Bab XXIII: Untuk Pertama Kalinya

37 5 0
                                    

cw // nightmare; labor; blood; character death

Emmanuel merasa bahwa dia tak pernah memimpikan ini sebelumnya, walaupun terkadang badai di Teluk Cordelia membawanya ke sebuah ingatan yang seharusnya tak dia miliki. Dan dia akan melihat begitu banyak — terlalu banyak.

Di benaknya, dia kembali ke Kediaman Mawar Putih, melihat Nenek Snowtiger mendekap Oliver di lengannya, menyanyikan sebuah alunan nina bobo yang selalu mereka kenali dan nyanyikan sebelum tidur.

Namun sang kakak begitu mungil, tubuh satu tahunnya memeluk erat sang nenek sementara badai terus menerjang disana. Orang tua mereka tak terlihat sama sekali.

Emmanuel membawa kakinya menjelajah, mengenali teriakan sang ibu — penuh rasa sakit, dan dia melihat orang-orang berkumpul di ruangan ibunya, dan dia dapat melihat ayahnya menggenggam erat tangannya.

Kelahirannya sendiri pasti sangat menyakitkan bagi sang ibu, terutama dengan badai yang menerjang. Mereka mengatakan bahwa para Crystalbone tak pernah meninggalkan kewajiban untuk menenangkan Cordelia setiap badai — kecuali pada satu malam.

Dan Crystalbone itu menyadari bahwa itu adalah malam kelahirannya.

Emmanuel berjalan ke jendela, terpaku ketika menatap tiga buah cahaya tak jauh di pepohonan. Seekor harimau putih yang berdiri di samping sebuah pohon, sementara di batangnya adalah seekor ular naga, sisik ungu gelapnya tampak ketika kilat menyambar. Di dahan adalah seekor burung hantu dengan bulu segelap malam.

Dia telah mendengar cerita — banyak sekali cerita dan legenda. Tentang Perang Evernight dan apa yang terjadi pada para pemimpin makhluk spiritual.

Mereka mengatakan bahwa keempatnya telah mengikuti Burung Api Atsila dan naik ke langit. Mereka mengatakan bahwa mereka mati dan serpihannya naik sebagai bintang, kembali pada Dewata mereka.

Lalu apa yang mereka lakukan disini?

Crystalbone itu berbalik, menyadari bahwa tak ada lagi teriakan. Dia melihat ibunya bersimbah darah, diam dan kaku. Bayi mungil yang adalah dirinya beristirahat di pelukan ayahnya.

"Tidak," bisiknya, mendekat. "Ibu tidak meninggal dunia. Apa yang terjadi? Kenapa seperti ini?"

"Kelahiranmu memiliki konsekuensi, Emmanuel."

Laki-laki itu mengalihkan pandangan, berbalik. Dia tak tahu bagaimana harimau putih itu masuk ke dalam ruangannya. Namun dia mundur, mencoba untuk menghormatinya. "Harimau Putih Selket."

"Kelahiranmu memiliki konsekuensi."

"Kau sudah mengatakannya," ucapnya. "Tapi kau harus menjelaskannya."

Dia dapat mendengar geramannya. "Jika itu bukan kakakmu, maka itu adalah ibumu. Jika itu bukan kau, maka itu adalah anakmu."

"Aku tak memiliki seorang anak."

"Tapi kau akan," dia meyakinkan. "Dan ketika dia lahir nanti, kau akan memikirkan itu."

Emmanuel terdiam, menatap harimau tersebut yang pendarnya menembus gelapnya ruangan, dan ketika dia berbalik, dia melihat ibunya, menggendongnya sambil tersenyum seolah tak ada yang terjadi.

Dia dapat mendengar jerit bahagia kakaknya dari pintu, dan dia melihat Oliver berlari ke arah mereka. Namun kaki kecilnya tersandung, dan dia menjerit.

Tak ada yang mendengarnya.

Emmanuel berlari, menggenggam erat lengan kakaknya dan berusaha untuk membantu. Namun Oliver terus menangis, darah menetes menuju kakinya, tepat dari perutnya.

Crystalbone itu bergetar. "Tidak," bisiknya. "Tidak sekarang. Tidak– Selket!"

"Jika bukan ibumu, maka itu adalah kakakmu."

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang