10. Stent

10 14 0
                                    

Sesampainya di rumah Cora langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak melihat keberadaan neneknya, sedangkan ayahnya menatap kosong tv yang dinyalakan. Kaki gadis itu melangkah mendekati lemarinya, kedua tangannya membuka pintu lemari dan mengambil sesuatu dari sana, medali yang kemarin ia simpan di sana kini telah berada digenggamanya.

Medali emas pertama dan terakhir yang Cora peroleh dari kejuaraan tinju WBA Asia. Ia memasuki dunia boxing sedari kecil, berawal demi melindungi dirinya dari pembullyan yang kerap ia terima karena tidak memiliki ibu dan ayah yang mereka sebut 'gila', tapi lama kelamaan ia menyukai dunia boxing dan mulai serius di sana. Namun, lagi-lagi tuhan memiliki rencana yang lain, ia harus mengakhiri karirnya dipuncak kejayaanya sendiri karena suatu alasan.

Jika kini Cora terlihat seperti seorang gadis feminim, maka itu adalah hasilnya yang berjuang bertahun-tahun untuk mengubah dirinya, ia belajar make-up mati-matian dan segala hal yang dilakukan wanita pada umumnya. Tapi tetap saja, ia malah berakhir sebagai pengangguran.

Cora terkekeh mengingat ucapan pria yang menyebut namanya Kanaka. Dia ingin menjadikan Cora bodyguard? setelah usaha yang sudah dilakukan Cora untuk meninggalkan dunia itu, tentu saja ia akan menolak meski dibayar berapa pun.

Gadis itu kembali menyimpan medalinya dan berjalan ke bawah untuk memastikan keadaan papanya. Masih berada di tempat yang sama dan tatapan yang sama, Cora hanya bisa mengulas senyum tipis dan membiarkanya, Cora tidak ingin membuat Arsan kambuh dengan menganggunya terlebih neneknya saat ini tidak ada di rumah.

Drrttt..

Ponsel Cora bergetar, ia dengan segera merogoh saku nya dan mendekatkan ponselnya ke telinga. "Hallo," sapa gadis itu.

"Selamat malam, apa benar ini dengan keluarga ibuk Arsa? kami dari pihak rumah sakit Darma ingin menginformasikan bahwasanya ibu Arsa sedang dirawat di rumah sakit kami saat ini."

Degg

Jantung Cora seakan berhenti memompa, Arsa adalah nama neneknya. Dengan langkah cepat Cora berlari ke atas untuk mengambil tasnya dan berpamitan dengan papanya, sebelum benar-benar pergi, ia terlebih dulu mampir ke rumah tetangga untuk menitipkan papanya.

Sesampainya di rumah sakit Cora langsung menanyai resepsionis tentang keberadaan neneknya, setelahnya ia pun dengan cepat menuju ruangan yang disebutkan dengan jantung yang kali ini berdetak lebih cepat. Demi tuhan Cora takut, bahkan sepanjang jalan ia terus bertanya kepada Tuhan tentang mengapa ia terus diberikan cobaan, satu-satu nya sandaran Cora hanyalah neneknya, orang yang merawat dan membesarkannya sedari kecil.

Cora dapat melihat neneknya terbaring dan seorang dokter di dekat neneknya, ia dengan cepat melangkah mendekat.

"Nenek saya kenapa dok?"

"Serangan jantung , penyebabnya karena terjadi penyempitan pembuluh darah akibat dari penumpukan kolestrol pada pembulu darah koroner jantung."

Cora hampir saja terjatuh jika ia tidak cepat berpegangan pada dinding. 

"Untuk saat ini kami menyarankan untuk melakukan stent jantung untuk membuka pembuluh darah yang menyempit, waktu pemasangan ini sebaiknya dilakukan secepatnya, karena pemasangan terbaik dilakukan 90 menit setelah serangan jantung."

Kali ini Cora benar-benar terduduk di lantai. Pemasangan stent jantung? dari mana Cora akan mendapatkan uang sebanyak itu. Setidaknya akan menghabiskan 100 juta untuk itu. Bahkan untuk bertahan hidup ia sudah kewalahan. Semenjak kejadianya dengan Dani di restoraan saat itu, Cora tidak pernah lagi mendapatkan job, itulah yang membuat Cora sedari siang hingga sore berdiam diri di cafe untuk menemui beberapa kenalanya dan menanyakan apakah mereka memiliki pekerjaan untuk Cora, entah itu untuk mengedit video, membuat banner, atau apa pun itu. Tetapi tidak ada satu pun hasil yang ia dapat, ia bahkan memandangi email nya berharap mendapat tawaran kerja sama. Namun, semuanya nihil.

Tangan Cora dengan gemetar mencari nomor Karina, membutuhkan beberapa kali percobaan hingga temannya mengangkat panggilanya.

"Hallo, Na." suara Cora jelas bergetar.

"Lo kenapa?" panik Karina mendengar suara Cora.

"Gue butuh uang 100 juta, lo ada uang segitu gak Na?"

"Lo butuh uang sebanyak itu buat apa anjir?"

"Nenek gue masuk rumah sakit dan harus masang stent jantung."

"Gue bakal tanya teman-teman gue, lo kirim alamat rumah sakitnya ke gue, gue otw sekarang."

Setelahnya tidak lagi terdengar suara Karina, ia mengirim alamat rumah sakit kepada Karina dan terus memutar otak, ia bingung bisa mendapatkan uang sebanyak itu dari mana, menanyakan teman lain? satu-satunya teman yang dimilikinya hanyalah Karina, lagian siapa yang akan betah berteman dengan manusia dengan hidup penuh kesialan seperti Cora? hanya Karina satu-satunya.

Tawaran Kanaka tiba-tiba terlintas, ia dengan cepat menggelengkan kepalanya, ia tidak akan menerimanya, mungkin saja Karina sudah mendapat pinjaman dari temannya, karena Cora tahu temannya itu memiliki banyak relasi.

Beberapa menit kemudian Karina menampakkan batang hidungnya dan langsung memeluk Cora. 

"Lo udah dapat pinjaman belum Na?" lirih gadis itu.

Karina melepaskan pelukannya dan menggeleng pelan. "Gue udah nyoba hubungin semua kenalan gue, dan jawaban mereka semua sama, lagi gak ada uang."

Cora meremas celananya, waktunya tak banyak lagi karena sesuai kata dokter neneknya harus di operasi 90 menit usai serangan jantung dan sekarang beberapa menit telah berlalu. Cora berdiri dan memegang bahu Karina.

"Gue titip nenek dulu ya, gue harus pergi ke suatu tempat." Setelah mengatakan itu Cora dengan cepat berlari sembari memasang ojek online menuju suatu tempat.

Tak membutuhkan waktu terlalu lama karena Cora terus mendesak tukang ojeknya untuk ngebut, kini ia berada di depan cafe yang ia juluki cafe aneh dengan orang-orang aneh, mungkin julukan itu akan tertuju untuknya juga karena kini Cora sudah berdiri dihadapan beberapa orang yang menatapnya heran. Pasalnya karena gadis itu datang di malam hari dengan keadaan acak-acak an dan mata sembab usai menangis. Melihat itu Kanaka menjadi deja vu ketika Stevany datang untuk pertama kalinya.

Cora meremas ujung bajunya dan menatap mata Kanaka. "Tawaran lo tadi sore masih berlaku gak?" 

Mendengar itu tentu Kanaka kaget, karena tidak pernah terbayang olehnya Cora akan menerima tawaranya secepat ini, bahkan barusan ia membahas strategi membujuk Cora dengan ketiga temannya.

"Lo serius kan?" tanya Kanaka memastikan.

Gadis itu mengangguk. "Tapi sebelum itu gue punya satu permintaan."

"Apa?" kali ini Ethan yang bertanya.

"Gue butuh uang 100 juta sekarang, nenek gue di rawat di rumah sakit."

Semuanya tentu kaget mendengar penuturan Cora. "Oke, gue bakal transfer uangnya sekarang ke lo, tapi besok jam 10 pagi lo udah harus disini," ucap Kanaka.

"Oke, deal."

Cora pun memberikan nomor rekeningnya kepada Kanaka, setelah mendapatkan uang ia berpamitan dengan cepat berlalu dari sana.

"Lo serius ngasih uang 100 juta gitu aja ke dia?" tanya Ethan.

"Dia butuh dan dia juga udah setuju kan buat kerja sama kita."

"Tapi lo belum bikin kontrak kerjanya Naka, apa jaminan dia bakal tepatin ucapanya?" sebenarnya apa yang dikatakan Ethan tidak ada salahnya. karena hanya orang gila yang akan menyerahkan uang sebanyak itu begitu saja. Dan Kanaka adalah orang gila itu.


-------------------------------------------

see u next part


Fate DestroyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang