Bab XXXIV [0.5]: Bunga Abadi dan Mataharinya

33 4 2
                                    

cw // scars; character death; dark magic; grieving and mourning

Asta dan Tiberius membawa diri mereka ke bawah perpustakaan, pusat dimana novasihr begitu kuat. Dia mengakui bahwa ada sedikit rasa tak setujunya untuk membawa cintanya ikut dengannya.

Namun–

"Kau mengatakan bahwa dia hendak menghancurkan Istana Rabani?" tanya Tiberius, berbaring di sampingnya.

"Aku hanya mengatakan bahwa dia menyimpan sesuatu di perpustakaan," dia mengakui. "Sejumlah novasihr. Itu akan cukup untuk membakar seluruh istana, bahkan jika dia gagal sebelumnya."

"Kalau begitu kita harus menghancurkannya."

Wajah mereka tertutup dengan cadar, berusaha tidak menghirup udara beracun disana. Master itu melepas tangannya ketika Tiberius berjalan ke arah lain, mencoba mencari sesuatu yang bisa melenyapkan novasihr dari sana.

Sementara dia mencari ke arah lain ketika sebuah suara menyapa dirinya. Dan dia menyadari bahwa adik kembarnya tengah berada disini bersama mereka.

"Kau membawa pacar kecilmu."

Asta meremas tangannya, tak berbalik. "Jika kau menyentuhnya–"

"Aku tidak, kakakku sayang," dia tertawa kecil. "Aku takkan bermimpi untuk melukainya." Namun ujung bilah pedang terhunus di lehernya, dan Henry mengangkat kedua tangan. "Aku tak bisa berjanji," bisiknya, tertawa kecil ketika melihat kembarannya memicingkan mata.

Laki-laki itu berbalik, dan Tiberius menatapnya. "Halo, Henry."

"Haruskah aku menyebutmu kakak iparku?" dia balik melihat matanya, tawa dinginnya menggema di dalam ruangan. "Aku tahu kenapa kalian kemari, dan jika kalian berpikir bahwa aku akan dengan bodohnya tidak menyingkirkan alat untuk membuang novasihr keluar–"

"Kau melakukan itu dan tak hanya Istana Rabani, tapi seluruh kota akan mati."

"Bukankah itu yang mereka inginkan dari kami?" bisiknya, mata membelalak. "Kematian?!" dia menoleh ke arah sang kakak, yang berdiri dalam diam. "Katakan padanya! Katakan padanya apa yang telah kulalui!"

Dia melepas jubahnya, menampakkan bekas-bekas api di kedua lengannya, sayatan di pergelangannya, luka cambuk dan pukulan di punggungnya. Namun Asta tak bergeming.

"Sejak kau kembali kemari, aku tak pernah setuju padamu."

Henry mengeluarkan decihannya. "Kau bukan anak ibu," bisiknya. "Kau bukan Fireglaze." Dia melihat Asta mengepalkan tangannya. "Kau berubah terlalu banyak, persis seperti mereka."

Dengan itu, dia menghilang dalam lingkaran asap hitam pekat, dan sebuah pipa bocor di dalam ruangan tersebut, memancing pipa lainnya, dan mengeluarkan udara novasihr yang begitu pekat melebihi kemampuan mereka.

"As–" Tiberius mencoba bicara, namun dia menutup mulutnya dengan tangannya.

"Simpan udaramu." Namun dia menggelengkan kepala, menunjuk sebuah corong yang menyalur ke atas. Novasihr berasal dari tata surya, dan akan kembali ke tata surya. Tetapi Asta menggeleng. "Aku bukan grandmaster, Ty. Aku tak bisa–"

Tiberius menarik tangannya menjauh dari mulutnya. "Aku akan membantumu." Dia pasti melihat matanya, yang begitu penuh rasa takut, dan meraih pipinya. "Bukankah aku muridmu?"

Benar sekali.

Tiberius dilatih untuk menjadi seorang pendekar. Mereka bukanlah orang-orang dari Istana Langit yang dapat mengendalikan novasihr dengan baik, namun pedang mereka dapat mencoba.

Asta meraih kedua tangannya, mengecup kedua pergelangannya dengan penuh terima kasih sebelum menarik edelweiss-nya, kedua jari terulur dan menelusuri bilahnya, menunjukkan cahaya kekuningan di penjuru pedangnya.

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang