Bab II: Yang Pertama

147 13 14
                                    

Bagi Lucas, perjalanan menuju Cordelia akan selalu melelahkan. Dia tak mengatakan tentang kota-kota yang terus mereka singgahi. Dia mengatakan tentang bagaimana dirinya yang berada di pegunungan harus menuruni daerah hingga menuju pantai dan teluk.

Dan dia takkan pernah terbiasa pada panasnya hawa disini.

Mungkin itu adalah alasan kenapa ibunya selalu membawa kipasnya, atau bahwa ayahnya akan sesekali mengusap wajah dengan sapu tangannya. Setidaknya itu adalah alasan kenapa dia menarik kenop jendela terbuka dan membiarkan angin semilir masuk.

"Luke," tegur ibunya. "Kau akan terkena masuk angin."

"Aku takkan," dia meyakinkan. "Kurasa akan lebih baik seperti ini dibandingkan jika Ibu terus menerus mengipasi diri Ibu," ujarnya. "Itu akan membuat suhu tubuh lebih panas."

"Lihatlah kau," tawa sang ayah. "Kau yakin untuk tidak mengikuti para penyembuh dan justru menjadi pendekar?"

Spiritglade muda mengalihkan pandangan. Dia takkan mengatakan yang sejujurnya pada orang tuanya — bahwa dia gagal untuk menghafalkan begitu banyak tanaman-tanaman obat dan fungsinya, atau dia akan kebingungan setiap kali memikirkan racikan obat. Dia tahu ketika bertanya pada dokter keluarga mereka, bahwa semuanya memiliki efek — semuanya memiliki konsekuensi.

Lucas lebih memilih mengayunkan pedangnya saja.

Perjalanan mereka menuju Cordelia saat ini hanyalah untuk berkunjung. Sangat mudah bagi sang ibu untuk mengunjungi kediaman mawar putih, mengingat bahwa keduanya pernah menjadi wanya di dalam Istana Surgawi.

Ketika ibunya menikah setelah lulus dari akademi, Anastasia Snowtiger memutuskan untuk bekerja untuk beberapa tahun di istana tersebut. Walaupun kemudian dia menikah dan menjadi pencatat di kediamannya sendiri.

Lucas ingin tahu jika ibunya pernah menyesal karena melepaskan kesempatan untuk bekerja di Daerah Kuno. Walaupun dia enggan untuk mempertanyakan itu di depan ayahnya. Dia mungkin akan menanyakan itu nanti — jika dia ingat.

"Wanya Crystalbone akan begitu senang bertemu denganmu," ucap ibunya. "Mereka memiliki anak seumuranmu."

Dia menoleh padanya, tertarik. "Benarkah?"

"Satu tahun lebih muda," ralatnya. "Tapi aku yakin kalian akan berteman dengan baik."

"Ibu," tawanya, menggelengkan kepala. "Aku bahkan sulit untuk mendapatkan teman ketika berada di rumah. Aku tak yakin jika aku bisa mendapatkan seorang teman dengan hanya tiga hari kunjungan."

Sang ibu menutup kipasnya. "Omong kosong," dia menegur. "Tak apa jika kau nanti tak bisa berteman dengannya, tapi kau tak bisa membatasi dirimu karena kau tak pandai–" dia membentuk tanda kutip dengan dua tangannya, membuat sang ayah tertawa. "–berteman."

Lucas menoleh pada ayahnya, ikut tertawa. Dia mengangguk pada ibunya. "Akan kucoba," dia menenangkan.

Itu adalah janjinya.

Namun ketika mereka tiba dan dia bertemu dengan kedua Crystalbone, dia sama sekali tak melihat seorang anak yang seumuran dengannya. Tidak ada yang berusia sembilan belas tahun. Kecuali dia sedang berada di tempat lain, atau ibunya menipunya untuk menghiburnya.

Sang ibu mungkin menangkap kegundahannya, tertawa sebelum menoleh pada temannya. "Aku tak melihat Oliver dimana-mana," ujarnya. "Apa dia sedang tak ada di rumah?"

"Oh," gumam Anastasia, menoleh pada suaminya, menghela nafas. "Dia pasti sedang berada di pasar sekarang. Dia sedang belajar untuk Istana Rabani — aku yakin dia sedang mengganggu pemilik toko tanaman obat sekarang dan Noel memiliki dunianya sendiri, dia tak ingin diganggu."

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang