Bab 3

47 23 0
                                    

"Mau cerita apa lo?" tanya Dara saat keduanya sudah berada di cafe.

"Gue mau cerita tadi malam gue mimpi, Dar," ungkap Kaili yang terlihat begitu serius.

"Mimpi apa? Mimpi jatuh dari tangga terus kagetnya ke dunia nyata atau lo mimpi kejedot jendela terus benjolannya beneran ada?" tanya Dara sembari  tertawa kecil.

"Dara! gue lagi serius loh ini!" tekan Kaili dengan raut wajah kesal.

"Eh iya maaf, Kai. Emangnya lo mimpi apa, sih?" raut wajah Dara berubah serius,  dalam hitungan detik itu juga ia tersadar, sepertinya mimpi tersebut benar-benar menganggu pikiran Kaili.

Kaili mulai menceritakan tentang mimpinya. Sedangkan Dara yang mendengarkan Kaili bercerita itu pun terlihat begitu antusias dengan mulut yang terus mengunyah makanan.

"Itu hanya mimpi, Kai. Dan mimpi itu cuma bunga tidur," tutur Dara setelah Kaili selesai bercerita.

"Tapi Dara, kalo cuman satu kali okelah gue juga bakal anggap sebagai bunga tidur aja, tapi ini sering setiap kali gue dekat sama laki-laki dia selalu mampir di mimpi dan itu selalu ngebuat hati gue yang awalnya berbunga-bunga jadi nggak ada rasa," jelas Kaili.

"Ciri-ciri laki-laki di mimpi lo itu seperti apa? Apa Aksa, ya, Kai?" tebak Dara.

Kaili menggeleng. "Bukan Dar, ciri-ciri dia di mimpi gue itu tinggi terus apa lagi, ya, lupa gue. Kalau wajahnya itu blur bikin penasaran aja."

"Ciee yang masih ingat ciri-ciri Aksa, gamon, ya? Jangan-jangan itu jodoh lo, Kai." Dara tersenyum menggoda, ia menaik-naikan alisnya jahil.

"Apaan sih lo, Dar! Kalo emang beneran jodoh gue, ya, alhamdulillah setidaknya mimpi itu ada kejelasan, semoga aja dia secepatnya berwujud asli di dunia nyata," ucap Kaili sembari senyum-senyum sendiri dengan tatapan yang entah ke mana.

Dara yang melihat itu tidak tinggal diam, ia  berdiri lalu membungkukkan tubuhnya ke depan dengan tangan yang sudah siap untuk meraup wajah Kaili.

"Jangan kebanyakan ngehalu, Kai." Dara kembali mendudukkan tubuhnya.

Sementara Kaili memutar bola matanya malas, ia mendengus dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Bisa gak, sih, lo kalo gue lagi ngebayangin apapun itu jangan di ganggu? Bikin rusak mood aja!" ketusnya.

Dara tertawa kecil melihat ekspresi Kaili. "Lagian lo senyum-senyum sendiri, gue takutnya lo malah kesambet, kan, gak lucu, Kai. Kalo semisalnya laki-laki di mimpi lo itu datang ke rumah ngelamar gimana, Kai?"

"Ya gak gimana-gimana, Dar. Gue terima, gue siap lahir batin untuk nikah," sahut Kaili dengan santainya.

Dara sudah tidak kaget lagi mendengar jawabannya. "Ngebet banget lo kepengen nikah, lo yakin? Masih muda loh, usia lo juga masih 18 loh, Kai?"

Kaili tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. "Emangnya kenapa kalo usia gue masih muda? Menikah bukan tentang usia yang tua atau muda tapi tentang kesiapan dan kematangannya, Dar. Gue yakin, kalau emang jodoh gue datang saat ini pun gue siap," ujarnya dengan begitu yakin.

"Kalo laki-laki dalam mimpi lo itu ternyata suami orang gimana, Kai? Terus lo dijadiin istri kedua atau ketiga atau keempat sama dia gimana?"

"Naudzubillah amit-amit jabang bayi," ucap Kaili seraya mengetuk-ngetukkan tangannya di meja. "Lo jangan ngedoain gitu, Dar. Kalo gak dapat yang bujang yang duda punya anak satu pun gue terima asal bukan suami orang juga, amit-amit deh," lanjutnya.

"jangan terlalu serius, gue bercanda doang. Gue doain dah semoga lo dapet laki yang sholeh yang bisa meratukan lo. Sekarang kita pulang, kan udah gak ada yang dibahas, udah sore juga," jelas Dara. Wajahnya masih tengil seperti biasa dengan tangan yang sibuk menurunkan handphone ke dalam tas.

Garis Mimpi (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang