Bab VIII: Memutus Kerinduan

56 8 4
                                    

Lucas meletakkan barang-barangnya di atas dipan dekat ranjangnya, ketika dia menoleh ke belakangnya, Tiberius dan seorang Havenglow bernama Christopher tengah memperebutkan ranjang yang hendak mereka gunakan. Dia menghela nafas, melihat plakat kecil yang dia genggam dengan angka dimana ruang asramanya akan berada. Setelah masa orientasi, mereka baru saja berpindah ruangan.

Hal pertama yang dia pindahkan adalah kertas-kertas dan kuas yang dulu dia gunakan untuk menulis surat. Laki-laki itu memperhatikan coretan wajah Oliver yang dia bawa, tersenyum kecil ketika mengusapnya. Dia mungkin tak sebaiknya memajangnya di ruangannya — dia takkan bisa menjelaskan ini pada teman-teman sekamarnya.

Mungkin dia harus segera memikirkan bagaimana caranya. Karena Tiberius telah mendekat dan meraih kertas tersebut. "Siapa ini?" dia bertanya, menarik perhatikan Christopher yang ikut menghampiri mereka. "Manis sekali."

"Spiritglade," panggilnya, duduk di ranjangnya dengan lengan terlipat. "Kau memiliki bunga di rumahmu?"

Lucas meraih gambar Oliver. "Bunga ibumu."

Keduanya tertawa, membuatnya menghela nafas. Mereka telah mengetahui tentangnya, jadi Lucas merasa bahwa akan baik-baik saja jika dia memasang wajah tersebut di dipannya. Dia memanaskan sebuah lilin dan menancapkannya di dinding, membuat Oliver berada disana.

Tiberius mendekat ke arah dinding, menunduk untuk memperhatikannya. "Dia memang begitu manis," pujinya. "Bulan sudah memasuki Sadalmelik — enam bulan telah berlalu semenjak kita berada disini. Apa kau akan mengunjunginya saat pulang?"

Christopher menghela nafas, berlari ke arah ranjang yang dia pilih, membuat sang Goldenheart berusaha mengejarnya. Namun si bel biru telah menetapkan hak dengan merebahkan diri ke atasnya. "Kita mungkin tak diizinkan keluar — masa orientasi baru saja berakhir."

Tiberius menendang sang Havenglow dengan putus asa sebelum beralih ke ranjang di tengah, menghembuskan nafas gusar. "Tidak ada yang menyentuh ranjangku," ancamnya. "Rubi kemerahanku bisa menghancurkan kalian."

"Rubi kemerahanmu kalah oleh naga halus Lucas."

Goldenheart itu melemparkan bantal padanya.

Lucas menghela nafas, menggelengkan kepala pada mereka. Masa orientasi begitu panjang — melewati bulan Borealis hingga Algedi. Dia, Christopher, dan Tiberius harus menahan dinginnya salju sementara mereka dikirim ke pegunungan tinggi.

Kelompok mereka memiliki tiga pendekar dan tiga penyembuh — cukup untuk menghalau roh-roh nakal yang berada disana, juga untuk saling mengobati setelah ancaman. Namun beberapa murid tetap tak memiliki pertahanan diri dan memilih untuk mundur, menyalakan bunga api yang mereka bawa dan mengabarkan pada istana.

Dia berharap bahwa kebijakan itu akan segera berakhir. Dia tak bisa membayangkan Oliver menderita di pegunungan — walaupun dia akan terlihat imut dengan hidung merah jambu dan pakaian tebal.

Lucas ingin tahu jika dia masih mengingatnya, jika surat-surat yang ingin dikirimkan dari Cordelia tertahan karena hubungan luar dilarang untuk murid-murid baru. Dia ingin tahu jika Oliver bertanya-tanya mengapa dia tak membalas satupun surat yang bahkan tak dia terima.

"Siapa namanya?" ujar Christopher, membuatnya menoleh. "Bungamu — siapa namanya?"

Bunganya. Dia tak yakin jika dia memiliki hak untuk menganggap mawar putih itu sebagai haknya. Walaupun dia tahu jelas bahwa dia tak lagi menganggapnya sebagai seorang teman. Seorang teman takkan menyimpan sketsa wajahnya di samping ranjang. Seorang teman takkan terus memikirkannya tanpa pamrih bahkan ketika mereka tak bisa berhubungan.

Benar sekali.

Dia tahu siapa Crystalbone itu baginya.

Dia menatap teman sekamarnya, menghela nafas. "Oliver Crystalbone."

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang