Vani melangkahkan kedua kakinya menuju salah satu bilik kamar mandi yang dia kira sumber suara benda jatuh itu di sana, dibukanya bilik tersebut secara perlahan, ternyata tidak ada apa-apa.
“Aduh, Van! Jangan mikir aneh-aneh deh!” Vani memukul kepalanya sendiri berulang-ulang.
Vani segera mencuci mukanya, dan menyikat giginya supaya tidak lebih lama lagi di kamar mandi. Saat selesai menghapus sisa air dari mukanya, Vani menatap kembali kaca yang ada di depannya. Dari sana dapat terlihat pintu kamar mandi itu sedikit terbuka, Vani segera membawa gayung berisi odol, sabun, dan shampo kemudian berlari kembali ke kamar.
“Serem banget,” adu Vani.
Mendengar suara Vani, Salma yang hendak tidur mengurungkan niatnya. “Serem kenapa deh?”
“Kamar mandi emang horor banget, ya? Masa waktu gue abis cuci muka tiba-tiba pintu udah kebuka, terus dari salah satu bilik ada barang jatoh gitu,” jelas Vani. “Ih besok pagi mah gue sama lo aja ya Jess ke air, gue takut,” pintanya.
“Halu lo, Van. Kita tadi udah dari kamar mandi ga ada apa-apa juga. Makanya jangan kebanyakan nonton film horor,” ejek Nia.
Vani mengembuskan napasnya kasar, “Siapa juga si yang halu? Gue beneran liat pake mata kepala gue sendiri, gue juga denger jelas ada barang jatoh gitu kok,” katanya dengan sangat yakin.
“Udah jangan bahas yang gitu, pamali udah malem,” tegur Jesslyn.
Lampu kamar sudah dimatikan oleh Vani, dia beserta ketiga temannya mulai tertidur. Tidak ada yang bersuara sama sekali sebab mereka sudah tidur kecuali Vani. Gadis itu menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebal yang dibawanya dari rumah. Jika sudah menyangkut hal horor, Vani tidak trauma.
Mengantuk tapi anehnya Vani tidak bisa tertidur sama sekali, hingga tengah malam ini Vani masih memandang ke arah jendela yang tertutup gorden. Sebuah bayangan tiba-tiba saja lalu dengan cepat, Vani mengerjapkan kedua matanya kemudian segera melihat ke arah jendela, membuka gorden untuk memastikan bahwa yang disaksikannya bukanlah kehaluan dirinya.
“Kok ga ada si? Tadi gue lihat jelas banget ada yang lewat,” gumam Vani.
Hampir setengah jam lamanya Vani menunggu bayangan yang dia lihat tadi berlalu kembali, tapi tak kunjung ada. Vani sudah semakin mengantuk pada akhirnya dia memutuskan untuk tidur saja, sebab besok pagi harus bangun lebih awal dari biasanya untuk melaksanakan sholat subuh di aula bersama murid lain.
***
“Kalian tahu ga sih? Semalam gue liat ada bayangan lewat dari jendela kamar kita, bayangannya putih serem banget,” papar Vani.
Jesslyn memutar kedua bola matanya malas. “Apaan si lo, Van? Makanya kalo malem tuh tidur bukannya malam halu.”
“Ih tap—“ Vani tak sempat menyelesaikan perkataannya, tangan Vani sudah ditarik terlebih dahulu oleh Jesslyn untuk segera masuk kelas.
Selama pembelajaran dilakukan, sebisa mungkin Vani menghilangkan kejadian tadi malam supaya dia dapat tetap fokus dengan kegiatan belajar mengajar. Pelajaran hari ini adalah Bahasa Inggris, PKN, dan Sejarah. Ketiga pelajaran tersebut cukup disukai Vani sehingga semangat belajar Vani hari ini cukup penuh.
Pelajaran Bahasa Inggris baru saja selesai, sebelum guru pengajar menyudahi kegiatan belajar mengajar guru tersebut memberikan tugas kelompok terlebih dahulu untuk seluruh murid kelas 10 OTKP satu. Guru pelajaran selanjutnya tidak langsung masuk ke kelas, sehingga suasana di kelas Vani ricuh.
Namun kericuhan itu berhenti saat terdengar suara teriakan orang-orang, rasanya dunia Vani seakan berhenti mendengar teriakan itu. Vani diajak oleh ketiga temannya keluar kelas untuk melihat kejadian apa yang terjadi. Ternyata, ada seorang anak kelas dua belas yang baru saja lompat dari lantai tiga, seorang siswi.
Dapat dipastikan bahwa nyawa siswi tersebut tak dapat diselamatkan, beberapa orang guru mengerumuni siswi tersebut. Ambulans sudah dihubungi untuk segera mengevakuasi siswi yang bunuh diri itu. Terdengar oleh Vani ada beberapa murid yang saling bercakap-cakap mengatakan bahwa sekolah mereka akan menjadi horor akibat kejadian bunuh diri itu.
“Jes …” Tubuh Vani terjatuh, kedua kakinya terasa lemas.
Jesslyn kaget, dia segera berjongkok di samping Vani, “Van? Lo kenapa? Jangan gini, Van. Ayo kita ke kelas!” ajaknya.
Sekarang, Vani, dan ketiga temannya sudah berada di kelas. Hanya mereka berempat saja yang berada di sana. Kejadian tadi bagaikan film horor yang baru saja Vani tonton, meskipun Vani tidak melihat bagaimana siswi tersebut menjatuhkan diri. Tapi melihat kedua mata gadis itu masih terbuka, membuat Vani seakan dihantui oleh arwah siswi tersebut.
“Serem banget ya, gue ga mau di sini lama-lama ih,” ujar Nia ketakutan. “Gue mau pindah sekolah aja deh takut banget,” lanjutnya.
“Woy udah jangan nambahin ketakutan Vani kenapa dah!” omel Salma.
Vani memejamkan kedua matanya berusaha melupakan siswi yang berada di lapangan tadi. “Gue mau pulang …”
“Van, udah ya? Ga akan ada apa-apa kok, kita kan ada. Lagian jangan dengerin apa kata mereka yang bilang sekolah kita bakal jadi horor, sotoy itu mah,” nasihat Salma.
Bukan hanya Vani saja sebenarnya yang takut, tapi Salma, dan Jesslyn juga merasakan yang sama. Mereka hanya tidak mau membuat Vani semakin takut, jika mereka menunjukkannya maka tidak ada yang menguatkan Vani. Jesslyn memijat leher Vani menggunakan minyak angin yang dibawanya, supaya Vani dapat lebih tenang.
Para murid sudah diperintahkan oleh para guru masuk ke kelas masing-masing, pembelajaran tidak berlanjut tapi para murid tidak diijinkan kembali ke kamar sebelum jam pelajaran selesai yaitu hingga pukul dua siang nanti. Guru-guru masih menyelidiki apa penyebab siswi tersebut sampai melakukan aksi bunuh diri di sana.
Baru dua hari lamanya para murid belajar di asrama, tapi kejadian mengerikan seperti itu sudah terjadi. Para guru berusaha agar tidak ada orangtua murid yang tahu akan kejadian tersebut, jika diketahui maka nama baik sekolah akan menjadi jelek. Kecuali orangtua siswi yang bunuh diri itu, para guru akan mencari solusi terbaik supaya kejadian seperti itu tidak terjadi lagi.
“Gue mau ke air dulu sebentar.” Vani bangkit dari posisi duduknya, tapi tangannya dengan cepat dicekal oleh Jesslyn.
Jesslyn menatap Vani cemas, “Gue anter ya?” tawarnya.
“Gapapa ga usah gue bisa sendiri, gue mau cuci muka aja kok,” tolak Vani secara halus.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Merah [E N D I N G]
Novela JuvenilAngkatan merah, dikenal sebagai angkatan yang mudah sekali ditindas, sementara angkatan biru dikenal sebagai angkatan pelaku penindasan tersebut. Bagaimana jika kamu ditempatkan di angkatan merah? Apa yang akan kamu lakukan? Membalas penindasan ters...