Bab XVI: Di Balik Selubung Cadar

51 8 0
                                    

cw // kiss; violence; blood

Oliver mendapati dirinya kembali ke depan asrama lama para penyembuh. Dia menatap tiga bangunan rendah itu, membayangkan api yang menjalar hingga nafasnya tercekat. Lompatan para makhluk api dan rentangan sayap burung api.

Lalu bilah pedang yang ada di lehernya.

Pukulan pada teman-temannya.

Crystalbone itu menarik nafas, merasakan sebuah pelukan di belakangnya. "Bukankah mereka mengatakan bahwa tempat ini berbahaya?"

Dia berbalik, menoleh pada Lucas yang menatapnya. "Aku tak bisa untuk tidak kemari," ucapnya. "Ada sesuatu yang mengancam teman-temanku — mengancam kita semua."

"Itu bukan salahmu."

"Memang bukan," dia bersikeras. "Karena itu aku harus menemukan siapapun yang bersalah. Jika tidak, teman-temanku akan selalu dikucilkan."

"Jika tidak," ralat Lucas. "Kau akan terluka."

Oliver tersenyum kecil, mengeratkan pelukan padanya. Dia tak pernah memiliki rencana apapun untuk memberitahu Lucas tentang apa yang menjadi statusnya di antara Perkumpulan Bulan — nama yang mereka berikan sebagai wujud perginya mereka dari Istana Rabani.

Atau mungkin, cintanya tak perlu tahu tentang apa yang telah terjadi pada para penyembuh. Dia tak perlu tahu bahwa mereka telah jatuh. Bahwa mereka telah mengeluarkan diri dari istana ketika masih berada di dalamnya.

Laki-laki itu menutup mata, merasakan dekapannya. Hingga Spiritglade itu berdengung, menunduk untuk mengecup dahinya.

"Pelukanmu terasa berbeda," dia berbisik.

"Benarkah?"

Mungkin Lucas menyadari betapa gundah hatinya, bahkan dari dekapannya sekali pun. Namun Oliver merasa bahwa dia tak perlu peduli akan hal itu. Dia membutuhkannya sekarang. Dia membutuhkan pengakuan bahwa mereka akan baik-baik saja, bahkan dengan kubu mereka yang kini berbeda.

"Benar," ucapnya. "Apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja," dia berjanji. "Ketika bersamamu, takkan ada yang melukaiku."

"Apa kau masih bisa mempercayaiku?" tanya Lucas, membuatnya mendongakkan kepala. Matanya bergetar, menghindar. "Aku adalah seorang pendekar. Aula Langit takkan–"

"Aula Langit?"

"Para pendekar memilih nama itu," dia mengakui. "Mereka menyatakan perang pada para penyembuh, pada kalian. Hingga ada yang mengakui bahwa kebakaran yang terjadi adalah salah kalian."

"Tapi itu bukan salah kami."

"Aku tahu," ucapnya, menahan pipinya, mengusapnya. Dan Oliver kembali terlena. Dia selalu menyukai telapaknya di pipinya. "Apa kau bisa mempercayaiku ketika aku adalah bagian dari mereka?"

Crystalbone itu mengencangkan kepalan pada bagian belakang jubahnya. "Jika aku tak lagi mempercayaimu," dia berbisik. "Aku ingin naga halusmu untuk menghentikan nafasku."

"Jangan katakan itu," ucapnya, menyatukan dahi mereka. "Jangan katakan itu."

"Kalau begitu, aku akan terus mempercayaimu," dia tersenyum kecil. "Aku mungkin tak pantas untuk kau percayai — tidak ketika aku berada di sisi mereka. Tapi aku akan terus mempercayai satu orang dari sisi kalian."

Lucas meraih kedua pipinya, mengecup bibirnya sekilas. Dan Oliver membuka mata, menatapnya sebelum meraih kerahnya, membalas ciuman mereka yang baru saja terlepas.

Sang wisteria selalu merasakan bibirnya seperti dia takkan pernah melakukannya lagi. Seolah itu adalah ciuman terakhir mereka. Caranya melingkarkan lengan pada pinggang dan mengangkatnya membuat mawar putih itu menarik nafas. Desah berbisik di antara bibir mereka hingga Oliver merasakan kakinya melemah, berpegangan pada lingkaran lengan di lehernya.

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang