Prolog

93 16 0
                                    

Hai, selamat datang di cerita baru dengan genre baru, kali ini aku akan menyuguhkan cerita berbeda dengan genre fantasi urban. Namun, perlu diingat bahwa semua kejadian, latar, tokoh, dan organisasi dalam cerita ini hanya fiktif belaka. Nikmati setiap alur ceritannya dan jangan melewatkan apapun.

Selamat membaca.

🍀🍀🍀🍀

Tahun 2000

Rintik hujan berirama di jendela kamar rumah sakit, menciptakan melodi yang memekakkan telinga di tengah malam yang sunyi. Kilatan petir sesekali menerobos kegelapan, diikuti oleh gemuruh yang menggelegar, seolah ikut merayakan perjuangan yang terjadi di dalam ruangan.

Di atas ranjang, seorang wanita mengejan dengan sekuat tenaga, keringat membasahi rambutnya yang berantakan. Cengkramannya pada suaminya menguat, kukunya menancap di kulit pria itu. Wajahnya merah padam karena usaha, dan jeritan kesakitan memenuhi ruangan.

Para dokter dan perawat bekerja dengan cekatan, memandu wanita itu melewati setiap kontraksi. Udara dipenuhi ketegangan dan antisipasi, semua orang fokus pada momen yang akan mengubah hidup itu.

Di luar, hujan semakin deras, seolah ingin membasuh semua air mata dan keringat yang telah bercucuran di dalam ruangan itu. Tapi di dalam, di tengah badai kesakitan dan perjuangan, secercah kehidupan baru memekik nyaring. Seorang bayi mungil hadir, kulitnya yang kemerahan dan keriput dibungkus dengan selimut lembut, dan tangisan kecilnya mengisi ruangan dengan melodi yang menenangkan.

Wanita itu memandang bayinya dengan cinta yang tak terhingga, mata coklatnya berbinar dengan air mata kebahagiaan. Di sebelahnya, sang suami yang baru saja menjadi ayah tersenyum lebar, merasakan kehangatan dan kebanggaan mengalir di sekujur tubuhnya.

Seorang perawat tersenyum hangat, "Selamat untuk bapak dan ibuk, anak kalian sangat tampan."

Wanita itu tersenyum, "Terima kasih, dia benar-benar tampan seperti suamiku."

"Tapi untuk saat ini kami harus memindahkan anak ibu ke kamar bayi untuk dipantau secara berkala."

Wanita itu pun mencium lama putranya dan menyerahkan anaknya kepada perawat. Perawat itu memberi sebuah tanda kepada bayi tersebut dan menggendongnya keluar dari kamar bersalin untuk membawanya ke kamar bayi.

"Mereka anak spesial, lahir di tanggal yang langka," ucap perawat lain yang baru saja memasuki kamar bayi dengan bayi manis dalam gendongannya, Perawat itu bernama Sinta.

"Kamu benar, bahkan hanya ada dua bayi hari ini," jawab Perawat Oki memandang sendu, ia teringat pada putrinya yang sedang menjalani perawatan usai divonis kanker leukemia. Perawat Sinta yang mengetahui penyebab kesedihan perawat Oki pun mengelus bahunya berusaha menguatkan.

Perawat Oki mengusap air matanya yang baru mengalir dan mengusahakan sebuah senyum untuk kedua bayi yang baru saja lahir, ia tidak ingin kedua bayi tersebut menyerap energi negatif yang dikeluarkannya. "Kalian benar-benar tampan dan cantik," Ucap perawat Oki menatap mata kedua bayi itu bergantian. Tepat saat menatap bayi dengan selimut biru perawat Oki tersentak melihat mata bayi itu memancarkan cahaya.

"Apa kamu melihatnya?" tanya perawat Oki kepada perawat Sinta memastikan.

"Apa?" heran perawat Sinta.

"Aku melihat mata bayi itu bersinar."

Perawat Sinta menatap tak percaya. "Mungkin kamu hanya berhalusinasi karena terlalu banyak pikiran."

Perawat Oki terdiam, yang dikatakan perawat Sinta ada benarnya, tapi yang baru saja ia lihat benar-benar tampak nyata. Di tengah keterdiamannya ponsel perawat Oki yang berada disakunya berbunyi, ia dengan segera merogoh sakunya dan mendekatkan ponsel ke arah telingannya.

Perawat Sinta menyaksikan air mata merembes dari kedua mata perawat Oki. "Sinta!" seru perawat Oki dengan semangat setelah sambungan teleponnya terputus.

"Ada apa?" tanya perawat Sinta yang merasakan ada kabar bahagia melihat bagaimana ekspresi perawat Oki.

"Anakku dinyatakan sembuh!" pekik perawat Oki dengan wajah penuh rasa syukur dan bahagia disertai air mata yang terus mengalir membasahi kedua pipinya.

Perawat Sinta memeluk rekan kerja sekaligus temannya itu. "Aku turut bahagia."

Setelah melepas pelukannya perawat Oki menoleh kearah dua bayi yang ada di kasur. "Bahkan kelahiran kalian turut membawa kebahagiaan untukku," ungkapnya.

"Bukankah mereka terlalu manis?" tanya perawat Sinta menyaksikan kedua bayi itu saling bertatapan.

"kira-kira apa yang mereka pikirkan, kenapa mereka bertatapan begitu lama?" perawat Oki jadi penasaran.

Perawat Sinta pun membungkuk. "Hai bayi kecil, apakah kamu menyukainya?" tanyanya pada bayi dengan selimut biru.

"Kamu ini terlalu sering menonton film romance, bagaimana mungkin bayi bisa memiliki perasaan seperti itu."

"Bisa jadi saja, lihatlah bayi itu begitu cantik, aku yakin dia akan menjadi incaran banyak pria nantinya. Bahkan si kecil yang tampan ini tak berhenti menatapnya."

BRAKK!!

Pintu terbuka dengan kasar, membentur dinding dengan bunyi keras, membuat Perawat Oki dan Perawat Sinta tersentak kaget bahkan kedua bayi yang mulai menangis kencang. Seorang pria berusia 30-an masuk ke dalam ruangan dengan darah yang mengalir dari dahinya dan banyak luka disekujur tubuhnya. Pria itu berjalan mendekati kedua bayi yang sedang menangis.

Perawat Oki yang mengenali pria itu bertanya dengan panik, "Apa yang terjadi pada anda?"

"Aku tidak ada waktu, aku harus membawanya sekarang." Pria itu menggendong bayi dengan selimut biru.

"Maaf pak, tidak bisa karena kami harus melakukan pemantauan kepada kedua bayi ini dan anda harus menyelesaikan semua prosedur." Perawat Sinta bantu menjelaskan.

"Saya tidak punya banyak waktu! kamu tolong jaga istri saya sampai saya kembali karena sekarang saya harus membawa anak saya ke tempat yang aman." Pria itu pun menyerahkan setumpuk uang kepada perawat Oki dan segera berlari keluar ruangan.

"Apa yang terjadi?" tanya perawat Sinta.

"Entahlah, tapi sepertinya nyawa mereka dalam bahaya, kita harus meminta polisi untuk menjaga ruangan istrinya." perawat Sinta bergegas keluar menuju ruangan istri dari pria tadi, perawat Oki menghubungi polisi setelah menenangkan bayi dengan selimut kuning.

Sebelum sampai ditempat tujuan kaki perawat Sinta dan perawat Oki terhenti di depan pintu salah satu ruangan yang terbuka lebar, ia melihat seorang pria menangis histeris memeluk istrinya. Keduanya melangkah masuk mendekai untuk melihat apa yang terjadi.

Perawat Sinta terpekik melihat sebuah pisau menancap di dada kiri wanita yang kini sedang dipeluk erat suaminya, banyak darah bergelinangan disekitar mereka, bahkan baju pria itu dipenuhi darah istrinya.

"Suruh polisi dan dokter cepat kesini!" perintah perawat Oki kepada Perawat Sinta yang langsung menghubungi dokter dengan tangan gemetar.

Orang-orang mulai berkerumun karena mendengar tangisan pilu seseorang yang kehilangan orang terkasihnya. Perawat Oki dengan cepat mengusir mereka semua dan menutup pintu untuk mengamankan TKP.

Disela tangisan pria itu, tangisan seorang bayi tak kalah kerasnya membuat dada perawat Sinta dan perawat Oki ngilu dengan perasaan yang campur aduk.

"Aku harus ke kamar bayi dan menenangkan bayi itu." pamit perawat Sinta.

Perawat Sinta menggendong bayi dengan selimut kuning itu dan berusaha menenangkannya.

"Tenanglah semua akan baik-baik saja." ucap perawat Sinta walaupun ia sendiri tidak yakin semuanya akan baik-baik saja. Tangis bayi itu terus menggemakan kesedihan yang tak terbayangkan membuat hati perawat Sinta ikut teriris.

————————————————-
Aku harap kalian menikmati prolog dari cerita ini dan terus menunggu kelanjutan cerita ini. Sampai ketemu di part selanjutnya, dan jangan lupa meninggalkan jejak berupa vote dan comment yang tentunya akan menjadi penyemangat dalam menulis cerita ini.

Salam cinta, Aira

Fate DestroyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang