Bab 10

19 3 0
                                    

Hari perpisahan tiba ....

Di sebuah kamar terlihat seorang gadis yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya, duduk di kasur dengan raut wajah kesal. Kaili menatap Dara belum juga  selesai bersiap-siap.

"Ayo cepetan, Dara! Nanti kita telat," desak Kaili.

Dara berdecak kesal mendengar ucapan Kaili yang mendesaknya. "Sabar kenapa sih, bentar lagi selesai ini."

"Gue tungguin lo di luar," ucap Kaili yang berlalu keluar kamar.

Dara hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari cermin. Setelah selesai berdandan dan rambut yang telah tertata rapi, Dara berjalan keluar kamar menyusul Kaili yang tengah duduk menunggunya.

"Ayo berangkat," ajak Dara pada Kaili.

Kaili yang semula fokus dengan ponsel seketika mendongak menatap Dara yang berdiri di depannya.

Kailo beranjak dari duduknya, berjalan dibelakang Dara. Keduanya berpamitan pada Ibu Jupi. Setelah berpamitan mereka pun melajukan motor masing-masing dengan kecepatan sedang.

Saat tiba di parkiran sekolah, Dara masih sibuk bercermin pada spion motornya. Kaili yang tengah menunggu pun tampak jengah olehnya.

"Ayo cepat, Ra! Dari tadi bercermin terus, lo itu mau bercermin atau enggak, bakal tetep cantik," ucap Kaili dengan jengah.

Mendengar penuturan Kaili, Dara tersenyum simpul lantaran ia menangkap pujian yang dilontarkan oleh sahabatnya.

Bukannya menyudahi aktivitasnya, alih-alih Dara kembali bercermin dengan wajah yang berseri. Kaili yang terlanjur kehabisan stok kesabarannya menarik tangan Dara dan membawanya menjauh dari parkiran.

Dara terkejut karena tiba-tiba tangannya ditarik begitu saja padahal belum selesai becermin. Ia terpaksa mengikuti dan mengimbangi langkah kaki Kaili agar tak terjatuh.

Ketika di teras gedung acara, Dara melepaskan genggaman Kaili dari tangannya.

"Ngapain sih main tarik-tarik aja, gue kan belum selesai becerminnya, Li," ujar Dara menatap kesal Kaili.

Kaili tertawa kecil melihat ekspresi wajah Dara. "Maaf ya, lo sih kelamaan becerminnya, tadi tuh ibu Anggi lewat terus ngeliat ke arah kita, makanya gue langsung tarik lo masuk," ucapnya.

Dara mengangguk paham meski masih ada rasa kesal. Kaili mengajaknya untuk masuk ke dalam gedung tersebut. Keduanya mengedarkan pandangan yang ternyata hanya mereka saja yang masih belum duduk di tempat yang sudah di susun jauh-jauh hari sebelum hari acara tersebut.

Kaili meringis ketika mengingat wajah ibu Anggi yang tampak lebih menyeramkan dari biasanya. Andai ini bukan acara perpisahan mereka sudah pasti akan di jemur di tengah lapangan sambil hormat.

"Kenapa lo?" tanya Dara saat melihat ekspresi wajah Kaili.

"Keinget muka Ibu Anggi pas kita masih di parkiran tadi," bisik Kaili sontak membuat Dara mengikuti arah pandang Kaili yang ternyata mengarah pada ibu guru cantik dan killer tersebut.

"Udah jangan diliatin terus, Ra. Nanti dikira apa lagi, lebih baik kita duduk," ucap Kaili yang dibalas anggukan oleh lawan bicaranya.

Kaili dan Dara pun berpisah karena kursi mereka tidak saling berdekatan yang disebabkan pengaturan kursi berdasarkan abjad.

Seiring berlalu rangkaian acara, kini momen yang sangat dinanti-nanti akhirnya tiba yakni pengumuman, penghargaan, dan pemberian piala kepada siswa-siswi yang telah menunjukkan keunggulan dalam bidang akademik dan non-akademik.

Setelah acara penghargaan siswa, hari itu berlanjut dengan sesi foto yang menyenangkan, di mana siswa-siswa berfoto bersama guru mereka, teman sekelas, dan wali murid mereka. Ini menjadi penutup yang sempurna untuk hari yang penuh dengan kegembiraan dan prestasi. Untuk menutup hari itu dengan cara yang lebih bermakna, ada juga sesi doa penutup di mana siswa-siswa dapat bersama-sama berbagi rasa syukur dan refleksi mereka tentang hari ini.

Setelah semua rangkaian acara itu selesai. Para  murid dan wali muridnya berhamburan keluar dari gedung acara. Menyisakan pada guru dan panitia pelaksana acara tersebut.

"Kalian pulang duluan aja, aku sama Kaili pulangnya belakangan," ucap Dara yang berada di belakang orang tuanya dan Ibu Jupi.

"Kalian mau pergi ke mana?" tanya Ayah Dara tanpa menghentikan langkah kakinya, begitu pun dengan Nevita dan Ibu Jupi hanya mengikuti disampingnya.

"Mau jalan-jalan aja sama Kaili, kan sebentar lagi aku akan berangkat keluar negeri, boleh ya, Yah," sahut Dara.

Helsa mengangguk dan memperbolehkan dengan catatan kedua anak gadis itu tidak boleh pulang terlalu sore dan Dara menyetujui dengan wajah ceria.

Mereka pun berpisah karena arah yang dituju berbeda. Dara segera mengajak Kaili pergi dari sana setelah mobil orang tuanya sudah tak terlihat.

***

Dara dan Kaili pun sampai di sebuah pantai yang begitu indah memikat mata setiap pengunjung di sana. Tak heran kenapa banyak pengunjung di pantai tersebut karena orang-orang menyukai selain pemandangan yang cantik juga bersih dan banyak tempat-tempat yang sangat cocok untuk berfoto-foto.

"Cantik kan, Li?" tanya Dara pada gadis yang berdiri di sampingnya sembari mengamati sekitar mereka.

Kaili mengangguk setuju, ya bagaimana tidak setuju? Pantainya begitu memanjakan mata yang memandangi keindahan tersebut. "Tapi sayang banget kita ke sini masih pakai baju sekolah. Harusnya tadi pulang dulu ganti baju baru ke sini," keluhnya.

"Lah gue kan emang sengaja ngajakin lo kesini langsung tanpa ganti baju dulu. Gue mau foto-foto pakai baju sekolah bareng lo buat kenang-kenangan, Li. Nanti kita bakalan jarang ketemu, gue pulang kalo ada libur panjang aja," ucap Dara memalingkan wajahnya ke arah lain tak ingin memperlihatkan kesedihan pada Kaili.

"Yaudah, ayo, nunggu apa lagi? Katanya mau foto-foto nanti kesorean, Ra," ujar Kaili.

Setelah puas berfoto-foto keduanya memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menikmati jajanan yang ada di sana.

Kaili menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tertawa kecil melihat plastik yang tadi berisi makanan dengan beraneka macam ludes dan sekarang hanya tersisa bungkusnya saja siapa lagi pelakunya kalo bukan Dara.

Setelah menelan makanan yang di dalam mulutnya. Dara berucap. "Lo beneran gak mau ikut gue aja gitu? Kuliah di sana, biar nanti gue kasih tau ayah. Pasti ayah senang karena gue bakalan ada temennya di sana."

Ekspresi wajah Kaili berubah dan menatap lurus ke depan. "Ga, Ra. Terimakasih sebelumnya atas tawarannya. Tapi maaf gue gak bisa. Kalo gue ikut terus yang bantuin ibu siapa? Gue di sini aja sambil kerja nantinya," ujarnya lirih.

"Jasa kalian ke gue udah terlalu besar, Ra. Gue gak tau gimana cara membalasnya. Gue di sekolahin sampai lulus seperti sekarang aja udah lebih dari cukup. Kalo bukan karena kalian gue mungkin gak bisa ngerasain menuntut ilmu di sekolah elit seperti itu," lanjut Kaili lagi.

"Yaudah, kami gak memaksa lo kok, tapi kalo nanti lo berubah pikiran dan mau ngelanjutin pendidikan lagi bilang aja ya, jangan merasa gak enak, kita udah menjadi keluarga. Lo itu bukan orang asing untuk kami, Li," tutur Dara memeluk dan mengusap pundak Kaili.

Kaili menganggukkan kepalanya. "Iya, makasih ya. Ra, gue gak tau ke gimana cara membalas jasa kalian."

"Kami gak meminta lo untuk membalas semuanya dan kami tidak berharap balasan apapun, Li. Udah ah malah sedih kayak gini,  pulang  yuk, udah sore nanti ayah marah lagi," ajak Dara dibalas anggukan oleh Kaili.

Mereka bergegas pergi dari sana, Dara lebih dulu mengantarkan Kaili ke panti. Setelah itu baru ia pulang ke rumahnya. Kenapa Kaili diantar Dara? Padahal tadi pas berangkat ke sekolah naik motor sendiri? Jawabannya karena Dara yang meminta agar satu motor saja dan motor Kaili sudah ada di panti karena di bawa oleh orang suruhan Ayah Dara.

~•~

Terimakasih buat yang baca ceritanya 🙏

Kalo ngebaca jangan lupa vote ya ringan kok gak berat tak seberat mencintainya namun tak bisa memilikinya eaaaaa

See you👋

Garis Mimpi (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang