Bab XXXIV [1.0]: Layunya Sang Mawar Putih

47 4 0
                                    

cw // depression; character death; massacre

Denting sendok yang berputar di mangkok memenuhi telinganya, dan Oliver menyadari bahwa Sondia tengah mengaduk bubur yang berada di mangkok yang seharusnya menjadi miliknya.

Selalu ada rasa enggan setiap kali dia membuka mulut — dia takkan pernah bisa melupakan penyesalannya pada malam itu. Kedatangan Henry, kematian putrinya.

Dia seharusnya tak datang. Dia seharusnya mendengarkan apa yang Lucas katakan padanya.

Suara pintu terbuka dan Sondia berdiri, menyambut siapapun yang berada disana.

Oliver sedikit mengharapkan bahwa itu adalah suaminya, walaupun dia tahu bahwa Lucas pasti tengah berada di kelas sekarang, berusaha membagi waktu antara belajar dan menemaninya.

Namun suara temannya menyambutnya. "Master."

Dan mata Oliver menggelap ketika melihat wajah Asta Montarac muncul di depannya, tersenyum. Dia melipat tangan di dadanya, dengan pedang yang tak terlihat dimana pun. Tentu saja. Semua orang akan tahu dengan edelweiss di tangannya.

"Kau masih tak ingin makan?" dia bertanya, menoleh pada Sondia. "Biarkan aku bicara padanya."

Temannya mengarahkan mata padanya sebelum mengangguk, berjalan pergi dan menutup pintu.

Secepat debuman pintu terdengar, Henry menurunkan tangannya yang awalnya bersedekap di depan dadanya, menyibakkan rambutnya, menghela nafas.

"Aku benar-benar tak bisa bersikap lembut," dia mengeluarkan sebuah tawa. "Kakakku benar-benar menjijikkan."

"Kemana kau membawa jasad Grand-Childe Montarac?"

Dia menoleh padanya. "Kau tak perlu tahu itu," ucapnya "Jika ibuku tak bisa mendapatkan pemakaman yang layak, dia juga tidak."

Dendam ini.

Oliver mengalihkan pandangan.

Dia melihat dari sudut matanya ketika Henry mendekat, menyandarkan kedua tanganya di atas tempat tidurnya. "Menjauh dariku."

Laki-laki itu tertawa. "Aku hanya ingin bertanya, bagaimana rasanya?" Oliver menatapnya. "Bagaimana rasanya ketika kau kehilangan sesuatu yang sangat kau sayangi?"

"Kau pembunuh–"

"Karma leluhurmu datang padamu, Oliver Crystalbone," dia membela diri. "Apa kau tahu bahwa ketika akhirnya Evernight terusir, mereka juga mengusir bintang yang menjadi pelindungnya?"

Oliver mengernyitkan dahi, tidak ada bintang kelima. Hanya ada lima bintang Dewi Nightsky – Crystalbone, Spiritglade, Pearblossom, dan Havenglow.

"Fireglaze terusir dan masuk ke dalam tubuh nenekku, ketika dia melahirkan ibu dan ayahku, bintang itu terbelah dan masuk ke diri mereka. Dan ketika ibuku melahirkanku dan kakakku," dia mengangkat tangannya, dan warna kemerahan muncul. "Semuanya masuk padaku."

Oliver memperhatikannya.

"Aku merasakan dendamnya, Oliver. Ketika dia pergi dari tubuhku, rasa dendamnya takkan hanya ditujukan pada Istana Rabani, namun seluruh Alula. Bukankah aku begitu baik untuk menampungnya dan mengendalikannya?"

"Kau tetap pembunuh," bisiknya. "Kau membunuh banyak orang, teman-temanku, anakku–"

"Anakmu?" ulangnya, menatapnya. "Putrimu memang seharusnya mati. Aku memberikanmu pilihan — ikutlah denganku. Tapi kau menolaknya." Dia tertawa. "Bagaimana rasanya ketika kau kehilangan semua yang kau inginkan?"

Tinju Oliver teremas di atas selimutnya, matanya memerah.

Yang dia ketahui berikutnya adalah Henry yang terjatuh ke lantai dengan dia di atasnya, wajahnya berdarah karena dia terus memukulnya.

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang