Bab XXII: Jubah Merah

41 5 0
                                    

cw // suffocation;

"Apa itu menyakitkan?"

Oliver mendongak, menatap dari buku yang tengah dia baca. Lucas dan Emmanuel baru saja menyelesaikan latihan mereka, dan adiknya tengah duduk di sampingnya.

"Apa yang menyakitiku?" dia bertanya.

"Api," balas sang adik. "Kami mendengar tentang berita itu — bahwa Istana Rabani terbakar, terutama asrama para penyembuh."

Oliver menutup bukunya, meletakkannya di atas meja. Dia menatap adiknya, masih begitu muda dengan kepolosan di matanya. Emmanuel tak boleh tahu tentang apa yang terjadi sebenarnya.

"Liv?"

"Apalagi yang kau tahu?"

"Bukankah hanya itu yang terjadi?" dia bertanya balik. "Kebakaran. Kecuali ada sesuatu yang lain?"

Yang lebih tua menghela nafas. "Tidak," dia berbisik. "Tidak ada, tentu saja."

"Apa yang kalian bicarakan?" Keduanya menoleh, menatap Lucas yang berjalan ke arah mereka, duduk di samping suaminya dan mengecup pipinya. "Kalian tak membicarakanku 'kan?"

Oliver menampakkan senyumnya. "Jika itu tentangmu, kami akan membicarakan hal baik," dia berbisik, bersandar di pundaknya.

Dari sudut matanya, Emmanuel memutar mata. "Apa aku perlu melihat ini?" dia mengeluarkan protesnya, dan sang kakak tertawa. "Apa Istana Rabani baik-baik saja?"

Oliver dapat merasakan Lucas menegang di sampingnya, rahangnya mengeras. "Kenapa kau menanyakan itu?"

"Aku hanya mengira bahwa, dengan kebakaran saat itu, akan sedikit sulit bagi para master dan murid."

Penyembuh itu menyentuh tangan suaminya. "Dia hanya bertanya tentang itu," bisiknya. "Hanya itu."

Dia melihatnya menghela nafas, mengangguk. "Tentu saja istana baik-baik saja," ucapnya, beralih pada adik mereka. "Jangan khawatir soal itu."

Oliver menatap sang adik, yang mengangguk dan menunduk, memainkan pedang kayunya sendiri. Ada sedikit rasa sedih ketika dia membayangkan bahwa Emmanuel, yang begitu ingin berada di Istana Rabani, akan melihat kenyataannya nanti.

Jika dia memiliki pilihan, dia sangat ingin meminta Emmanuel untuk berubah pikiran dan berganti ke haluan lain. Dia masih memiliki waktu sebelum penerimaan.

"Noel," panggilnya, membuatnya menoleh. "Apa kau sangat ingin memasuki Istana Rabani?"

Dia menganggukkan kepala. "Kau tahu aku."

"Ya," bisiknya, mengalihkan pandangan. "Aku tahu jelas."

Dia dapat merasakan sentuhan tangan Lucas di sampingnya, dan dia tahu bahwa suaminya menyadari betapa gundah hatinya — terutama dengan persoalan Aula Langit dan Perkumpulan Bulan, akan sulit bagi Emmanuel nantinya.

Oliver harus mencari cara untuk meredam perseteruan mereka.

Setidaknya itu adalah yang dia pikirkan ketika dia berjalan-jalan bersama Sondia, menoleh pada seseorang dengan warna merah di jubahnya, penuh seperti darah. Dia mengernyitkan dahi — tak ada jubah seperti itu di istana ini. Atau bahkan, mungkin tak di istana lainnya.

"Oliver," tegur Greenhill itu, masih mengikuti di samping, melihatnya terdiam.

"Ayo," dia mengajaknya, bisikan itu cukup untuk membuatnya semakin mengernyitkan dahi.

Namun mungkin laki-laki itu juga melihat orang tersebut, menyipitkan mata. Dan keduanya bersembunyi di balik sebuah pilar, mengawasinya berjalan pergi.

"Hendak kemana dia?"

Under the Sky and Moon • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang