3. Hukuman

62 5 0
                                    

“Mampus, ini lambang angkatan punya Kak Genta ada di gue gimana nih?” Vani menepuk jidatnya sendiri.

Setelah membaca informasi yang ada di grup OSPEK, suasana hati Vani berubah menjadi tegang. Dia tengah berada di kediaman Salma, mereka baru saja selesai membuat name tag, dan membeli beberapa alat tulis untuk dibawa ke sekolah besok. Vani tidak bisa tenang saat ini, Gentala merupakan ketua OSIS yang paling ditakuti murid-murid SMK Lima Sila, berita itu sudah Vani ketahui dari Nia saat sedang bercerita tadi.

Mengingat tentang angkatan biru, Vani jadi teringat tentang cerita Galang, Abangnya saat pertama kali masuk SMA dulu. Meskipun Galang laki-laki tapi dia mengalami bagaimana dibully oleh teman-temannya. Ada satu cerita yang Vani ingat, sistem di sekolah Galang hampir sama dengan sistem di sekolah Vani memakai sistem dua angkatan yang berbeda untuk setiap angkatannya. Bedanya sekolah Galang memakai sistem angkatan satu, dan angkatan dua.

Vani sudah panik tak karuan, tapi dia percaya bahwa ini bukanlah salahnya. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya lalu pulang dari kediaman Salma. Sesampainya di rumah, Vani disambut oleh Galang yang sudah ada di rumah mendahului dirinya, Galang saat ini berkuliah semester dua. Galang berkuliah sembari bekerja di sebuah hotel, sebab Ayahnya sudah meninggal tujuh tahun silam karena bunuh diri, sementara Ibunya pergi entah ke mana.

“Abang? Udah di rumah? Oh iya bang aku mau nanya sesuatu dong.” Vani duduk di sofa, menghadap Galang yang sedang memakan camilan.

“Hm? Kenapa dek?” tanya Galang tanpa menatap Vani, pandangannya fokus pada ponsel yang ada di genggamannya.

Vani menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Sekolah aku pake sistem angkatan biru sama angkatan merah bang, aku mau tanya deh bang kenapa si harus pake sistem angkatan gitu?”

“Oh iya? Nanti juga kamu tahu alasannya, abang cuma mau kasih tahu aja jangan buat masalah sama lawan angkatan kamu kalo mau kehidupan kamu di sekolah tenang,” pesan Galang.

Apa yang Vani dengar dari teman, bahkan dari Galang belum sepenuhnya dia percayai. Menurutnya cerita itu seperti kisah di cerita fiksi yang seringkali dia baca. Vani terkekeh pelan kemudian masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Hari pertama masuk sekolah ini belum ada tugas, Vani masih bisa santai di kamarnya membaca novel-novel pemberian Galang. Rasa kantuk mulai menyerang Vani, novelnya jatuh menutupi wajah Vani.

Pagi-pagi kedengaran cukup nyaring dering alarm ponsel yang dipasang Vani, jika tidak seperti itu maka dia ataupun Galang tidak ada yang bisa bangun pagi. Mereka tidak tinggal berdua, mereka tinggal bersama Shireen, tantenya. Tapi Shireen sedang liburan ke Bali bersama teman sekantornya sehingga hanya ada mereka berdua saja di rumah saat ini. Vani tidak sarapan pagi ini, sehingga Galang inisiatif membuatkannya bekal saja.

“Bang ayo bang! Nanti aku dihukum kalo telat lagi!” ajak Vani tak sabaran.

“Iya dek, sabar kenapa si. Kalo ga mau telat tuh bangun lebih pagi,” omel Galang.

Vani menghentak-hentakan kedua kakinya dengan wajah cemberut, “Ih udah deh bang ayo berangkat aja jangan ngomel mulu!” protesnya.

“Ya udah cepat naik, itu nanti bekelnya jangan lupa di makan. Awas aja kalo ga di makan,” ancam Galang.

Seperti itulah kehidupan seorang Gizca Vanila Anastasia, tipe gadis yang ribet, suka terburu-buru karena tidak terbiasa bangun pagi. Tapi siapa sangka sifatnya justru mengundang orang sekitarnya tertarik untuk berteman. Vani memang sulit untuk beradaptasi dengan orang baru tapi jika sudah dekat maka semua tingkahnya keluar, tidak bisa diam, cerewet, bahkan tingkat solidaritas Vani sangat tinggi.

***

Lagi, dan lagi Vani harus bertemu dengan hari sialnya. Di hari kedua OSPEK ini Vani kembali terlambat, berbeda dengan kemarin hari ini tidak ada lagi pahlawan baginya, Vani dihukum bersama beberapa murid lainnya yang terlambat juga. Murid-murid dengan seragam putih biru itu dibariskan di lapangan depan untuk menghormat bendera. Vani mendengus sebal, pasti hari ini dia akan dihadapkan dengan anak OSIS kemarin yang menyebalkan.

Satu jam lamanya Vani menghormat bendera, ketika dia hendak meninggalkan lapangan untuk masuk kelas suara dari speaker sekolah membuatnya terpaksa harus tetap diam di bawah sinar matahari yang terik. Genta mengumpulkan seluruh anak kelas sepuluh sengaja supaya lambang angkatannya dapat segera dia temukan. Suasana di lapangan hening, seluruh anggota OSIS sudah berkumpul di depan termasuk Genta yang sedang memegang mick.

“Ya saya mulai saja, saya minta bagi yang menemukan lambang angkatan saya harap berdiri, dan maju ke depan,” perintah Genta.

Tanpa rasa takut, dan malu Vani berdiri lalu maju ke depan. Memberikan lambang angkatan milik Genta setelah itu kembali ke tempatnya duduk lagi. Tidak ada kata maaf sedikit pun yang Vani ucapkan, sebab dia merasa itu semua salah Genta. Jika Genta bisa menjaga dengan baik benda tersebut maka benda tersebut tidak akan jatuh. Genta menatap Vani tajam dari tempatnya berdiri, sebelum akhirnya barisan murid-murid dibubarkan.

“Nyari masalah lo sama gue?” Suara itu, menghentikan langkah Vani.

Mood Vani hari ini sudah kacau, semakin dibuat kacau.

“Ya emangnya kenapa? Lagian saya juga ga salah kak, jadi kenapa kakak mempermasalahkan itu?” Vani menghadap Genta, menatap lelaki itu tanpa rasa takut.

Genta menyipitkan matanya. “Gue jamin hidup lo ga akan tenang.”

Orang-orang hari ini memang tidak jelas menurut Vani, sejak pagi ada saja yang membuatnya marah. Sampai Vani tidak mood bicara dengan Salma maupun Nia, sekarang mereka sedang berada di kelas menikmati bekal mereka. Sesuai apa yang diperintahkan, bekal yang dibawa hari ini temanya sayuran. Vani tidak menghabiskan bekal tersebut, dan memilih untuk meninggalkan kelas entah dia ke mana mencari ketenangan.

Namun niatnya untuk mencari ketenangan gagal sudah, dia malah bertemu kembali dengan Genta. Setelah kejadian pagi tadi membuat Vani semakin merasa benci terhadap Genta, Vani tidak mengingat apa pesan Galang kemarin sore. Tidak peduli dengan sosok Genta yang baru saja berpapasan dengannya, senyum pun tidak Vani berikan. Dia berjalan begitu saja melewati kerumunan anak-anak yang ada di lorong itu.

“Cari tahu tentang Gizca Vanila Anastasia, apapun tentang dia kasih tahu gue,” pinta Genta.

Genta masuk ke ruang OSIS dengan ekspresi wajah yang kelihatan sekali sedang marah, Katty memberikan segelas air mineral kepada Genta agar lelaki itu bisa lebih tenang. Tapi Genta tidak menerimanya, minum yang diberikan Katty hanya dia tatap saja belum dia minum satu sedot pun. Katty jadi penasaran, siapa sebenarnya siswi yang dimaksud teman-temannya tadi. Ketika para anggota OSIS berkumpul di lapangan tadi, Katty memang tidak ada dia sedang di toilet.

“Segitu penasarannya lo sama dia? Mau apa lo emangnya? Mau deketin dia? Inget peraturan bos,” peringat Gabriel.

Angkasa mengangguk setuju, “Bener, lo ketua OSIS di sini jadi lo harus bisa kasih tunjuk sama angkatan biru lainnya kalo pacaran sama anak angkatan merah itu dilarang keras,” komentarnya.

“Siapa si yang mau deketin dia? Gue mau kasih hukuman yang lebih berat sama dia, biar dia tahu rasa gimana akibatnya udah cari masalah sama angkatan biru,” jelas Genta. “Gue ga mau tahu cepetan cari tahu tentang dia apapun itu yang kalian dapet kasih tahu gue,” paksanya.














Tbc

Biru Merah [E N D I N G]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang