Bab XVII: Janji Sang Bel Biru

47 6 0
                                    

"Kau mengigau dalam tidurmu."

Emmanuel mendongakkan kepala, berhenti memperbaiki jubahnya, tangannya melayang sambil menggenggam pita yang sedang mengikat rambutnya.

Tak memiliki jadwal untuk hari ini akan membawanya untuk pergi ke Puri Tertidur — dia memiliki beberapa pertanyaan untuk Sondia, baik laki-laki itu akan menjawabnya atau tidak.

"Aku tidak," dia membela diri.

Benjamin menaikkan alis, masih terduduk di ranjangnya sendiri. "Aku mendengarmu."

"Yang kau dengar adalah salah," balasnya lagi. "Jika kau masih bisa mendengar dalam tidurmu, kau akan sadar bahwa kau mengorok."

Havenglow itu menyentuh dadanya, menarik nafas dalam. "Aku tidak mengorok sama sekali."

"Dan aku tidak mengigau."

"Aku mendengarmu cukup baik, Sayangku–"

Emmanuel melemparkan jubah luarnya padanya. "Jangan sebut aku itu," tegurnya. "Lagipula, aku tak pernah mengigau. Tak pernah."

Benjamin menatapnya, menghela nafas. "Mungkin kau memiliki mimpi buruk yang kau sangkal," ucapnya, mengawasinya beranjak menuju pintu. "Kemana kau akan pergi?"

"Ke Puri Tertidur."

"Nah," mulainya, menyingkirkan selimut dan meraih jubah luarnya yang dilemparkan Crystalbone itu. "Kau takkan berpikir untuk pergi sendirian 'kan?"

"Aku bisa pergi sendiri."

"Kau tak bisa."

"Aku bisa."

Havenglow itu tertawa kecil, menatapnya yang masih berdiri di pintu. Dan sang mawar putih merasa gagal ketika dia tak menyadari saat laki-laki itu merentangkan tangan, menahannya di antara dirinya sendiri dan pintu dengan satu lengannya.

"Apa yang akan kau lakukan jika sesuatu terjadi padamu?" dia bertanya. "Kau akan menangis dan meminta bantuanku."

Dan kini adalah giliran Emmanuel untuk tertawa, dia menggelengkan kepala, tanpa sengaja menyandarkan kepala pada lengannya. "Apa yang membuatmu begitu yakin soal itu?"

"Kau akan," bisiknya. "Kau membutuhkanku."

"Kenapa?" dia membalas. "Kau tak yakin aku bisa melakukan ini sendiri?"

Dan ketika Crystalbone itu menatapnya, dia menyadari bahwa mereka hanya memiliki jarak yang begitu sedikit sebelum hidung mereka bersentuhan. Jika salah satu dari mereka bergerak, dia takkan tahu–

"Ben!"

Johannes Regalshade harus belajar kembali tentang tata-krama.

Karena sang peoni telah mendorong pintu terbuka, membuat Emmanuel merasakan dirinya maju ke depan, memaksa Benjamin mundur ke belakang dan menahan Crystalbone itu dengan lengannya terlingkar.

"Kau mengatakan padaku bahwa kau akan membawakan catatanmu untukku. Kau tak melakukannya– Oh."

Crystalbone itu mengalihkan pandangan, mencoba mendorongnya menjauh. Namun Benjamin mengeratkan genggaman di pinggangnya, menaikkan alis pada temannya.

"Apa aku mengganggu sesuatu?"

Dari sudut matanya, dia dapat melihat Benjamin kembali menaikkan alis, matanya membulat dengan kepala tertiling ke arah luar. Seolah memintanya pergi.

"Catatanmu, Ben," ucapnya. "Lalu aku takkan mengganggu waktu kalian."

Emmanuel berhasil menyingkirkan lengannya, menyentuh pipinya sendiri dengan punggung tangannya. Dia dapat merasakan panas disana, membuatnya berbalik dan menghindari mereka.

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang