Rie meregangkan tangan dan melemaskan jemarinya setelah Pak Helm menutup pelajaran dan keluar dari kelas. Ia meninggalkan mogenya di depan papan tulis.
Saat jam istirahat tiba, suasana di kelas menjadi lebih hidup. Dengan hanya sepuluh murid, termasuk Rie, kelas terasa sepi dan hening. Beberapa murid ada yang keluar, mungkin tuk mencari udara segar atau ke kantin.
Dan tiba-tiba, seorang gadis muncul di hadapan Rie, duduk bersila di atas meja Rie dengan jaket coklat yang terlihat agak kebesaran baginya. Lengan jaketnya terlihat terlalu panjang, hampir menyerupai belalai.
Gadis bertubuh mungil dengan rambut pirang kecoklatan itu tersenyum ceria, matanya bersinar dengan keceriaan. "Hai Rie!" serunya riang.
Rie menatap mata hijau cerah gadis itu dengan perasaan campur aduk. Ia merasa ingin meninju, tapi menahan diri dan hanya menghela napas dalam-dalam.
"Hai Fanny.." jawab Rie, masih menyimpan sedikit dendam karena Fanny meninggalkannya duduk duluan tanpa bilang apa-apa, membuat Rie terlihat seperti orang tolol di depan kelas.
"Rie Rie!! Apa kamu sudah punya teman di ABT ini?" Tanyanya dengan suara seperti berseru. Badannya mendekat condong ke arah Rie.
Rie menggeleng dan menjawab pendek."Belum."
"Kalau begitu.. jadi temanku yuk!!" Serunya lagi. Tiba-tiba ia sangat ceria. Wajahnya sumringah seperti gadis tolol yang hanya tahu cara tertawa. Ia menyodorkan tangan tuk berabat tangan.
"Boleh saja.." Rie menjabat tangan Fanny yang kecil. "Jadi.. Kau takkan turun dari meja ku?"
Bukannya menjawab, Fanny malah memegang kedua pundak Rie dan menggoncang-goncangnya dengan kuat. "Senang bertemu denganmu Rie!! Semoga kita jadi sahabat yang baik!" Serunya dengan ceria.
Guncangan kuat di luar nalar itu membuat Rie pusing. Ekspresi gadis itu senang sekali seperti anak SD yang pertama kalinya berteman.
Seorang gadis berambut panjang menyentuh pundak Fanny dari belakang. "Fanny, berhentilah bersikap bodoh."
Membuat Fanny berhenti mengguncang dan menoleh ke belakang. "Hai Maya." Sapanya ceria.
Maya mengusap wajah dengan sebal. "Hai dengkulmu.."
Fanny kembali menghadap ke Rie, menunjuk Maya dengan antusias. "Rie, ini Maya. Ketua kelas kesayangan kita semua. Agak galak tapi tidak sombong," ucap Fanny dengan semangat.
Maya menghela napas dengan malas, merasakan kelelahan yang mendalam.
Di dalam hatinya, ia berpikir bahwa mencoba menjelaskan apapun kepada Fanny akan sia-sia. Ia membatin dengan frustasi, "Gadis ini gila,"
"Tadi kita belum berkenalan dengan benar karena sedikit interupsi." Kata Maya ia tersenyum dan mengulurkan tangan tuk berjabat tangan. "Namaku Maya."
"Rie." Jawab Rie singkat, ia menjabat tangan Maya.
"Rie Rie!!" Fanny memanggil-manggil Rie dengan keceriaan dobel.
Membuat Rie terpaksa menoleh. Kemudian Fanny mulai menunjuki anggota kelas satu persatu.
"Itu Gray." Fanny menunjuk laki-laki yang duduk di jendela yang kacanya sudah pecah. Badan kekar, rambut kecoklatan yang di style berantakan. Ia menyalakan rokoknya dan merokok dengan santai. "Dia pacarnya Maya."
Perkataan itu membuat Maya salah tingkah. Ia menyikut Fanny.
"Jangan libatkan aku, dasar gadis autis aneh." Gray menghela napas dan mengisap rokoknya dalam-dalam.