Cora mengedarkan pandanganya ke penjuru restoran, ia sangat yakin terdapat sebuah ruang lain di sana, matanya mengamati semua pergerakan hingga ia menangkap sosok Dani memasuki restoran, gadis itu dengan cepat bersembunyi di balik buku menu karena takut Dani melihat dan menghampirinya. Mata gadis itu sesekali mengintip ke arah Dani, berharap pria tua itu tidak mengenali dirinya.
"Ngapain lo kayak gitu?" heran Ethan.
"Ssstt, diam dulu." Cora sengaja berbisik.
Mata gadis itu terus melihat pergerakkan Dani hingga dahinya mengernyit ketika Dani berjalan ke sebuah pintu, jika dipikir-pikir di sana bukan ruangan VIP karena Cora tau dimana letak VIP room, gadis itu meletakkan buku menu yang menutupi nya ke atas meja lalu menatap Ethan.
"Doa in keselamatan gue, dan habis ini lo cepat cari bantuan," ucap Cora, setelah mengatakan itu gadis tersebut menghela napas sekali lalu merapikan pakaiannya dan berjalan menghampiri Dani yang hendak membuka pintu.
"Selamat malam pak," gadis itu menyapa dengan senyuman manis di wajahnya.
Dani menoleh dan mengernyitkan dahinya, sepertinya ia sedang mencoba mengingat Cora. "Oh, kamu gadis kurang ajar waktu itu." Dani tertawa sinis. "Kenapa kamu menghampiri saya? karena tidak ada yang mau mempekerjakan kamu atau pun menyewa jasa mu?"
Cora memaki di dalam hati, ternyata benar Dani yang membuatnya tidak mendapatkan pekerjaan dan sama sekali tidak ada tawaran kerja sama yang ia terima. Cora menekan amarahnya dan kembali tersenyum, ia mendekatkan dirinya dan mengelus lengan Dani.
"Jangan gitu dong pak, kemaren saya lagi dapet makanya sensitif, kalau sekarang udah nggak." Gadis itu mengerling nakal dan dari nada bicaranya pun seperti merayu lawan bicaranya.
"Shit! lo ngapain di sana dora?" suara Ethan terdengar dari earpiece.
"Cora ngapain?" tanya Alan penasaran.
"Lagi rayu om-om," ucap Ethan dengan polosnya.
Cora mengabaikan suara-suara yang terdengar melalui earpice nya, ia kembali merapatkan tubuhnya dengan Dani dan bergelayut manja dilengannya.
Dani mulai tergoda dan mengelus kepala Cora dengan tangannya yang satu lagi. "Ternyata kamu tidak se angkuh itu."
"Baiklah, mari ikut saya malam ini." Cora pun mengangguk dan tetap bergelayut manja di lengan Dani.
"Lan, Van, mending lo berdua cepat ke sini deh, ini makin gila. Kanaka hilang dan tuh cewek malah jual diri ke om-om."
"Gue sama Alan udah di jalan."
Dani mengajak Cora memasuki sebuah ruangan, lampu kerlap-kerlip memasuki indra penglihatanya, benar saja terdapat ruangan lain di hotel itu yang tidak diketahui banyak orang, tempat tersebut lebih terlihat seperti club, hanya saja di sana sedikit berbeda karena lebih liar? terdapat banyak gadis menari-nari dan bergelayutan manja pada pria-pria di sana, bahkan ada beberapa di antaranya yang tidak mengenakan busana dan bahkan ada yang melakukan hubungan intim tanpa malu.
Nyali gadis itu menciut, ia kembali berpikir apakah keputusan yang ia buat sudah benar, mengingat tempat tersebut sangat-sangat berbahaya. Di lain sisi terdapat sebuah meja dan beberapa pria yang duduk mengelilinginya, Cora meyakini itu adalah perjudian.
"Kamu mau minum?" tanya Dani.
Cora membalasnya dengan anggukan, setelahnya Dani berjalan menjauhinya untuk mengambil minuman untuk mereka. Cora dengan cepat mengedarkan pandanganya untuk mencari keberadaan Kanaka. Mata gadis itu menangkap beberpa pria berbadan kekar berdiri di depan pintu yang berada di pojok ruangan.
"Sini lo!" seorang pria dengan jas navy yang bagian atas kemejanya berantakan menarik seorang pria yang umurnya masi kisaran 20 tahun, ia sesekali melayangkan pukulan dan tendangan kepada pria yang sudah terduduk lemah itu.
"Bangsat lo! kalau gak punya uang gak usah main." ia kembali menendang dan menarik pria itu memasuki ruangan dengan banyak penjaga itu.
Gadis itu memutar otak agar ia dapat memasuki ruangan hingga ia teringat sebuah botol yang diberikan Kanaka kepadanya saat di reality club. Ia tidak tahu pasti itu apa, tapi ia yakin itu akan berguna. Matanya melihat beberapa gelas minuman di atas meja sepasang kekasih yang sedang sibuk melakukan hubungan intim, Cora meneguk ludahnya dan berjalan mendekat, desahan mereka terdengan di telinga Cora, gadis itu hanya berjalan menunduk tanpa melihat mereka dan menuangkan cairan dari botol yang di berikan Kanaka, setelahnya ia mengambil gelas tersebut dan berjalan mendekati dua pria berbadan kekar yang berjaga di depan pintu yang tadi ia lihat.
Sesampainya di sana Cora langsung menatap genit. "Apa kalian mau minum?" tanya gadis itu lalu mengedip nakal.
"Tidak, kami sedang bekerja."
Cora merapatkan tubuhnya dengan pria tersebut dan mengelus lembut wajah pria itu. "Minumlah, aku yakin kalian menginginkanya." Cora menggigit bibir bawahnya.
Kedua pria itu akhirnya menerima minuman dari Cora dan menegaknya hingga habis. untuk beberpa detik Cora menunggu dengan harap cemas karena tidak mengetahui apa yang ia campur ke dalam minuman tersebut, hingga di detik ke lima kedua pria itu tumbang dan tak sadarkan diri. "Ternyata benar obat bius," gumam gadis itu dan berjalan memasuki ruangan tersebut, beruntungnya Dani belum menyadari dirinya menghilang.
Sesampainya di dalam Cora melihat ruangan sangat remang, hanya diterangi lampu warm seperti ruang bawah tanah di reality club. Namun, kali ini tembok dan lantainya dilampisi plastik membuat gadis itu heran. Semakin berjalan memasuki ruangan semakin tercium jelas aroma anyir memasuki indra penciumanya, gadis itu baru menyadari terdapat banyak bercak darah pada plastik yang membungkus ruangan tersebut, jantungnya memompa dengan cepat tapi entah kenapa kakinya terus berjalan maju.
Cora membekap mulutnya setelah melihat seisi ruangan dengan jelas, beberapa pria di gantung dengan banyak luka lebam pada tubuh dan wajahnya, beberpa nya lagi diikat di tiang dan di kursi dengan keadaan yang sama, dan pria dengan jas navy yang tadi ia lihat masih sibuk menghajar seseorang yang tadi ia seret. Dan yang lebih membuat Cora kaget adalah sebuah meja operasi yang berada di tengah ruangan. Sekarang Cora tahu betul tempat seperti apa itu, mereka melakukan perdagangan organ manusia.
"Kanaka!" gadis itu berucap pelan ketika melihat sosok yang sedari tadi ia cari terikat pada sebuah kursi, keadaanya tidak separah yang lainnya tapi tetap terdapat beberapa luka, sepertinya pria itu menggunakan kekuatanya untuk melindungi diri.
Entah keberuntungan seperti apa, tepat setelah mengucapkan namanya, pria itu langsung melihat ke arah Cora yang berdiri di sisi yang gelap, bahkan hampir tidak terlihat karena ia memakai pakaian serba hitam.
Setelah kedua mata saling bertatapan Cora memberikan isyarat bahwa dirinya akan ke sana, Kanaka menggelengkan kepalanya. Namun, gadis itu tidak menghiraukanya.
Baru saja berjalan beberpa langkah tubuh Cora langsung dibuat mematung ketika Stevan berdiri dihadapannya dan menyeringai.
"Pahlawan datang untuk menyelamatkan," ucap Stevan. "Tapi gue gak nyangka kalau pahlawannya seorang cewek cantik."
Cora menatap ke arah Kanaka yang berada di belakang Stevan. "Tenang aja, organnya belum ada yang kurang kok."
Cora mengedipkan matanya setelah merasa Kanaka mengerti isyaratnya, seakan berbicara melalui batin, tepat ketika Cora mengedipkan matanya sebuah kursi melayang ke arah Stevan.
Kanaka terdiam, entah kenapa kali ini kekuatanya terasa lebih kuat, sedari tadi ia terus berusaha melepaskan diri tapi selalu gagal, entah kenapa setelah kedatangan Cora ia seperti mendapatkan energi, mungkin karena kali ini ia merasa aman, karena Cora bersamanya.
-----------------------------
see u next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Destroyer
FantasíaTak hanya punya kekuatan mengubah keberuntungan, tapi Kanaka juga memanfaatkannya untuk meraup kekayaan. Bersama tiga sahabatnya, ia menyelesaikan misi-misi berbahaya demi para klien yang haus keberuntungan. Namun, takdir memiliki rencana lain. Pert...