Bab III: Masuk ke Istana

94 10 8
                                    

Emmanuel memahami bahwa secepat dia masuk ke dalam keretanya sendiri, dia akan segera terpisah dengan teman pertama yang baru saja dia buat.

Dan dibandingkan dengan dirinya, dia lebih merasa bahwa dia akan mengkhawatirkan gadis itu lebih dari dia mengkhawatirkan dirinya sendiri. Clarity Vernifelon tampak terlalu polos. Jika ada lagi mereka yang mengganggunya, dia sedikit ingin tahu tentang apa yang akan dia lakukan.

Dia menunduk, memperhatikan gelangnya, sebuah ular melingkar yang memakan ekornya sendiri. Dan ketika dia menariknya, sebuah belati terhunus, bilah tajamnya selalu dia asah dan poles hingga kilaunya mengalahkan matahari.

Seorang bel biru telah datang ke rumahnya saat itu, memegang nama Christopher dan menyerahkan pedang itu padanya. "Kakakmu akan ingin kau memiliki ini."

Dia meremas gagangnya erat-erat.

Kenapa Oliver tak datang sendiri dan menyerahkan ini padanya?

Haruskah dia mendatanginya ke kuburannya dan menggalinya sendiri, memaksanya untuk bangun dan menjadi kakak yang baik padanya?

Namun hari dimana dia tak lagi menjadi kakak yang baik adalah di hari dimana mereka menerima surat itu — hari dimana dia tak lagi menjadi kakak yang baik baginya adalah hari dimana dia meninggalkan dunia ini.

Dia mengingat ibunya terisak. "Apa dia tak mengatakan apapun sebelum itu?"

Dan dia mengingat bagaimana Christopher Havenglow menatapnya tepat di mata, penuh kesedihan dan penetapan. "Lindungi Emmanuel dari Istana Rabani."

Kereta berhenti, dan dia dapat mendengar kuda-kuda mendengus. Mereka telah tiba.

Emmanuel menutup kembali pedang tipis itu, membiarkannya membengkok menjadi gelang yang tersemat di pergelangan tangannya sendiri. Jika Oliver ingin melindunginya dari sini, bahkan melibatkan orang dari kediaman lainnya, pasti ada sesuatu yang terjadi disini.

Dan bagaimanapun caranya, dia akan mencari tahu apa itu.

Dia mengingat Lucas Spiritglade yang berada tak jauh dari sini, masih terjebak di dalam kegelapan. Orang tuanya telah melarangnya untuk bertemu dengannya, tepat setelah dia melihatnya lagi dan nyaris mengamuk di depannya.

Mungkin itu bukanlah sesuatu yang baik. Namun Emmanuel membutuhkan seseorang untuk disalahkan. Dan sang wisteria begitu cocok untuk dia pukuli tepat saat itu. Bahkan dengan para penjaga yang berusaha menahannya, dia sudah nyaris menghunuskan belatinya.

Dia mendongak ketika turun dari kereta, menatap gerbang tempat yang akan menjadi sekolahnya.

Kedamaian dan Kejujuran.

Emmanuel ingin meludah di atas plakat itu.

Jika kejujuran adalah apa yang mereka kejar, mereka akan membalas apapun pertanyaannya tentang bagaimana kakaknya kehilangan nyawa. Mereka takkan membiarkan adanya banyak sekali pemakaman pada tahun itu. Tempat ini adalah tempat yang kotor.

Dia memperhatikan orang-orang sebayanya masuk, tersenyum dan memukul bel dengan senang hati. Sementara dia berdiri di samping keretanya. Dia menunduk, menyentuh gelangnya. Takkan ada kesempatan untuk mundur jika dia masuk. Ada sedikit keraguan akan bagaimana dia akan menuntaskan ini.

Mungkinkah?

Lalu bagaimana jika keterangan bahwa Oliver Crystalbone membunuh dirinya sendiri adalah keterangan yang jelas dan benar?

Bagaimana jika hanya dia yang berpikir macam-macam?

Lalu untuk apa Lucas Spiritglade membunuh orang-orang itu?

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang