“Lo yakin mau mendekam di penjara gini, Genta?” Satria menatap Genta dengan tatapan tak yakin.
Mengkhawatirkan melihat kondisi Genta di penjara saat ini, belum ada satu bulan tapi kondisinya sudah memprihatinkan. Wajahnya babak belut akibat sering mengalami penyiksaan dari orang yang lebih tua darinya di penjara. Genta meringis pelan ketika merasakan nyeri di dagunya, tadi siang dia kembali mengalami penyiksaan lagi.
Sebuah kertas berisi pesan untuk Vani diberikan oleh Genta kepada Satria, kertas tersebut langsung saja Satria masukkan ke dalam saku celananya untuk nanti dia langsung berikan pada Vani. Hubungan keduanya berangsur membaik atas keinginan Satria yang memutuskan untuk meminta maaf lebih dulu, menurunkan gengsinya demi Sang Kawan.
“Jaga diri, Genta. Nanti kalo kondisi Vani udah pulih, gue ajak dia ketemu lo,” pesan Satria.Genta menggelengkan kepalanya cepat. “Ga usah!”
“Kenapa?” tanya Satria.“Gue malu,” jawab Genta singkat.
Kesadaran Genta atas apa yang telah dilakukannya terhadap Vani, dan keluarganya semakin terbuka. Membuat rasa malu itu semakin Genta rasakan, bahkan untuk menampakkan wajahnya saja di depan Vani dia merasa tidak pantas. Kesalahan yang dilakukannya sudah fatal, dan Genta tak akan siap jika harus berhadapan wajah dengan wajah bersama Vani, dan keluarganya.Satria merangkul pundak Genta, kemudian menepuknya, “Oke, intinya gue selalu kabarin sama lo tentang Vani, gue balik kalo gitu,” pamitnya.
Lega sudah Satria malam ini, sebelum akhirnya dia pulang, Satria melaporkan kejadian penyiksaan Genta terlebih dahulu kepada polisi. Supaya Genta tetap baik-baik saja hingga keluar penjara nanti. Satria kembali ke rumah sakit untuk menemui Vani, dan memberikan surat pemberian Genta.
Dia tidak akan memberitahu apa itu, biar saja Vani membacanya besok.
Teman-teman Vani sudah pulang satu persatu, kondisi ruangan rawat Vani sunyi sepi. Vani sedang terbaring di kasurnya dengan mata terpejam. Ketika teman-temannya pulang tadi, Vani kembali khawatir bagaimana kondisi Genta. Entah ini hanya perasaannya saja atau bukan, tetapi benar-benar membuatnya tidak bisa tenang.Karena sangat nyenyak tidur, Satria datang tidak kedengaran oleh Vani. Hingga keesokan paginya dokter sudah membuka perban yang menutupi mata Vani. Penglihatan Vani sudah normal seperti dahulu lagi. Vani meraba kasurnya, tangannya menyentuh sebuah kertas. Ternyata benar Vani mendapati kertas bergambar karakter doraemon di kasurnya.
Sayangnya, Vani belum dapat membaca. Tulisan di kertas masih silau jika dia lihat, dokter mengatakan perlu kesabaran agar Vani dapat benar-benar melihat dengan jelas. Itu karena efek dari perban yang menutupi mata Vani, sehingga saat pertama kali dibuka maka cahaya yang masuk ke mata Vani membuatnya silau.
“Dek, itu apa di tangan kamu?” tanya Galang.
Vani segera menyembunyikan surat yang ada di tangannya, “Ini? Bukan apa-apa kok bang, dari temen aku kemaren,” bohongnya.“Cie, dari siapa tuh?” goda Zee.
“Bukan dari siapa-siapa kok, ma. Apa deh aku ga punya pacar mama!” rajuk Vani.
Vani kembali memperhatikan kertas di tangannya, itu surat dari siapa? Vani rasa semalaman dia tidur, dan tidak ada satu orang pun di kamarnya. Vani menggelengkan kepalanya pelan, tidak mungkin surat tersebut dari Satria. Begitu berharap banyak sekali Vani pada Satria, perasaannya sebesar itu pada Satria.
Ga boleh, Van! Lo harus fokus sama sekolah, jangan banyak mau!, batin Vani.
***
Halo Vani, ini gue Genta
Di surat ini gue cuma mau minta maaf aja sama lo
Semua kesalahan gue kemaren, tolong maafin ya?
Maaf kalo gue ga bisa jadi sepupu yang baik buat lo
Dan maaf juga kalo gue pernah buat lo, dan keluarga lo hancur
Sekarang gue udah nebus kesalahan gue sama lo, dengan menyerahkan diri gue ke polisi
Tolong, jaga opa, oma, dan Nichole ya?
Gue berharap sama lo aja tentang ini
Dan tolong, jangan pernah temuin gue ke kantor polisi
Gue malu
Salam hangat, Gentala
Air mata Vani mengalir di pipinya, Vani dengan cepat menghapus air matanya kasar setelah membaca surat dari Genta. Isinya begitu membuat hati Vani tersentuh, penyebabnya karena Vani tidak memaafkan lelaki itu beberapa waktu lalu. Rasanya jadi tidak tega, Vani segera mencari nomor Satria di ponselnya, kemudian mengirimkan pesan untuk membawanya ke kantor polisi.
Sudah tiga hari Vani keluar dari rumah sakit, matanya sudah kembali pulih seperti semula. Vani juga melakukan kegiatan sehari-harinya jadi lebih berhati-hati. Seperti contohnya tidak menganggap remeh bahwa berinteraksi di motor dapat menimbulkan kecelakaan. Tidak terbayang bagaimana jadinya jika tadinya tidak ditemukan pendonor mata untuk Vani.Gentala, adalah orang yang menyelamatkan Vani dari dunia kegelapan. Karena Genta juga Vani dapat melihat kembali indahnya dunia. Vani belum mengetahui hal itu, sengaja Genta merahasiakan hal itu supaya tidak diketahui Vani maupun orang terdekatnya. Vani melempar ponselnya asal ke kasur, menunggu kedatangan Satria.
“Vani!” seru Zee. “Di bawah udah ada nak Satria,” katanya.Baru saja Vani merebahkan tubuhnya di kasur, Satria begitu cepat datang. Vani tidak membawa apa-apa, bahkan ponselnya pun tidak dia bawa sebab tujuannya hanya satu, ingin segera menemui Genta. Perjalanan yang ditempuh cukup singkat, ketika sampai di kantor polisi Vani langsung saja turun dari motor Satria, lalu meminta kepada polisi untuk bertemu dengan Genta.
“Sabar, Van. Genta aman kok,” ujar Satria.
“Gue mau minta maaf juga kak, sama kak Genta. Kasian banget dia,” jawab Vani.
“Iya tapi tenang dulu, duduk dulu ayo di sana.” Satria menunjuk kursi kosong, menuntun Vani untuk duduk di sana.
Vani menundukkan kepalanya. “Nyesel banget gue, kak …”Kurang lebih lima menit lamanya Vani, dan Satria menunggu kehadiran Genta. Sosok yang ditunggu akhirnya tiba dengan pakaian penjara berwarna orange, di belakangnya terdapat tulisan tahanan. Vani bangkit berdiri, kemudian menghampiri Genta. Tapi sayangnya Genta seperti tidak mau memandang Vani sama sekali.
Kedua mata Genta terpejam rapat, dia memundurkan tubuhnya ketika Vani mendekat hendak memeluknya. Tak pantas dirinya untuk dikasihani oleh Vani seperti ini, penjara adalah tempat yang cocok baginya. Orang jahat, yang hobinya melakukan kekerasan pada adik kelas, dan selalu menyakiti orang-orang tidak bersalah.
“Kak, gue udah maafin lo,” kata Vani.
Genta menggelengkan kepalanya, “Iya Van, makasih ya. Sekarang lo pulang, Van. Gue ga pantes ketemu lo kayak gini,” usirnya secara halus.“Kak, kita bicara dulu, sebentar aja,” ajak Vani.
“Engga, Van. Thanks udah maafin gue, kalo gitu gue balik.” Seorang polisi kembali membawa Genta ke sel tahanan.
Vani tak dapat berkutik, Genta pergi tanpa melihat ke belakang sama sekali. Vani berjongkok, tubuhnya lemas harus berpisah dengan Genta padahal niatnya Vani ingin memperbaiki hubungan kekeluargaannya dengan Genta. Perlahan, Satria membantu Vani untuk berdiri, memberikan Vani jeda untuk menenangkan dirinya.“Akhirnya emang harus gini ya, kak?” Vani menatap Satria dengan mata berkaca-kaca.
Satria tersenyum, senyuman tulus. “Ini bukan akhir, Van. Nanti kita cerita tentang masa depan ya, Genta pasti bisa main-main lagi sama lo.”Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Merah [E N D I N G]
Fiksi RemajaAngkatan merah, dikenal sebagai angkatan yang mudah sekali ditindas, sementara angkatan biru dikenal sebagai angkatan pelaku penindasan tersebut. Bagaimana jika kamu ditempatkan di angkatan merah? Apa yang akan kamu lakukan? Membalas penindasan ters...