10. Jebakan

46 5 0
                                    

Camping sudah selesai dilaksanakan, hari ini murid kelas sepuluh mulai bersekolah seperti biasa, mereka sudah memakai seragam SMA, dan sudah memakai lambang angkatan juga bergambar api. Artinya angkatan merah mempunyai sifat yang panas, tegas, dan tidak mau kalah tapi mudah memaafkan. Vani duduk di bangku kelas sepuluh OTKP (Perkantoran satu) bersama Salma, Nia, dan Jesslyn.

Upacara sudah usai, kini murid-murid mulai masuk ke kelasnya masing-masing untuk mulai pembelajaran. Pelajaran pertama yang didapat Vani dan teman satu kelasnya yaitu korespondensi, pelajaran mengenai bagaimana cara membuat surat. Padahal baru saja dimulai belajar tapi sudah ada tugas lagi untuk membuat surat sebanyak seratus surat setiap satu orangnya, sungguh melelahkan ternyata tak seperti apa yang Vani bayangkan.

Awalnya Vani direkomendasikan oleh Shireen untuk masuk jurusan akuntansi, tapi dia menolak sebab pikirannya akuntansi lebih sulit daripada pelajaran perkantoran. Ternyata kenyataannya tak sesuai dengan apa yang dibayangkan, jika tahu akan seperti itu mungkin Vani sudah menuruti apa saran Shireen. Untuk pindah jurusan pun sulit, harus bayar karena jurusan akuntansi merupakan jurusan terbaik di SMK Lima Sila.

“Gila ini beneran buat seratus surat? Gimana caranya woy? Capek dah asli ini mah,” kata Nia heboh.

Bu Fitri selaku guru mata pelajaran korespondensi sudah selesai mengajar, pelajaran selanjutnya adalah matematika tapi sepertinya guru yang mengajar telat masuk kelas sehingga murid kelas 10 OTKP 1 hanya diberikan tugas saja untuk dikerjakan sembari menunggu Bu Intan masuk. Banyak yang mengabaikan tugas itu, tapi tidak dengan Vani, dan teman-temannya mereka memilih untuk mengerjakan sembari berbincang ringan.

“Lo pada ga denger ya tadi? Kata Bu Fitri pake aplikasi aja yang ada di laptop, ntar pake cara buat surat masal. Udah dijelasin loh tadi, ga denger emangnya kalian?” jelas Vani.

Salma menampilkan sederetan gigi putihnya. “Gue tidur Van tadi, jadi ga seberapa merhatiin. Nia juga tidur untung aja bu Fitri ga liatin tuh tadi.”

“Bahaya ini mah Van, lama-lama kita bisa kebawa mereka buat males gimana nih?” sindir Jesslyn. “Lo ga boleh males-malesan ya Van, lo harus paling pinter di antara kita,” peringatnya.

“Yeu jangan Vani doang, lo juga lah. Jangan bucin sama Joseph terus,” goda Nia.

Mengerjakan tugas dengan santai, tanpa terasa tibalah jam istirahat pertama. Vani sudah tahu pasti kantin akan penuh sehingga dia berjaga-jaga dengan membawa bekal nasi dari rumah. Vani sudah menikmati bekalnya di kelas seorang diri, sedangkan teman-temannya baru saja kembali dari kantin dengan wajah lesu. Salma, Nia, dan Jesslyn terlambat datang ke kantin, mereka juga malas berdesakan di sana.

“Laper banget deh gue, tapi kantin penuh,” keluh Jesslyn.

“Ini gue bawa roti dari rumah, tapi cuma satu. Kalian mau bagi tiga aja?” tawar Vani.

Salma menatap Nia, dan Jesslyn bergantian, “Boleh Van! Nah berhubung ini gue yang terima, jadi bagian gue lebih banyak ya!” putusnya dengan begitu bersemangat.

“Enak aja ya lo, kagak! Vani bilang juga buat kita bertiga, yang adil dong,” protes Nia.

Melihat tingkah ketiga temannya, membuat tawa Vani akhirnya pecah. Masih baik makanan Vani sudah habis, jika belum mungkin Vani bisa tersedak. Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi, bisa Vani gunakan untuk mampir ke perpustakaan sebentar meminjam buku korespondensi.

Guys, gue mau ke perpus dulu sebentar ya. Mau minjem buku koresponden, kabarin ya kalo udah ada guru,” pesan Vani.

***

“So rajin lo,” cibir Genta.

Mengapa harus berhadapan dengan Genta lagi?

Ketika Vani sedang mencari buku yang sesuai untuk mengerjakan tugasnya di rumah nanti, kehadiran Genta yang tak diundang mengagetkan Vani. Tapi Vani sebisa mungkin tidak merespon kehadiran lelaki menyebalkan itu. Sebenarnya bisa saja Vani melakukan perlawanan seperti sebelum-sebelumnya, tapi dia harus menjaga sikap. Vani juga berharap dengan dirinya yang bisa menjaga sikap, dapat membuat Genta berhenti mengganggunya.

Namun memang sepertinya Genta hobi sekali membuat Vani marah, saat Vani selesai meminjam sebuah buku, Genta terus mengikutinya sampai hampir tiba di kelas Vani. Sengaja Vani tidak masuk ke kelasnya dan tiba-tiba berbalik arah untuk mengagetkan Genta. Sehingga hal itu membuat keduanya bertabrakan, kening Vani terkena dagu Genta. Keduanya sama-sama meringis menimbulkan banyak pasang mata menatap ke arah mereka berdua.

“Kak! Ngapain si gangguin gue mulu!” sentak Vani.

“Lo yang ngapain? Gue mau ke sana!” Genta menunjuk taman sekolah, yang posisinya tepat di depan kelas Vani.

Vani memutar kedua bola matanya malas, “Gue lama-lama kesel tahu ga kak? Lo apa si tujuannya ganggu gue mulu? Mau bully gue apa gimana sih?” ungkapnya, intonasi bicara Vani meninggi.

“Berani ya lo sama gue?” tantang Genta. “Oke liat aja, tunggu nama lo dipanggil Bu Maryam,” ancamnya.

Bu Maryam merupakan wakil kepala sekolah, guru dalam bidang studi akuntansi itu dikenal sebagai guru killer di SMK Lima Sila. Para murid takut pada Bu Maryam, sehingga jarang sekali murid yang berbuat kasus aneh-aneh. Maka dari itu SMK Lima Sila terkenal sebagai sekolah dengan akreditasi A, tingkat kedisiplinannya tinggi, guru-gurunya juga menerapkan sistem angkatan biru, dan angkatan merah untuk membandingkan angkatan mana yang terbaik setiap tahunnya.

Tak peduli apa yang dikatakan Genta, kalaupun memang iya Genta melakukan itu nanti di hadapan Bu Maryam akan Vani jelaskan apa yang telah dilakukan Genta kepadanya mulai dari OSPEK hingga detik ini. Berharap ancaman Genta itu hanyalah main-main, supaya Vani merasa takut kepadanya. Genta meninggalkan Vani sendirian di sana, tak lama kemudian seorang lelaki datang menghampiri Vani dengan wajah cemas.

“Lo gapapa, Van? Genta berbuat apa sama lo?” tanya Satria.

Vani menundukkan kepalanya, menggigit bibir bawahnya. “Gapapa kok kak, saya cuma sedikit debat aja tadi sama kak Genta tapi gapapa.”

Rasanya berubah, setiap bertemu dengan Satria kini Vani rasakan kurang nyaman. Padahal Satria begitu baik kepadanya, tapi entah mengapa justru Vani lebih senang berdebat hebat dengan Genta daripada dipedulikan seperti itu Satria. Boleh dikatakan bahwa Vani kurang bersyukur, banyak orang yang ingin berada di posisi Vani. Ternyata Genta memperhatikan bagaimana Satria yang begitu perhatian kepada Vani, cara itu Genta pakai sebagai bentuk jebakan untuk dua orang remaja tersebut.

“Kalo ada apa-apa bilang sama gue ya, Van. Jangan sungkan, kalo gitu gue ke kelas dulu,” pamit Satria.

Hati Vani aneh, ada rasa tidak nyaman, tapi ketika ditinggal oleh Satria seperti itu membuatnya merasa bahwa didekat Satria pasti ketenangan itu ada. Sebenarnya Vani kenapa? Tidak bisa Vani terus-terusan diombang-ambing dengan perasaan yang tidak jelas. Apakah itu pertanda bahwa rasa suka mulai timbul di hati Vani? Tidak bisa, Vani harus mengubur perasaan itu dalam-dalam sebelum semakin meluas.

Maaf kak, saya harus menjauh dari kakak sebelum rasa suka itu benar-benar ada, dan semakin meluas, batin Vani.














Tbc

Biru Merah [E N D I N G]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang