12. Reality Club

11 14 0
                                    

"Berenti di sini," pinta Kanaka ketika ia melihat beberapa warga berkerumun.

Cora menghentikan mobilnya, Kanaka dengan cepat keluar dan menghampiri salah satu warga.

"Permisi pak." 

Salah satu warga yang mengenakan caping menoleh. "Eh, iya ada apa nak?"

"Itu, saya ketinggalan temen saya yang tadi kesini. Mau nelpon juga ponsel saya mati." Cora menyaksikan dari dalam mobil apa yang akan diperbuat pria itu.

"Temanya siapa nak?"

"Dia pakai mobil jeep hitam." Sepertinya Cora kini tahu drama apa yang akan di lakukan Kanaka.

"Ooh, nak Stevan. Dia baru aja pergi." bapak-bapak berusia 50 tahunan itu merapikan posisi caping yang ia kenakan.

"Bapak punya nomornya Stevan gak pak?" tanya Kanaka.

"Waduh, kalau saya mah gak punya, warga sini gak ada yang pakai ponsel nak. Cuma pak RT yang punya." jelas bapak tersebut.

"Kalau saya boleh tau, pak RT nya sekarang dimana ya pak?"

"Pak Abram kalau jam segini biasanya mancing." Seorang ibu-ibu menjawab.

"Iyaa, kalau mau nunggu langsug ke rumah nya aja. Kamu tinggal lurus aja, terus di depan belok Kanan, nanti ada rumah yang halamanya luas sama ada pohon jeruk di depanya, itu rumah pak Abram." jelas bapak-bapak yang menggunakan caping.

"Baik, terima kasih Bapak, ibuk. Kalau gitu saya pamit dulu ya."

"Iyaa nak, sama-sama."

Kanaka masuk ke dalam mobil dan meminta Cora untuk mengikuti instruksi bapak-bapak tadi, hingga sampailah mereka di sebuah rumah yang ciri-ciri nya persis seperti yang disebutkan bapak tadi.

Mereka keluar dari mobil dan melihat sekeliling rumah yang tampak sepi. "Masih mancing kayaknya."

Cora melihat sekitar rumah tersebut, tampak sederhana tapi Cora bisa menebak harga rumah itu sangat mahal, sepertinya beliau adalah orang terkaya di sana. Setelah melihat itu Cora sepertinya tidak akan meragukan jika ada orang yang punya jeep di sana.

Selang beberapa menit seorang pria berbadan kekar berjalan mendekati mereka dengan pancingan dan ember yang memenuhi tangannya. Ia menatap heran Kanaka dan Cora.

"Ada apa?" tanya nya tanpa berbasa basi.

"Saya dengar bapak punya nomor Stevan, apa saya boleh minjam ponsel bapak buat nelpon Stevan? soalnya ponsel saya mati." Kanaka melihatkan ponselnya.

Dahi pria tersebut mengernyit. Ia meletakkan pancingan dan ember yang ia bawa ke bawah. "Kalian siapa?"

"Kami temannya Stevan."

Tepat setelah mengatakan itu sebuah pistol mengarah ke arah mereka membuat Kanaka dan Cora tersentak kaget.

"Saya kenal semua teman Stevan."

Cora berdiri di depan Kanaka berniat melindungi. Namun, Kanaka dengan cepat menggeser tubuh gadis itu ke belakangnya dan menatap nyalang pria berbadan kekar dihadapannya.

"Mau apa kalian?" tanya pria tersebut.

"Kalau lo lupa, di sini gue bodyguard nya," bisik Cora dari belakang.

Kanaka menoleh. "Mau sekuat apa pun lo, lo gabakal bisa ngalahin pistol, karena badan lo bukan baja." Kanaka balas berbisik.

Dorrr!

Suara tembakkan menggema. Detak jantung Cora berhenti sesaat, udara disekitarnya terasa menyempit hingga membuatnya sulit bernapas. Sebuah tembakkan ditujukan kepada mereka, tapi entah kenapa ketika Kanaka menoleh, peluru yang melayang tiba-tiba berbelok ke samping mereka. Semuanya terjadi begitu cepat, hanya dalam hitungan detik.

Fate DestroyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang