Cora tak hentinya menggigit kuku jarinya sedari tadi, ia bingung harus melakukan apa. Gadis dengan rambut sedada itu melirik jam di pergelangan tanganya, waktu sudah menunjukkan pukul 18.05, dimana ia sudah dua jam lebih berdiam diri di sebuah cafe yang kini mulai ramai akan pengunjung
Laptopnya yang berada di atas meja masih menyala, melihatkan sebuah web yang membuat Cora bimbang, ia bingung harus mengikuti hati atau pikirannya, kedua organ di dalam tubuhnya itu tak hentinya berdebat sedari tadi.
Gadis itu pada akhirnya menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Salah satu tanganya bergerak meraba keyboard laptopnya dan menekan sebuah tombol. Dengan takut ia mulai mengangkat kepalanya dan kini layar laptopnya berubah menjadi ungu dan bertuliskan Fate. Beberapa fitur dari aplikasi tersebut bermunculan, terdapat ruang untuk membaca tarot dan ruang untuk obrolan. Tidak, Cora tidak akan membaca ramalan tarot karena hanya akan memperburuk moodnya dengan hasilnya yang akan selalu sama.
Ia menutup laptopnya dengan cepat dan memukul kepalanya sendiri untuk menyadarkan dirinya. Namun, tak bertahan lama, tangannya bergerak kembali membuka laptop. Setelah beberapa saat mengamati Cora akhirnya memutuskan untuk membuka ruang obrolan.
Jarinya bergerak di atas keyboard dan menuliskan sesuatu di sana.
Kenapa hidup ku selalu sial, aku ingin mengubah takdir, apa kamu bisa mengubah takdir?
Setelah mengetik kalimat tersebut Cora terkekeh. "Seputus asa itu lo Cora," ucapnya kepada diri nya sendiri.
"Kata kunci telah dimasukkan, silahkan tekan tombol berikut." sebuah suara keluar dari laptopnya membuat gadis itu terlonjak kaget.
"Kata kunci? emang apa kata kuncinya?" heran gadis itu. Namun, dengan rasa penasaran ia menekan tombol yang di perintahkan. Setelah menekanya, layar laptop Cora menampilkan putaran lingkaran yang menampilkan perpaduan tiga warna, hijau, merah, dan hitam yang semakin lama semakin membesar dan memenuhi layarnya. Gadis itu panik sendiri takut laptopnya eror, karena banyak penipuan seperti itu. Tak berselang lama layar laptopnya berkedip putih dan mengeluarkan sebuah undangan dengan perpadua tiga warna yang di lihat Cora tadi. Ditengahnya bertuliskan 'Undangan The Lucekly Hand' di bawah tulisan tersebut terdapat tulisan lain yang lebih kecil.
"Sebuah alamat?"
"Temukan kami dan ubahlah takdir mu." laptopnya kembali mengeluarkan suara.
"Gila aja gue gak bakal ke sana."
Brukk
Cora meringis merasakan lutunya yang terasa ngilu usai mencium lantai akibat seseorang yang tak sengaja menabrak kursinya hingga membuatnya terjatuh.
"Maaff..maaff..." orang itu membantu Cora berdiri dengan tatapan penuh penyesalan.
Melihat ekspresi itu tentu Cora tidak jadi mengeluarkan sumpah serapahnya, ia hanya tersenyum dan berkata, "Iya gapapa." meskipun hatinya berteriak itu sangat sakit.
Tanpa Cora sadari seorang pria dengan bola mata bewarna grey sedari tadi memperhatikanya dari Cafe di sebrang jalan. Kedua Cafe memperlihatkan isi dalamnya karena berdinding kaca dan jarak kedua nya cukup dekat, hanya dibatasi jalan dengan lebar tiga meter.
"Aduhh, mas makasii banyak ya udah nyelamatin anak saya, kalau gak ada masnya saya gak tau gimana nasib anak saya tadi." seorang wanita berusia 40 an menghampirinya setelah mengamankan posisi anaknya di dalam stoler bayi.
Pria itu tersenyum tipis. "Iya buk, lain kali hati-hati yaa."
Wanita tersebut pun menganggukan kepalanya dan berpamitan, mata pria itu kembali melihat gadis yang berada disebrang sana. Andai ia tidak menolong bayi itu, mungkin ia bisa menolong gadis yang kini sedang mengelus kedua lututnya itu.
Drrttt...
Ponselnya berdering, ia dengan cepat menjawab telepon dan sebuah suara terdengar dari sebrang sana.
"Cepat balik, ada tamu VIP yang bakal datang."
Pria tersebut mengernyitkan dahinya. "Bukannya kita udah ada misi, kenapa lo masih nerima tamu VIP?"
"WOI NAKA! CEPATAN BALIK GUE GABUT BERDUA SAMA STEVANY!" Suara lain terdengar nyaring seperti sedang berteriak dari sebrang sana.
"Balik aja, kalau lo kepo siapa tamu VIP nya."
Tutt...
Stevany mematikan sambungan teleponya. Kanaka kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku dan menoleh ke arah gadis yang sedari tadi ia perhatikan.
"lahh, tuh bocah ke mana?" Kanaka tidak lagi meihat keberadaan Cora di sana. Ya, seseorang yang sedang memperhatikan Cora sedari tadi ialah Kanaka, jangan tanyakan sudah berapa jam ia seperti orang bodoh yang mengamati seorang gadis, Kakan sendiri heran kenapa dirinya bisa berakhir di sana.
Ia pun memutuskan untuk kembali ke cafe nya untuk melihat siapa tamu VIP yang disebutkan Stevany tadi, gadis dengan usia yang lebih tua dari Kanaka itu memang sedikit menyebalkan, Ethan menyebut mereka sebelas dua belas. Jika kalian bertanya berapa jarak usia mereka, entahlah, Kanaka sendiri tidak tahu karena selama ini Stevany tidak pernah membahas tentang dirinya, Kanaka hanya menebak dari perawakanya. Gadis itu tiba-tiba datang dalam kehidupan Kanaka beberapa tahun yang lalu, ia berdiri di depan cafe dengan sebuah koper besar dan penampilan yang cukup acak-acakan.
Sorot ketakutan dan bekas jahitan di leher gadis itu membuat Kanaka tidak berani bertanya, awalnya ia pikir gadis itu adalah tamu VIP, tetapi dugaanya salah, gadis itu meminta makanan dan pekerjaan, melihat kondisinya tentu Kanaka tidak enak untuk menolaknya maupun bertanya tentang gadis itu.
Saat itu Stevany hanya menyebutkan namanya, Kanaka juga tidak berani untuk menanyakan kenapa gadis itu berakhir seperti itu, dari mana asalnya, dan dimana keluarganya, bahkan umurnya pun sampai saat ini Kanaka tidak tahu, ia hanya menunggu Stevany untuk menceritakanya sendiri sama seperti waktu itu, setelah beberapa bulan bekerja dengan Kanaka gadis itu mengakui bahwa dirinya adalah peramal tarot.
Jangan tanyakan bagaimana reaksi Ethan saat itu, cowok berwajah bule dengan rambut kriting dan tubuh sedikit pendek itu selama setahun penuh memantau dan mencurigai Stevany untuk memastikan apakah gadis itu orang yang baik, karena mereka tidak tahu asal usulnya.
Alan? ah, seperti biasa manusia itu tidak peduli, lebih tepatnya memilih untuk tidak memperdulikanya selagi tidak menganggu hidupnya.
Baru saja keluar dari cafe Kanaka mendapati Alan bersandar pada sebuah mobil seakan sedang menunggu dirinya di sana.
"Lo ngapain di sana?" heran Kanaka.
Bukannya menjawab Alan malah balik bertanya, "lo ngapain di sini?"
Kanaka menggaruk lehernya. "Ya ngopi lah."
"Se-gak enak itukah kopi di cafe lo sampai lo milih ngopi di tempat lain?" sarkas Alan.
"Ini namanya lagi riset pasar dan rasa, jadi gue mau nyobain kopi di tempat lain buat ngecek rasa dan harganya biar bisa jadi acuan buat cafe kita."
Alan membuka pintu mobil. "Masuk, Stevany udah nungguin lo."
Kanaka pun menurut dan memasuki mobil.
"Siapa tamu VIP nya? tumben banget Stevany nerima tamu VIP padahal kita udah punya misi," Kanaka bertanya ketika Alan mulai menjalankan mobilnya.
"Takdir yang lo jemput," jawab Alan yang fokus pada jalan.
Kanaka menoleh. "Takdir yang gue jemput?"
"Lo sendiri yang bilang tadi mau jemput takdir." Alan mengingatkan.
"Oohh, itu gue tadi cuma asal sebut biar si bule gak banyak tanya." beberapa saat kemudian Kanaka mengernyit heran.
"Takdir? siapa?"
Alan memarkirkan mobilnya. "Lo lihat aja sendiri."
----------------------------
Halloo...
Jangan lupa vote dan komennya ya, dan menurut kalian cerita ini tuh gimana?
see u next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Destroyer
FantasíaTak hanya punya kekuatan mengubah keberuntungan, tapi Kanaka juga memanfaatkannya untuk meraup kekayaan. Bersama tiga sahabatnya, ia menyelesaikan misi-misi berbahaya demi para klien yang haus keberuntungan. Namun, takdir memiliki rencana lain. Pert...